sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bungkus patriarki dalam kasus video ‘Vina Garut’

Video porno "Vina Garut" sempat menghebohkan beberapa waktu lalu.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Jumat, 30 Agst 2019 19:37 WIB
Bungkus patriarki dalam kasus video ‘Vina Garut’

Video porno berjudul “Vina Garut” sempat menghebohkan publik beberapa waktu lalu. Video itu tersebar di media sosial. Publik semakin geleng-geleng kepala karena adegan mesum itu dilakukan seorang perempuan dengan tiga laki-laki.

Kasus tersebut masih bergulir, ditangani Polres Garut, Jawa Barat. Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni AK, VA, dan VW. VA merupakan perempuan yang ada di dalam video itu, sedangkan AK adalah mantan suaminya.

Bagi masyarakat Indonesia, aktivitas seksual antara seorang perempuan dengan lebih dari satu laki-laki tergolong tak biasa. Akan tetapi, seorang perempuan tunasusila, Santi—bukan nama sebenarnya—mengaku tak jarang mendapat pelanggan yang mengajaknya “main” dengan beberapa pria.

Namun, dia tak tahu lebih jelas apa yang melatarbelakangi mereka ingin melakukan hubungan seksual seperti itu.

“Soalnya, saya ya mikirnya kerja. Kalau harganya cocok, ya saya service,” kata Santi saat ditemui Alinea.id di tempat prostitusi bilangan Jelambar, Jakarta Barat, Rabu (28/8).

Di balik kasus

Kuasa hukum tersangka kasus video asusila “Vina Garut”, VA, Budi Rahadian mengatakan, saat ini kliennya secara mental masih belum stabil. Oleh karena itu, dia ingin permohonan pengajuan penangguhan penahanan VA dikabulkan Polres Garut.

“Penting diberikan, untuk kepentingan penyidikan juga. Secara sosial dan mental, dia (VA) sudah menerima tekanan besar karena kasus ini,” kata Budi saat dihubungi, Rabu (28/8).

Sponsored

Budi mengisahkan kehidupan VA, sebelum kasus video mesum itu menjadi perbincangan publik. Menurutnya, VA punya latar belakang keluarga yang tak harmonis. Ayah dan ibunya sudah bercerai ketika ia masih kecil.

"Dia (VA) nikah saat usia 17 tahun, nikahnya pada 2017. Pernikahan itu awalnya tak disetujui ibunya, dengan alasan belum dewasa dan kurang cocok dengan si AK itu," katanya.

Budi mengatakan, VA sempat memiliki hubungan komunikasi yang kurang baik dengan ibunya, pascamenikah dengan AK. Sebab, ibunya tak merestui pernikahan VA dengan AK.

“Karena terus didesak oleh AK, VA akhirnya mencari ayah kandungnya yang sudah bercerai dengan ibunya untuk menjadi wali nikahnya dengan AK,” ujar Budi.

Namun, tindakan itu membuat ibunya geram karena VA dipandang terlalu memaksakan menikah di usia yang sangat muda. "Jadi, dia ini adalah anak yang terdampak dari broken home,” ucapnya.

Hubungan yang tak baik dengan ibunya, membuat VA tinggal dengan suaminya, AK. Budi menuturkan, saat dipaksa melakukan hubungan seks dengan beberapa pria, posisi VA sangat lemah dan tak bisa berbuat banyak. Bila tak mau melakukan, VA diancam diceraikan.

Video berjudul Vina Garut sempat heboh beberapa waktu lalu. /Pexels.com.

"Dia bingung mau bersandar ke mana kalau diceraikan," ujarnya.

Sebenarnya, lanjut Budi, VA sudah berusaha menolak ajakan suaminya. Bahkan, VA sempat menolak ketika adegan bersetubuh itu direkam menggunakan telepon seluler.

Akan tetapi, AK membujuknya. Ia berjanji tak akan menyebar video itu, dan hanya untuk konsumsi pribadi. Nyatanya, kata Budi, AK tak menghapus video itu. Malah menjualnya melalui media sosial, setelah bercerai dengan Vina pada akhir 2018.

"Dia enggak tahu bakal disebarkan. Dia baru tahu setelah perpisahan pada 2018, saat kembali ke ibunya," katanya.

Berdasarkan keterangan dari VA, Budi menduga, kliennya itu merupakan korban dalam perkara ini. "Tapi ini baru indikasi," ujarnya.

Saat ini, pihaknya tengah fokus dengan unsur-unsur pidana yang disangkakan kepada VA, yakni Pasal 8 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Pasal 8 UU Pornografi sendiri berbunyi, setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

"Nanti kita bantah dalam proses hukum," ucap Budi.

Bosan dengan itu-itu saja

Terlepas dari kisah cinta VA yang miris dan perkara hukum yang membelitnya, kasus video mesum VA dengan beberapa lelaki tergolong menghebohkan. Bagi masyarakat Indonesia, barangkali hal itu tabu.

Namun, psikolog yang mendalami seksologi Yoke Indira Diana Mayorita, atau akrab disapa Yori mengatakan, kasus bersetubuh dengan lebih dari dua orang atau threesome bukan pertama kali terjadi. Perilaku itu, kata dia, sudah banyak terjadi di Indonesia.

"Tapi memang underground," katanya saat dihubungi, Rabu (28/8).

Yori menjelaskan, secara umum ada tiga jenis hubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan, yakni male male female, female female male, dan mix gender threesome. Di dalam praktiknya, hubungan seksual semacam ini tak melulu dilakukan pasangan suami-istri bersama satu orang lainnya, tetapi bisa pula dilakukan orang yang benar-benar baru dikenal.

Yori mengatakan, kasus video “Vina Garut” yang baru-baru ini heboh, kemungkinan besar karena unsur paksaan. Alasannya, VA melakukan aktivitas seksual dengan beberapa pria itu atas suruhan suaminya.

Video asusila Vina Garut tersebar di media sosial. /Pexels.com.

“Dari sini jelas bukan atas dasar keinginan sendiri," ujarnya.

Lebih lanjut, Yori menuturkan, perilaku bersetubuh dengan lebih dari dua orang bisa dilatarbelakangi berbagai macam faktor. Namun, biasanya hal itu terjadi karena keterpaksaan atau dorongan rasa penasaran ingin mencoba sensasi baru.

“Karena bosan dengan aktivitas seksual yang biasa-biasa saja,” ucapnya.

Yori mengaku, pernah mendapat seorang klien perempuan yang masih bimbang dengan ajakan suaminya untuk “bercinta bersama-sama”. Menurut dia, di satu sisi, di dalam hati perempuan pasti menolak dengan hubungan seksual semacam itu.

“Namun, di sisi lain dia juga bosan dengan aktivitas seksual yang begitu-begitu saja, sehingga ingin mencoba ‘suasana’ baru," katanya.

Relasi kuasa laki-laki

Doktor psikologi klinis dari Universitas Indonesia (UI) sekaligus aktivis HIV/AIDS Baby Jim Aditya memandang lebih jauh perkara kasus hubungan seksual bersama-sama di Garut, Jawa Barat.

Ia melihat, ada eksploitasi terhadap perempuan yang dilakukan suami VA. Sementara VA dijadikan sebagai objek seks, yang diperdagangkan.

"Kalau dibilang patriarki, ya jelas ini patriarki banget. Sudah jelas ini patriarki. Perempuan dijadikan objek berjalan," ujarnya saat dihubungi, Senin (26/8).

Baby, yang juga seorang seksolog, mengatakan bahwa ada relasi kuasa antara laki-laki terhadap perempuan dalam kasus VA, sehingga perempuan berusia 19 tahun itu terpaksa melakukan hubungan seksual lebih dari satu pria karena desakan suami.

"Threesome-nya ini soal sensasional saja. Yang paling mendasar adalah memperdagangkan jasa seks seorang suami kepada istri," ujar Baby.

Atas dasar itu, Baby menganggap, tak adil kalau VA juga dikenakan sanksi pidana. Akan tetapi, menurut Baby, pelaku laki-lakinya tetap harus dipidana. Terutama mantan suami, AK. Sebab, kata dia, AK sudah menjual istrinya.

Sementara itu, Yori mengatakan, hubungan seksual semacam ini bisa menimbulkan pola relasi yang tak sehat antara laki-laki dan perempuan. Alasannya, banyak pelaku perempuan yang terlibat dalam hubungan seksual dengan beberapa orang, melakukannya atas dasar paksaan dari laki-laki.

VA mengaku dipaksa melakukan hubungan seksual dengan beberapa pria. Alinea.id/MT Fadillah.

Di luar negeri, kata dia, banyak hasil riset terkait threesome. Dan, hal itu dianggap wajar. Namun, di Indonesia bisa membuat perempuan dijadikan sebagai objek seksual.

"Tentu ini akan berdampak pada psikis. Semakin rendah diri, risiko terkena KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) juga besar ketika tidak menuruti kemauan pasangan," ujarnya.

Dihubungi terpisah, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar punya pendapat berbeda. Ia mengatakan, jika dikenakan Undang-Undang Pornografi, maka VA tetap termasuk pelaku. Alasannya, ia berperan sebagai model dalam video asusila itu.

“Model dikualifikasi sebagai pelaku juga," ujarnya saat dihubungi, Kamis (29/8).

Meski demikian, Ficar mengatakan, mestinya tak hanya para pelaku yang terekam di dalam video itu yang dibawa ke ranah hukum. Pihak penyebar video asusila itu pun seharusnya bisa dikenakan pidana.

"Penyebar luas dari rekaman melalui online itu terkena Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) karena penyebaran konten yang bermuatan pornografi," katanya.

Berita Lainnya
×
tekid