sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Di balik menghijaunya zona Covid-19 DKI

Apa yang menyebabkan gelombang kedua Covid-19 di DKI Jakarta mereda?

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Jumat, 03 Sep 2021 17:46 WIB
Di balik menghijaunya zona Covid-19 DKI

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan masih ingat betapa mengerikannya kondisi fasilitas kesehatan di ibu kota saat gelombang kedua Covid-19 memuncak pada 16 Juli lalu. Ketika itu, rerata kasus harian positif Covid-19 berada di atas 10 ribu per hari. Total kasus aktif mencapai lebih dari 100 ribu kasus. 

Lonjakan kasus membuat fasilitas kesehatan di DKI "megap-megap". Ruang-ruang intensive care unit (ICU) dan instalasi gawat darurat (IGD) di rumah sakit rujukan Covid-19 sesak dengan pasien. Selasar rumah sakit bahkan terpaksa disulap menjadi ruang rawat pasien Covid-19. 

Enam pekan setelah situasi mengerikan itu, tepatnya pada 12 Agustus 2021, Anies muncul di akun Instagram pribadinya, @aniesbaswedan. Mengenakan baju dinas dibalut rompi berwarna biru tua, pria berusia 52 tahun itu tampak semringah. 

Alhamdulillah, kasus aktif di Jakarta per tanggal 12 Agustus telah turun di bawah angka 10.000 kasus,” kata mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu. 

Dalam kesempatan itu, Anies menyempatkan diri mengapresiasi semua pihak yang terlibat dalam penanganan pandemi di DKI. Ia juga mengapresiasi warga yang tetap patuh menjalankan protokol kesehatan hingga kini. 

“Kita semua berhasil menurunkan kurva kasus aktif itu kembali di bawah sepuluh ribu dalam waktu kurang satu bulan sejak puncak gelombang kedua. Kasus aktif ini bisa turun signifikan karena kita bisa menekan penambahan kasus baru,” terang Anies.

Sejak Agustus, DKI memang terus menghijau. Per awal September, jumlah rerata tambahan kasus baru bahkan hanya di bawah 1.000 kasus per hari. Positivity rate bahkan sempat menyentuh di bawah 5% atau sesuai dengan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO). 

"Jakarta sudah memasuki zona hijau dan sudah memenuhi herd imunity. Namun demikian, kami minta semua warga disiplin, patuh dan taat terhadap protokol kesehatan," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria.

Sponsored

Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengaku tak heran dengan kesuksesan Pemprov DKI Jakarta dalam menekan laju penularan virus Sars-Cov-2. Menurut dia, Anies tergolong sukses meredakan gelombang pandemi lantaran aktif melibatkan para pakar di bidang kesehatan.

Setiap pekan, menurut Pandu, Pemprov DKI kini mengundang tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) untuk berdiskusi dan meminta masukan terkait upaya penanggulangan Covid-19. Para ahli bahkan leluasa mengakses data internal Pemprov DKI untuk kepentingan riset dan analisi.

“Setiap minggu, pemerintah selalu update data dan situasi. Mereka juga melakukan analisis sendiri, tetapi dia juga minta pendapat analis independen untuk dibandingkan. Kalau analisis sendiri, kan takut anak buahnya suka beri kesan bagus. Kalau tim independen, kan lebih apa adanya,” tutur Pandu, saat dihubungi Alinea.id, Senin (30/8).

Transparansi data, kata Pandu, merupakan hal vital bagi penanggulangan pandemi Covid-19. Alih-alih menyembunyikan data dan memangkas jumlah kasus, pemerintah daerah semestinya terang-benderang menyajikan data perkembangan penanganan pandemi di lapangan. 

“Banyak orang (pemimpin daerah) yang enggak mau angkanya kelihatan tinggi karena takut dianggap gagal. Padahal, itu bukan gagal. Itu berhasil karena bisa mengidentifikasi orang yang membawa virus,” tutur Pandu.

Lebih jauh, Pandu mengusulkan agar langkah Pemprov DKI Jakarta menggandeng para pakar dicontoh pemda lainnya. Pemprov Jabar, misalnya, bisa menggandeng tim pakar dari Universitas Padjadjaran, sementara Pemprov Jawa Timur melibatkan Universitas Airlangga. 

“Kan (kebijakan penanggulangan Covid-19) enggak ada sempurna. Setiap upaya kan selalu ada kelemahan. Kalau diberi masukan (pakar dan ahli), ya, diperbaiki terus. Jadi, konsisten,” tuturnya.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan sambutan dalam acara program vaksinasi di Jakarta Islami Center, Jakarta Utara, akhir Agustus 2021. Foto Instagram @aniesbaswedan

Kolaborasi akar rumput dan respons cepat

Selain jumlah kasus, sejumlah indikator menunjukkan torehan positif Pemprov DKI dalam penanganan pandemi. Pada aspek pengetesan, misalnya. Dalam sepekan terakhir, tercatat sekitar 79 ribu orang yang dites PCR di DKI. Angka itu jauh melampaui target testing minimum per pekan yang ditetapkan WHO, yakni sebesar 10.645 tes per pekan. 

Keterisian ranjang atau bed occupancy rate (BOR) di rumah sakit juga jauh menurun. Per 2 September 2021, BOR di 140 rumah sakit rujukan COVID-19 di DKI berada di kisaran 15%. Pada masa puncak, BOR DKI sempat berada di atas 80%. 

Program vaksinasi pun tergolong lancar. Berbasis data situs corona.jakarta.go.id, tercatat sudah ada sekitar 9.737.159 warga yang disuntik vaksin dosis pertama dan sebanyak 5.782.838  warga yang mendapat dua dosis vaksin per 1 September 2021.  

Zona merah di DKI pun menipis. Pada awal September, tercatat hanya tinggal RT 015 RW 007, Kelurahan Ujung Menteng, Jakarta Timur, yang termasuk zona merah di DKI Jakarta. Di sana, ada 11 kasus positif Covid-19 yang masih aktif . 

Relawan Kesehatan (Rekan) Indonesia mengapresiasi langkah Pemprov DKI Jakarta dalam menanggulangi Covid-19 di ibu kota. Ketua Kolektif Pimpinan Wilayah (KPW) Rekan Indonesia cabang DKI Jakarta, Martha Tiana Hermawan menilai membaiknya pandemi di DKI tak lepas dari peran aktif petugas lingkungan dan warga. 

“Iya. Ada kolaborasi di tingkat bawah yang penting, misalnya dari kelurahan, petugas PKK, dasawisma. Mereka tupoksinya bukan tangani C-19. Tetapi, semua jajaran atas instruksi gubernur wajib menanggulangi Covid-19, dan melakukan,” ucap Tian kepada Alinea.id, Rabu (1/9).

Meski begitu, Tian mengatakan masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Pemprov DKI dalam penanganan pandemi. Salah satunya ialah terkait ketimpangan dalam penyediaan fasilitas kesehatan di sejumlah titik ibu kota.

“Ada beberapa daerah yang puskesmasnya masih minim. Contohnya Pejaten Timur. Itu wilayahnya cukup besar, padat penduduk, tetapi puskesmasnya cuma satu. Beda dengan Pejaten Barat yang luas wilayahnya lebih kecil, tetapi puskesmasnya ada tiga. Agak timpang,” katanya.

Hingga kini, menurut Tian, masih ada kecamatan yang bahkan belum punya rumah sakit umum daerah (RSUD), semisal di Kecamatan Pancoran. “Kalau dari penanganannya, saya memberi masukan pada pemprov bahwa SDM di tingkat puskesmas kecamatan dan kelurahan itu harus ditambah,” imbuhnya. 

