sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Dalih Gubernur Anies izinkan PKL dagang di trotoar

Pemprov DKI merujuk pada Permen Pekerjaan Umum, UU UMKM, Perpres, Permendagri dan Pergub. Sehingga PKL dizinkan berjualan di trotoar.

Eka Setiyaningsih
Eka Setiyaningsih Rabu, 04 Sep 2019 18:12 WIB
Dalih Gubernur Anies izinkan PKL dagang di trotoar

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana untuk membuat trotoar multifungsi. Selain untuk pejalan kaki, ia juga ingin membuat ruang khusus untuk pedagang kaki lima (PKL) berjualan di trotoar.

Artinya, Pemprov DKI mengizinkan PKL untuk berjualan di trotoar. Anies menjelaskan, penggunaan ruang trotoar untuk PKL merujuk kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Perencanaan Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan.

"Kemudian, atas dasar itu, dasarnya adalah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang," kata Anies di Balai Kota DKI, Jakarta, Rabu (4/9).

Anies menyimpulkan PKL diperbolehkan berada di trotoar selama mengikuti pengaturan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tersebut. Ia juga menyebut ada peraturan lain yang menjadi rujukan Pemprov DKI membolehkan PKL berjualan di trotoar.

"Ada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, Pasal 7 ayat 1. Juga ada Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012, Permendagri Nomor 41 Tahun 2012, kemudian ada juga Peraturan Gubernur Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL," katanya.

Mengutip Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, Pasal 7 ayat 1, tertulis Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek: pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang dan dukungan kelembagaan. 

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan Pasal 25 ayat 1 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Bunyi pasal tersebut adalah, Gubernur menunjuk/menetapkan bagian-bagian jalan/trotoar dan tempat-tempat kepentingan umum lainnya sebagai tempat usaha pedagang kaki lima.

Menurut Anies, keputusan soal pasal tersebut tidak serta-merta membatalkan kebijakan penataan PKL di trotoar. Sebab, ada peraturan lain yang mengatur penataan PKL. 

Sponsored

"Banyak dasar hukumnya. Jadi bukan hanya dengan satu pasal itu, kemudian hilang, tidak. Ini jangan dibayangkan satu pasal itu sapu jagat. Tidak, itu putusan MA lebih pada pengaturan jalan, karena untuk pengaturan trotoar, rujukan aturannya masih banyak yang lain," kata Anies. 

Anies mencontohkan keadaan trotoar di negara lain. Ia menyebut New York, Amerika Serikat (AS) sebagai pengelola pedagang di trotoar terbaik. 

"Yang namanya sidewalk itu ya ada untuk jalan kaki, ada untuk berjualan. Ada yang berjualannya permanen, ada yang berjualannya mobile. Yang permanen itu kios-kios toko buku, itu banyak yang permanen," ucap Anies.

Sebelumnya, Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho mengatakan akan merevitalisasi trotoar di 31 ruas jalan Jakarta. Pemprov DKI akan mengakomodasi PKL untuk berjualan di trotoar yang sudah direvitalisasi.

Hari ingin PKL berjualan menggunakan food truck atau boks kontainer, yang dilengkapi tempat pembuangan sampah. Dengan demikian, para PKL dapat menjalankan aktivitas tanpa mengotori trotoar yang digunakan. 

"PKL tetap kami akomodasi di trotoar, namun ada aturan mainnya," kata Hari, Selasa (27/8).

Sementara itu, Pengamat Tata Kota Nirwono Joga justru khawatir perizinan PKL berjualan di trotoar akan menimbulkan kemacetan dan keadaan trotoar menjadi kumuh akibat sampah yang dihasilkan dari pedagang maupun pembeli.

"Selama UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan masih berlaku, Pemprov DKI dan seluruh Pemda seluruh Indonesia wajib mematuhi aturan tersebut yang melarang PKL berjualan di trotoar," kata Nirwono saat dihubungi.

Menurutnya, peraturan tersebut harus dipatuhi tanpa kecuali atau dengan persyaratan apapun. Sebab Peraturan Pemerintah Pekerjaan Umum kedudukannya lebih rendah dari UU. Jadi, Peraturan Menteri PU tersebut yang harus direvisi.

"Penerapan dengan syarat tidak mengganggu ruang minimal untuk berjalan kaki terbukti tidak efektif di lapangan. Seperti kasus Tanah Abang, bisa dilihat juga di Jatinegara, Pasar Senen, dan banyak tempat di Jakarta," ujarnya.

Nirwono menyebut, penerapan dengan syarat pada tempat-tempat tertentu juga tidak akan efektif dan akan diskriminatif.

"Ini akan membuka celah pelanggaran dan diikuti dengan pelanggaran-pelanggaran lainnya di lain tempat Jakarta," ucap Nirwono.

Selain itu, Jakarta merupakan etalase Indonesia. Sehingga, apabila penerapan dengan syarat ini dapat dicontoh oleh kota-kota lainnya.

"Bisa dibayangkan betapa semrawutnya trotoar yang sudah susah payah dan mahal dibangun pada akhirnya diokupasi PKL dan pejalan kaki tidak dapat berjalan aman dan nyaman di trotoar yang sejatinya dibangun untuk berjalan kaki," ucap dia.

Intinya, lanjut Nirwono, Permen PU tidak boleh bertentangan dengan UU yang ada. 

"Selama UU kami masih melarang sebaiknya dipatuhi. Trotoar dibangun juga untuk pejalan kaki utamanya bukan untuk menampung PKL," ujarnya.

Ia menyarankan, agar Pemprov DKI memberikan penanganan lain untuk keberadaan PKL. Pertama, data secara akurat jumlah dan jenis PKL yang disepakati oleh BSM Pemda DKI atau Dinas UMKM, asosiasi PKL. Data tersebut tidak boleh disebarluaskan dan harus dikunci.

"Distribusi PKL ke pasar rakyat terdekat, pusat perbelanjaan terdekat. Mereka wajib mnyediakan 10% lahan untuk menampung PKL seperti di Gandaria City, kantin gedung perkantoran, atau diikutkan dalam berbagai kegiatan festival kesenian seperti dulu ada festival PKL night," katanya.
 

Berita Lainnya
×
tekid