sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Gugatan ditolak, HTI anggap pengadilan tak jelas

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bakal mengajukan banding dan menganggap pengadilan tak jelas setelah seluruh gugatan ditolak.

Robi Ardianto
Robi Ardianto Senin, 07 Mei 2018 23:03 WIB
Gugatan ditolak, HTI anggap pengadilan tak jelas

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bakal mengajukan banding dan menganggap pengadilan tak jelas setelah seluruh gugatan ditolak. 

Juru bicara HTI, Ismail Yusanto mengatakan, putusan pemerintah terhadap pencabutan badan hukum HTI merupakan sebuah bentuk kezaliman. Sebab, pencabutan tersebut berdasarkan sesuatu yang tidak jelas. 

"Apa salah HTI, itu tidak jelas. Bahkan, dalam surat keputusan (SK) putusan tersebut juga tidak jelas. Maka itu kezaliman ini sudah harus dihentikan. Tidak boleh diteruskan, tidak boleh disahkan," kata Ismail kepada Alinea.id, Senin (7/5).

Dia menegaskan, yang terjadi justru Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengesahkan putusan tersebut. "Tandanya pengadilan mengesahkan kezaliman, maka itu kita akan melakukan banding," katanya.

Saat ini, pihaknya sedang mempersiapkan segala sesuatunya terlebih dahulu, untuk melakukan banding.  Selain itu, Ismail juga menegaskan HTI saat ini memberikan dukungan kepada Partai Bulan Bintang (PBB). 

"Kalau soal itu jelas HTI memang mendukung kedepannya. Bahkan, saat ini HTI telah mendukung PBB," katanya.

Akan tetapi, Ismail enggan membeberkan wujud dukungan yang akan diberikan kader HTI kepada PBB. 

"Yang penting mendukung, seperti apa wujud dukungannya, biarkan kami saja yang mengetahuinya," tegasnya. 

Sponsored

Sementara itu, Yusril Ihza Mahendra berpendapat bahwa perkara Gugatan HTI terhadap pembubaran organisasi tersebut belumlah final meskipun telah ditolak oleh PTUN Jakarta. 

Yusril menyebut, masih ada upaya hukum banding dan kasasi sampai putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. 

Sekarang HTI kalah 0-1 lawan pemerintah. “Bisa saja nanti pemerintah kalah di Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung” kata Yusril.

Ahli hukum tatanegara tersebut berpendapat, agak sulit bagi majelis sidang untuk sepenuhnya bersikap objektif dalam menyidangkan perkara HTI.

"Pemerintah tentu akan merasa sangat dipermalukan jika sekiranya keputusan membubarkan HTI dibatalkan oleh pengadilan," kata dia.

Yusril mengatakan bahwa selama sidang, pemerintah hanya menghadirkan dua saksi fakta yang tidak menerangkan apa-apa tentang kesalahan HTI. Pemerintah malah mendatangkan ahli sebanyak sembilan orang, yang semuanya adalah orang-orang yang terafiliasi dengan pemerintah seperti Rektor UIN Yogyakarta dan Prof Azyumardi Azra, mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 

"Keterangan ahli mereka sukar dipertanggungjawabkan secara akademis karena semua mereka adalah bagian dari Pemerintah," tegasnya. 

Menurutnya, HTI dibubarkan semenjak tanggal 19 Juli 2017 dan didasarkan atas Perpu No 1 Tahun 2017 yang terbit tanggal 10 Juli 2017, maka jika pemerintah menganggap HTI mengajarkan faham yang bertentangan dengan Pancasila, pemerintah harus membuktikan bahwa dalam waktu sembilan hari tersebut, HTI memang melanggar Pancasila, bukan menggunakan bukti-bukti sebelum berlakunya Perpu. 

"Karena Perpu tidak berlaku surut. Sejauh itu, saya menganggap pemerintah gagal membuktikannya dalam persidangan," jelasnya.

Yusril turut mengingatkan kepada kelompok masyarakat yang tidak suka kepada HTI agar jangan terlalu gembira dulu dengan putusan PTUN Jakarta. Demikian juga dengan warga HTI jangan bersedih dan putus asa. 

“Perjuangan menegakkan keadilan adalah perjuangan panjang dan berliku. Kita harus menjalaninya dengan kesabaran dan ketegaran,” kata Yusril.
 

Berita Lainnya
×
tekid