sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Di tengah penolakan, DPR akan sahkan RUU Kesehatan hari ini

Forum Guru Besar Lintas Profesi (FGBLP) menjadi salah satu pihak yang belakangan menyuarakan menolak pengesahan RUU Kesehatan.

Immanuel Christian
Immanuel Christian Selasa, 11 Jul 2023 10:23 WIB
Di tengah penolakan, DPR akan sahkan RUU Kesehatan hari ini

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan akan disahkan dalam rapat paripurna DPR hari ini, Selasa (11/7). Wakil rakyat mengagendakan pengesahan RUU berformat sapu jagat (omnibus law) itu pada pukul 12.30 WIB. 

RUU Kesehatan akan disahkan bersamaan dengan dua agenda lainnya, yaitu penyampaian keterangan pemerintah terhadap RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2022 dan pendapat fraksi-fraksi atas RUU usul inisiatif Badan Legislasi (Baleg) DPR tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang dilanjutkan pengambilan keputusan menjadi RUU Usul DPR RI.

Sejumlah pihak menganggap pengesahan RUU Kesehatan terkesan terburu-buru mengingat RUU inisiatif DPR RI ini dibahas sejak tahun lalu. Daftar inventarisasi masalah (DIM) oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) baru dilakukan Februari-April 2023. 

Gelombang kritik dan penolakan pun datang dari sejumlah organisasi. Terbaru, RUU Kesehatan ditolak Forum Guru Besar Lintas Profesi (FGBLP) dengan empat alasan. 

Pertama, penyusunannya tidak memenuhi asas krusial pembuatan undang-undang, yakni keterbukaan (transparan), partisipatif, kejelasan landasan pembentukan seperti filosofis-sosiologis-yuridis, dan kejelasan rumusan.

Forum berisikan sekitar 150 guru besar profesi profesi kesehatan dan nonkesehatan. Menurut Forum, perlu perbaikan dan peningkatan kualitas perumusan serta partisipasi publik agar RUU Kesehatan lebih komprehensif dan sesuai kebutuhan masyarakat. 

"Kedua, tidak ada urgensi dan kegentingan mendesak untuk pengesahan RUU Kesehatan saat ini," tulis FGBLP dalam keterangannya, Senin (10/7). "Di saat yang sama, negara kita sedang menyiapkan sebuah hajatan demokrasi besar yang memerlukan perhatian serius, yaitu pemilihan umum (pemilu)."

RUU Kesehatan akan mencabut 9 UU tentang kesehatan dan mengubah 4 UU terkait. FGBLP berpendapat, semua regulasi yang akan dicabut dan diubah itu masih relevan digunakan dan tidak ditemukan adanya redundan dan kontradiksi satu sama lain. 

Sponsored

Alasan ketiga, berbagai aturan dalam RUU Kesehatan berisiko memantik destabilitas sistem kesehatan serta mengganggu ketahanan kesehatan bangsa. Sebab, sejumlah pasal-pasal dalam RUU Kesehatan tidak kondusif dan menunjukkan ketidakberpihakan pada ketahanan kesehatan bangsa yang adekuat.

Contohnya, penghapusan pasal tentang pengeluaran negara (mandatory spending), yang bertentangan dengan amanah Abuja Declaration WHO dan TAP MPR RI X/MPR/2001. Selain itu, ada pasal-pasal tentang ruang multibar bagi organisasi profesi (OP) dalam RUU ini.

Keempat, Forum berpendapat, pengesahan RUU Kesehatan yang sarat kontroversi berpotensi memicu kelemahan penerimaan dan implementasi UU (reluctant compliance). Akibatnya, terjadi konflik dan ketidakstabilan bidang kesehatan, kurangnya legitimasi UU, serta minimnya partisipasi kolektif yang bermakna dari berbagai lapisan masyarakat dan pemangku kepentingan, termasuk organisasi profesi. 

Penyesalan Kemenkes
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyesalkan sikap sejumlah guru besar dari universitas ternama itu. Kemenkes sesumbar kritik RUU Kesehatan tersebut hanya berdasarkan provokasi dan fakta sesat yang diembuskan pihak-pihak tertentu.

"Kami menyesalkan para guru besar tersebut tidak membaca dan tidak tabayun mencari fakta sebenarnya terkait RUU Kesehatan," kata juru bicara Kemenkes, Mohammad Syahril, di Jakarta, Senin (10/7).

Syahril mengklaim, penolakan terhadap RUU Kesehatan hanya didasarkan pada kabar bohong yang beredar di WhatsApp (WA) grup dan provokasi pihak-pihak tertentu. Menurut dia, RUU Kesehatan disusun untuk membuat masyarakat lebih mudah mengakses dokter dan mendapatkan pengobatan dan layanan kesehatan yang murah. 

Salah isu yang diembuskan para guru besar, urai Syahril, terkait terminologi dan waktu aborsi. Padahal, kata dia, masalah aborsi sudah diatur dalam UU KUHP yang baru. RUU Kesehatan hanya mengikuti apa yang sudah ada di UU KUHP agar tidak bertentangan. 

Isu lain yang salah kaprah adalah terkait kebijakan genomik. Menurut Syahril, pengobatan presisi secara genomik sudah umum di negara lain. Bahkan, Indonesia sudah jauh ketinggalan.

"Malaysia dan Thailand sudah memulainya lebih dari 5 tahun lalu. Kenapa guru besar ini keberatan dengan ilmu baru ini?" tanya Syahril.

Berita Lainnya
×
tekid