close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah. Foto Antara.
icon caption
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah. Foto Antara.
Nasional
Sabtu, 18 Desember 2021 07:47

Indonesia bisa menjadi pemimpin di kalangan negara muslim

Indonesia disebut bisa menjadi pemimpin di kalangan negara-negara muslim, sekaligus juga menjadi pemimpin di negara-negara demokrasi.
swipe

Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan Indonesia bisa menjadi pemimpin di kalangan negara-negara muslim di dunia. Menurut Fahri, Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia. 

"Indonesia juga salah satu negara demokrasi terbesar di dunia pula, sehingga Indonesia bisa menjadi pemimpin di kalangan negara-negara muslim, sekaligus juga menjadi pemimpin di negara-negara demokrasi," ujar Fahri, dalam ketarangan resmi, Jumat (17/12). 

Fahri mengatakan jika dikaitkan dengan perebutan pengaruh antara pakta militer baru Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (AUKUS) dengan China, Indonesia harus menolak menjadi ekor, tetapi tetap menjadi pemimpin. Indonesia dinilai tidak layak menjadi ekor dalam  konflik maupun polarisasi yang terjadi di dunia. 

"Indonesia adalah negara yang didesain untuk berada di tengah-tengah. Baik secara geografis, maupun secara value (nilai). Karena itu, Indonesia lebih cocok menjadi pemimpin," ujarnya.

Saat ini, ujarnya bila merujuk pada buku Samuel Huntington, The Clash of Civilization and the Remaking of World Order, telah terjadi konflik peradaban, antara peradaban Barat dengan non-Barat, yaitu Tiongkok atau Konfusian serta Islam. Konflik antara Barat dan Tiongkok, disebut lebih kepada konflik spiritual. Tapi konflik Barat dan Islam, bernuansa spiritual. 

"Indonesia berada di tengah-tengah seluruh kutub itu dari segala segi," ujarnya. 

Pada kesempatan sama, Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana mengatakan Indonesia selayaknya menganut politik luar negeri bebas aktif dalam konstelasi politik dunia. Dengan begitu, Indonesia selalu netral dalam konflik maupun polarisasi di dunia. "Lagi pula Indonesia juga bisa bersahabat dengan negara manapun," ujarnya. 

Namun, Hikmahanto mengingatkan, politik luar negeri bebas aktif itu dipegang oleh Indonesia, selama Indonesia tidak diganggu kepentingan nasionalnya 

"Ketika Indonesia sudah diganggu kepentingan nasionalnya, maka kita harus berhadapan dengan siapapun pengganggu itu," ujarnya 

Hikmahanto mencontohkan kebijakan Presiden Jokowi. Saat ini, Indonesia memang menjalin hubungan ekonomi erat dengan China. Namun, ketika Laut Natuna Utara diganggu oleh China, maka Presiden Jokowi berhadapan dengan China.

"Demikian juga terhadap Amerika. Kita bersahabat dengan Amerika, tapi  ketika militer Amerika, Australia dan Inggris itu bermanuver, Presiden Jokowi perlu menentang hal itu karena bisa memicu perlombaan senjata di Asia Pasifik," ujarnya.

img
Satriani Ari Wulan
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan