sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Edhy Prabowo dan 6 orang jadi tersangka suap izin ekspor benur

Kasus ini terbongkar melalui operasi klandestin yang dilakukan komisi antirasuah di beberapa tempat, Selasa (25/11) dini hari.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Kamis, 26 Nov 2020 01:22 WIB
Edhy Prabowo dan 6 orang jadi tersangka suap izin ekspor benur

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo (EP), sebagai tersangka. Dia terjerat kasus dugaan rasuah penerimaan hadiah atau janji dalam perizinan tambak, usaha, dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

Politikus Partai Gerindra tersebut "ditemani" enam orang lain sebagai tersangka. Mereka adalah Staf Khusus Menteri KP, Safri (SAF); pengurus PT Aero Citra Kargo, Siswadi (SWD); staf istri Menteri KP, Ainul Faqih (AF); Amiril Mukminin (AM); Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito (SJT); dan Staf Khusus Menteri KP, Andreau Pribadi Misanta (APM).

"Para tersangka saat ini dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 25 November 2020 sampai dengan 14 Desember 2020. Masing-masing bertempat di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih untuk tersangka EP, SAF, SWD, AF, dan SJT," ujar Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango saat jumpa pers, Rabu (25/11) malam.

Kendati demikian, Nawawi mengatakan dua orang lainnya, Andreau dan Amiril, belum ditahan. Keduanya masih buron dan diminta segera menyerahkan diri.

Dalam rekonstruksi perkara, Edhy menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP Men-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster pada 14 Mei 2020, di mana Andreau selaku ketua pelaksananya. Tim tersebut salah satunya bertugas memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan calon eksportir benur atau benih lobster.

Awal Oktober 2020, Suharjito datang ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk bertemu Safri. Dalam sua itu, diketahui ekspor benih lobster hanya melalui PT Aero Citra Kargo.

"Dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor yang merupakan kesepakatan AM dengan APM dan SWD," jelasnya.

Atas kegiatan ekspor benur tersebut, PT Dua Putra Perkasa diduga mentransfer uang ke rekening PT Aero Citra Kargo senilai Rp731.573.564. Selanjutnya atas perintah Edhy melalui Tim Uji Tuntas, PT Dua Putra Perkasa memperoleh penetapan kegiatan ekspor.

Sponsored

"Dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK (Aero Citra Kargo)," ucapnya.

Berdasarkan data kepemilikan, PT Aero Citra Kargo terdiri dari Amri (AMR) dan Ahmad Bahtiar (ABT) yang diduga merupakan nominee dari pihak Menteri Edhy, serta Yudi Surya Atmaja (YSA).

"Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing Rp9,8 miliar," ungkap Nawawi.

Babak berikutnya, 5 November, diterka terdapat transfer dari rekening Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul sebesar Rp3,4 miliar. Duit itu diduga diperuntukkan Edhy, Iis Rosyati Dewi (IRW) selaku istri Edhy, Safri, dan Andreau.

"Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu Amerika Serikat di tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta. Di antaranya berapa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," ujarnya.

Di samping itu, Edhy juga diduga menerima sejumlah uang sebesar USD$100.000 dari Suharjito melalui Safri dan Amiril sekitar Mei 2020. Di sisi lain, Safri dan Andreau menerima uang total Rp436 juta dari Ainul pada Agustus 2020.

Para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedangkan pemberi dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid