sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Indonesia dinilai tak mampu menganalisis dampak pencemaran udara

Sidang gugatan warga atas pencemaran udara Jakarta berlanjut.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Kamis, 26 Nov 2020 07:25 WIB
Indonesia dinilai tak mampu menganalisis dampak pencemaran udara

Sidang gugatan warga negara atas pencemaran udara Jakarta berlanjut dengan menghadirkan saksi ahli di hadapan majelis hakim pengadilan negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (26/11).

Ahli bidang pengendalian pencemaran udara Dollaris Riauaty mengingatkan agar pemerintah tidak menunda-nunda dalam melaksanakan pedoman world health organization (WHO).

Menurutnya, pencemaran udara yang telah terjadi selama puluhan tahun bisa meningkatkan risiko kesehatan masyarakat Indonesia. Pasalnya, Indonesia tidak memiliki data komprehensif terkait dampak pencemaran udara.

Indonesia, sambung dia, juga tidak mampu melakukan penelitian atau analisis dampak kesehatan terhadap kondisi lingkungan. Maka, mengadopsi kebijakan negara lain menjadi pilihan terbaik untuk mengurangi risiko kesehatan masyarakat akibat pencemaran udara.

“Ini menyangkut keselamatan manusia. Jadi, enggak boleh menunda atau menunggu sampai kita melakukan studi di negeri sendiri. Kita bisa mengadopsi data-data dari negara lain untuk menyelamatkan negara kita. Kita ini bicara keselamatan manusia yang enggak bisa ditunda,” tutur Dollaris di depan majelis hakim yang dipimpin Saifuddin Zuhri.

Dia menambahkan, jika pemerintah belum mampu mengalokasikan sumber daya yang besar, maka semestinya tidak mengorbankan korban pencemaran udara yang semakin meluas.

Kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, Dollaris mendesak agar melaksanakan peraturan perundangan terkait baku mutu udara ambien (BMUA).

Pemerintah, jelas dia, perlu menyusun strategi dan rencana aksi pemulihan kualitas udara, dengan mempriorioritaskan inventarisasi emisi dan pemantauan kualitas udara agar bisa mengetahui parameter yang perlu ditangani.

Sponsored

Pun terkait penanganan sumber-sumber pencemaran yang perlu diprioritaskan.

“Yang ideal itu setiap kebijakan harus berbasis ilmiah, jadi harus tahu apa yang dikendalikan. Tidak bisa meraba-raba, mengira-ngira, dan tidak bisa tidak punya basis ilmiah karena ini kebijakan publik,” ucap Dollaris.

Sidang gugatan atas pencemaran udara Jakarta ini akan kembali dijadwalkan pada Rabu 2 Desember 2020, dengan agenda pemeriksaan Saksi Ahli dari penggugat.

Untuk diketahui, Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Semesta (Koalisi Ibukota) mendampingi perjalanan gugatan 32 warga, menuntut hak publik atas lingkungan yang sehat kepada Presiden Republik Indonesia (sebagai tergugat 1), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (tergugat 2), Menteri Dalam Negeri (tergugat 3), Menteri Kesehatan (tergugat 4), Gubernur DKI Jakarta (tergugat 5), Gubernur Banten (turut tergugat 1), dan Gubernur Jawa Barat (turut tergugat 2).

Berita Lainnya
×
tekid