Relawan LaporCovid-10 Amanda Tan menilai salah satu penyebab meredanya gelombang pandemi Covid-19 di Jakarta ialah sikap responsif jajaran Pemprov dalam menanggapi laporan masyarakat. Itu dirasakan Amanda saat meneruskan laporan warga terkait kasus-kasus Covid-19 ke petugas Pemprov DKI. 

“Bisa dibilang hitungan dua hingga tiga jam, kalau laporan lengkap, mereka langsung mengeluarkan nomor resi. Tetapi, kalau laporannya bukan tupoksi mereka, mereka akan bales lama sedikit, tetapi tetap dibalas,” ucap Amanda kepada Alinea.id, Rabu (1/9).

Selain DKI, petugas Pemkot Surabaya dan Semarang juga tergolong kilat dalam memproses laporan warga terkait pandemi. Namun, responsnya tak sekilat DKI. “Tetapi, tergantung permasalahan (laporan) juga. Kalau bansos, insentif, sangat sulit ditanggap. Kalau pelanggaran prokes, mereka cepat,” tuturnya.

Seodang anak mendapatkan suntikan vaksin Covid-19 di Jakarta Islami Center, Jakarta Utara, akhir Agustus 2021. Foto Instagram @aniesbaswedan

Peran pusat

Epidemiolog dari Unair, Laura Navika Yamani pemerintah pusat turut berkontribusi meredakan gelombang pandemi Covid-19. Sebagai ibu kota, pemerintah pusat tergolong jor-joran menyokong penanganan pandemi di DKI, termasuk mengalokasikan dosis vaksin yang jauh lebih besar ketimbang daerah lain. 

“Memang pusat kasusnya itu kan yang paling banyak di DKI Jakarta. Jadi, penanganan C-19 dari pemerintah pusat juga seolah-olah terpusat di DKI Jakarta. Misalnya, seperti program vaksinasi,” tutur Laura saat dihubungi Alinea.id, Senin (30/8).

Laura menilai fokus penanganan di daerah episentrum seperti di DKI Jakarta tepat. Namun demikian, ia berharap pemerintah pusat juga tidak melupakan penanganan di daerah-daerah lain yang jadi episentrum Covid-19. “Kemarin saja, ketika kasus melandai di Pulau Jawa, ternyata ada peningkatan kasus di luar Pulau Jawa-Bali,” kata dia. 

Infografik Alinea.id/Firgie Saputra

Wakil Ketua Fraksi PDI-Perjuangan DPRD DKI Jakarta Ida Mahdiah sepakat gelombang pandemi Covid-19 tergolong cepat mereda lantaran adanya sokongan dari pemerintah pusat. Ia mencontohkan kebijakan wajib menunjukkan sertifikat vaksin saat berkunjung ke mal yang dirilis pemerintah. 

Menurut dia, kebijakan itu turut mendorong antusiasme warga DKI Jakarta untuk segera diimunisasi. "Ini kan akhirnya kebijakan luar biasa pemerintah pusat membantu daerah,” ucap Ida kepada Alinea.id, Kamis (2/9).

Meski begitu, Ida tidak menafikan peran jajaran Pemprov DKI dalam menangani Covid-19. Secara khusus, ia mengapresiasi petugas Dinas Pertamanan dan Kehutanan DKI Jakarta yang bekerja dengan sangat baik ketika kasus kematian Covid-19 sedang meningkat serta petugas puskesmas yang berjibaku menangani tumpukan pasien. 

"Tidak memungkiri ada peranan pemda di sana (penanganan pandemi), terutama petugas puskesmas, pihak kelurahan yang membantu penanganan. Saya apresiasilah kepada petugas, baik puskesmas, kelurahan, dinas pemakaman," kata dia. 

Ida berharap kolaborasi antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan swasta seperti yang terjadi di DKI direplikasi di daerah lain. "Ini efektif menekan kasus Covid-19. Kita mesti akui itu bahwa memang banyak peranan pihak luar yang luar biasa. TNI, Polri, swasta, itu banyak sekali," ujarnya. 
 

Berita Lainnya
×
tekid