sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Dua penyakit ini faktor dominan jemaah haji meninggal dunia

Dalam 5 tahun terakhir pelaksanaan ibadah haji, jumlah kasus kematian pada 2022 mengalami penurunan signifikan.

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Senin, 15 Agst 2022 07:20 WIB
Dua penyakit ini faktor dominan jemaah haji meninggal dunia

Sebanyak 89 jemaah haji asal Indonesia meninggal dunia hingga hari ke-72 operasional penyelenggaraan haji 2022 atau Minggu (14/8). Penyakit jantung dan pernafasan mendominasi.

Dibandingkan periode sama pada penyelenggaraan haji 5 tahun terakhir, terjadi penurunan kasus. Perinciannya, sebanyak 342 dari 168.800 jemaah meninggal dunia (2.06 permil) pada 2016, 645 dari 221.000 jemaah (2.94 permil) pada 2017, 350 dari 203.350 jemaah (1.70 permil) pada 2018, dan 447 dari 212.730 jemaah (1.94 permil) pada 2019.

"Secara umum, angka jemaah yang sakit maupun yang meninggal memang cukup signifikan penurunannya," ucap Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Budi Sylvana, dalam keterangannya. "Mudah-mudahan target 1 permil bisa kita capai."

"Meninggal merupakan hak Allah, tetapi menjaga kesehatan merupakan ikhtiar kami dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada jemaah haji. Kami berusaha semaksimal mungkin agar jemaah sehat dan dapat melaksanakan ibadah dengan baik dan dapat pulang ke Indonesia dalam keadaan sehat," tuturnya.

Dia menambahkan, Kemenkes melakukan berbagai upaya dalam rangka menekan angka jemaah yang sakit ataupun meninggal saat ibadah haji. Salah satunya, penguatan digitalisasi pelayanan melalui TeleJemaah dan TelePetugas.

"TeleJemaah mempermudah petugas kesehatan dalam memantau kondisi kesehatan jemaah haji berisiko tinggi (risti)," katanya. Aplikasi TeleJemaah terhubung dengan wristband yang dipakai di pergelangan tangan jemaah. Sedikitnya 3.000 wristband dibagikan kepada jemaah paling risti.

Melalui aplikasi ini, terang Budi, petugas kesehatan dapat memantau tanda vital jemaah risti. Misalnya, detak jantung, tekanan darah, dan saturasi oksigen.

Sementara itu, TelePetugas sebagai kontrol kesehatan jemaah dari semua aspek. Di antaranya, rawat jalan, rujukan, karantina, pengawasan makanan, hingga informasi promosi kesehatan.

Sponsored

TelePetugas juga menjalankan fungsi pemantauan tanda vital jemaah dari TeleJemaah melalui mekanisme pelaporan smart watch atau wristband. Selain itu, bisa dipakai untuk memonitor tombol bantuan jemaah.

Upaya Kemenkes berikutnya adalah memperketat pemantauan terhadap jemaah risti melalui penapisan (screening) kesehatan atau medical check up (MCU) oleh KKHI Makkah maupun KKHI Madinah. Sekitar 50 jemaah diperiksa dan berkonsultasi dengan dokter spesialis KKHI setiap harinya.

Lalu, memaksimalkan pelayanan kesehatan di KKHI, terutama untuk kebutuhan kegawatdaruratan (live saving). Rujukan ke RSAS dilakukan bagi jemaah yang membutuhkan pelayanan kesehatan lebih lanjut. KKHI didukung 48 dokter spesialis dari 13 keilmuan.

Kemenkes juga memanfaatkan teknologi tekno cool untuk mengantisipasi kasus serangan panas (heat stroke) pada fase armuzna. "Alhamdulillah, angka kematian akibat heat stroke di Armuzna tidak ada meski kasusnya banyak," ujar Budi.

Berikutnya, memperkuat layanan Bergerak Secara Bergelombang (BSB) untuk antisipasi kasus kelelahan di jalur Jamarat. Sebanyak 20 petugas kesehatan dalam 5 tim diterjunkan. Mereka bergerak sepanjang terowongan Mina berbekal kursi roda, air, oralit, dan perlengkapan kegawatdaruratan lainnya.

Pada periode Armuzna dan pasca-Armuzna, lanjut Budi, juga dilakukan penguatan pengawalan terhadap jemaah risti melalui formasi 30. Artinya, setiap 30 jemaah risti di setiap kloter dikawal tenaga kesehatan haji Indonesia (TKHI) yang mendampinginya. "Alhamdulillah, aktivitas ini membantu dalam menjaga kondisi kesehatan jemaah."

Selain itu, melakukan dilakukan promosi kesehatan dengan engirim pesan agar jemaah menyesuaikan aktivitas ibadah fisik dengan kondisi kesehatan masing-masing. Promosi kesehatan dilakukan hingga upaya deteksi dini.

Berita Lainnya
×
tekid