sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kaleidoskop: Catatan wajah baru ruang publik Jakarta usai revitalisasi

Selain kawasan wisata, Pemprov DKI Jakarta juga melakukan revitalisasi terhadap 46 halte Transjakarta mulai April 2022.

Gempita Surya
Gempita Surya Kamis, 29 Des 2022 08:09 WIB
Kaleidoskop: Catatan wajah baru ruang publik Jakarta usai revitalisasi

Tahun berganti tahun, Provinsi DKI Jakarta tidak berhenti mempercantik diri. Sebagai ibu kota negara, setidaknya sampai sebelum IKN Nusantara diresmikan, Jakarta menjadi magnet pembangunan di hampir seluruh sektor.

Tak terkecuali di sektor pariwisata, kota terbesar di Indonesia ini memiliki sejumlah destinasi wisata unggulan untuk menarik wisatawan domestik maupun mancanegara. Berdasarkan data yang dihimpun Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta dari masing-masing pengelola di 20 lokasi daya tarik wisata (DTW), kunjungan wisatawan sejak Januari hingga Mei 2022 tercatat sebanyak 4.016.807 wisatawan lokal dan 11.460 wisatawan mancanegara.

Pemprov DKI Jakarta maupun pemerintah pusat melakukan revitalisasi terhadap beberapa lokasi DTW yang ada di ibu kota itu, seperti Taman Mini Indonesia Indah, Taman Ismail Marzuki, dan kawasan Kota Tua. Wajah baru ketiga objek wisata tersebut telah diresmikan tahun ini usai direvitalisasi.

Kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM) di Cikini, Jakarta Pusat, kembali dibuka untuk publik usai diresmikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada September 2022. PT Jakarta Propertindo (Jakpro) mengungkapkan, total anggaran revitalisasi TIM sebesar Rp 1,4 triliun, yang berasal dari dana pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Revitalisasi yang dimulai pada pertengahan 2019 ini dilakukan untuk menjadikan TIM sebagai pusat wisata edukasi kesenian dan kebudayaan. Saat ini hampir seluruh bangunan di kompleks TIM sudah beroperasi, kecuali Planetarium yang masih belum dibuka untuk umum. Kendati demikian, wajah baru TIM memiliki daya tarik tersendiri sebab pengunjung bukan hanya bisa melihat event budaya dan seni, tetapi juga memanfaatkan bangunan-bangunannya sebagai ruang untuk berkegiatan di publik.

Pada bulan yang sama, Pemprov DKI juga meresmikan pembukaan kembali kawasan Kota Tua usai direvitalisasi. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut kawasan tersebut dinamai Batavia sebagaimana nama aslinya dulu.

Dinas Bina Marga DKI Jakarta mengungkapkan, biaya revitalisasi Kota Tua mencapai Rp 102 miliar untuk 11 lingkup pekerjaan. Adapun dalam Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2010, Kota Tua akan ditata untuk mendukung kegiatan pariwisata, jasa, perdagangan, dan perkantoran. 

Revitalisasi Kota Tua disiapkan untuk zona rendah emisi serta dirancang untuk menghadirkan kawasan wisata yang ramah terhadap pesepeda dan pejalan kaki. Hal ini tampak dari beberapa ruas jalan yang diubah menjadi jalur bebas kendaraan bermotor serta moda transportasi publik yang lebih terintegrasi. Selain itu, terdapat juga fasilitas seperti tempat duduk di beberapa titik di sepanjang kawasan Kota Tua yang dapat dimanfaatkan oleh warga. 

Sponsored

Meski telah dibuka untuk umum, namun revitalisasi kawasan Kota Tua belum 100% rampung. Masih ada beberapa titik yang tengah dilakukan pembangunan, seperti pembangunan Fase 2A MRT Jakarta.

Wajah baru wisata Jakarta juga ditunjukkan salah satu lokasi legendaris, yakni Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Pembukaan operasional TMII pada November 2022 merupakan uji coba terbatas dengan pemberlakuan kuota kunjungan.

Revitalisasi TMII berlangsung sejak Januari-Oktober 2022, dengan nilai anggaran sebesar Rp1,1 triliun. Usai direvitalisasi, TMII mengusung tema dan konsep sebagai kawasan wisata yang rendah karbon dan ramah lingkungan dengan 70% zona hijau dan 30% bangunan.

Untuk mendukung konsep dan wajah baru tersebut, TMII melarang kendaraan bermotor beroperasi di sana. Pengunjung dapat mengelilingi kawasan TMII dengan berjalan kaki, bersepeda, atau menaiki kendaraan listrik. Untuk pengunjung yang membawa kendaraan pribadi, disediakan area parkir khusus di TMII yang mampu menampung hingga 700 mobil dan lebih dari 300 sepeda motor.

Selain itu, miniatur pulau-pulau di Indonesia yang berada di TMII ditata ulang dengan apik dan rapi, serta dilengkapi tanaman dan jalur pedestrian. Tampilan dari anjungan masing-masing provinsi juga lebih segar dengan polesan cat baru dan sejumlah perbaikan, sehingga menjadi daya tarik bagi pengunjung.

Ketiga lokasi tersebut hanyalah sebagian dari banyaknya titik wisata di DKI Jakarta. Revitalisasi dilakukan dengan mengedepankan tersedianya ruang ketiga bagi masyarakat. Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga menilai, upaya Pemprov DKI Jakarta untuk merevitalisasi ruang-ruang publik perlu diapresiasi. Namun, ada juga catatan yang perlu diperhatikan khususnya terkait pemeliharaan dan perawatan.

“Yang perlu diperhatikan adalah pembiayaan pemeliharaan dan perawatan ruang-ruang publik tersebut. Karena, beberapa ruang publik yang sudah direvitalisasi dalam lima tahun terakhir ini sudah mulai terlihat kusam atau rusak,” kata Nirwono kepada Alinea, Rabu (28/12).

Dicontohkan Nirwono, ruang publik yang tampak tidak terawat itu, misalnya, sejumlah jembatan penyeberangan orang (JPO) di kawasan Sudirman-Thamrin atau ruang publik di area Stasiun Dukuh Atas. Kendati demikian, menurutnya Pemprov DKI Jakarta kedepannya perlu didorong untuk tetap merevitalisasi ruang publik yang mati suri.

“Membangun ruang-ruang publik baru yang tersebar merata di lima kota dan satu kabupaten, sehingga warga Jakarta atau Jabodetabek dapat memiliki ragam alternatif wisata ke ruang publik,” ujar dia.

Selain kawasan wisata, Pemprov DKI Jakarta juga melakukan revitalisasi terhadap 46 halte Transjakarta mulai April 2022. Proyek dengan anggaran Rp600 miliar tersebut ditargetkan rampung dalam kurun waktu enam bulan. Revitalisasi ini terdiri dari pengubahan 4 halte ikonik, 4 halte terintegrasi, dan peremajaan 38 halte biasa.

Pada Oktober 2022, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan operasional halte Transjakarta yang berada di Bundaran HI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Menurut Anies, dibangunnya halte ini memberi kesempatan bagi semua warga untuk menikmati keindahan bundaran HI tanpa memandang kelas ekonomi.

Halte Bundaran HI merupakan salah satu dari empat halte ikonik bersama Halte Sarinah, Halte Tosari, dan Halte Dukuh Atas 1. Halte Bundaran HI memiliki bentuk menyerupai kapal pesiar dengan anjungan atau sky deck yang berada di lantai dua. Dari anjungan inilah, masyarakat dapat berfoto dengan latar belakang Tugu Selamat Datang yang berada di tengah Bundaran HI.

Lokasi ini kemudian menjadi spot wisata dadakan, mengingat aksesnya berada di pusat kota dan cukup terjangkau. Selain itu, fasilitas anjungan di lantai dua ini nantinya akan diisi oleh beberapa tenant apabila pembangunannya telah rampung.

Namun, keberadaan halte ikonik dengan bentuk unik yang menjadi daya tarik masyarakat ini tak lepas dari polemik. Revitalisasi halte Bundaran HI dan halte Tosari di Jakarta Pusat menuai sorotan sebab berpotensi mengganggu estetika ruang. Bentuk dan tinggi halte dapat menghalangi pandangan ke Tugu Selamat Datang.

“Kedua halte tersebut menutup sumbu imajiner utara dan selatan Tugu Selamat Datang dan kisah sejarahnya, sehingga merusak nilai sejarah kota,” ujar Nirwono.

Terlebih, Bundaran HI beserta jalan melingkar yang mengelilingi, air mancur, serta Tugu Selamat Datang, sudah dikaji dan diusulkan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk mendapatkan keputusan gubernur sebagai obyek cagar budaya. Selain itu, Nirwono menilai, arsitektur halte ikonik juga tidak sesuai dengan fungsi dasar sebuah halte bus.

“Halte bus berfungsi sebagai tempat transit turun, naik, atau berpindah ke moda transportasi lain dengan cepat, sehingga sebenarnya tidak perlu berlama-lama di halte. Semakin cepat meninggalkan halte justru semakin baik,” tuturnya.

Ditambahkan Nirwono, ia juga menyoroti perubahan fungsi halte bus menjadi ruang publik yang berpotensi untuk dikelola secara komersial. Sementara, keuntungan didapat dengan mengabaikan tata kota dan nilai kesejarahan kawasan kota Jakarta.

Menurutnya, hal ini justru menjadi preseden buruk bagi pembangunan halte-halte bus Transjakarta di lain tempat jika mengikuti model seperti ini.

“Sebaiknya dikembalikan saja ke fungsi halte semula dengan bentuk sederhana, tetapi tetap dengan desain arsitektur yang menarik, sehingga menambah nilai estetika kota tanpa harus merusak tata kota,” kata dia.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid