sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bima Arya tolak penghapusan IMB dalam Omnibus Law

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menyatakan IMB menjadi acuan pemerintah daerah untuk mengawasi dan mengontrol pembangunan.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Minggu, 16 Feb 2020 22:11 WIB
Bima Arya tolak penghapusan IMB dalam Omnibus Law

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menolak penghapusan Izin Mendirikan Bangunan (IMD) dalam Omnibus Law Cipta Kerja. Menurutnya, yang diperlukan saat ini adalah penyederhanaan izin, bukan penghapusan. 

Bima menjelaskan apabila IMB dihapus maka akan sulit dilakukan kontrol atas pembangunan di daerah. Apalagi, izin bangunan tersebut merupakan kewenangan pemerintah kota. 

"Jadi ini harus disederhanakan. Jadi poinnya adalah penyederhanaan sistem atau rezim perizinan, bukan penghapusan IMB," kata Bima di Jakarta, Minggu (16/2). 

Selain hal tersebut, tambah dia, IMB diperlukan untuk memastikan lingkungan hidup yang berada di sekitar bangunan tetap diperhatikan.

"Kita kepala daerah kebingungan. Masam IMB dihapus? Bagaimana kita mengontrol pengembang yang nakal? Bagaimana kita memastikan bahwa lingkungan hidup diperhatikan di situ? Enggak bisa (dihapus). Ada instrumen pengawasan IMB itu," jelas dia. 

Dari penelusuran Alinea.id, dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Pasal 7 ayat (2), Pasal 8 ayat (1) poin c, atau Pasal 40 ayat (2) poin b disebutkan bahwa pemilik bangunan gedung wajib memiliki IMB. 

Sementara, dalam draf Omnibus Law Cipta Kerja yang beredar, Pasal 7 ayat (2) dalam UU 28/2002 yang menyatakan salah satu persyaratan administrasi bangunan gedung harus memiliki IMB tidak ditemukan lagi karena mengalami perubahan. 

Bahkan, ketentuan Pasal 8 yang memiliki turunan lima ayat dalam UU 28/2002 di draf Omnibus Law Cipta Kerja dihapus seluruhnya. Sedangkan Pasal 40 ayat (2) poin b tentang kewajiban pemilik bangunan gedung untuk memiliki IMB lenyap di regulasi sapu jagat tersebut karena bunyinya berubah.

Sponsored

Sebelumnya, pemerintah melalui enam menteri Kabinet Indonesia Maju, menyerahkan Surat Presiden (Surpres) beserta naskah akademik RUU Omnibus Law Cipta Kerja kepada DPR. Dua regulasi tersebut diterima Ketua DPR Puan Maharani. Omnibus Law Cipta Kerja akan terdiri dari 79 RUU, 15 bab, dengan 174 pasal dan akan dibahas di DPR.

Untuk menindaklanjuti Surpres dan naskah akademik ini, akan ada tujuh komisi di DPR yang terlibat. Kendati demikian, DPR masih belum bisa memastikan mekanisme pembahasannya, apakah melalui Badan Legislasi atau membentuk Panitia Khusus (Pansus).

Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah telah menyepakati mengganti nama dari RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja menjadi Cipta Kerja. Perubahan itu diakuinya berdasarkan arahan Puan Maharani agar tidak melahirkan konotasi negatif.

Pemerintah berharap DPR dapat langsung memproses sesuai mekanisme yang ada. Setelah ini, pemerintah bersama DPR akan melakukan sosialisasi ke seluruh provinsi di seluruh Indonesia agar masyarakat mengetahui isi draf Omnibus Law.

"Akan dilakukan sosialisasi ke seluruh provinsi di Indonesia. Tentu anggota dewan akan dilibatkan untuk bersosialisasi agar masyarakat bisa mengetahui apa yang akan dibahas dan diputuskan,” ujar Ketua Umum Partai Golkar itu.

Berita Lainnya
×
tekid