close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Aktivis HAM yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet (ketiga kiri) didampingi Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo (ketiga kanan) memberikan keterangan pers usai menjalani pemeriksaan di Bareskirm Mabes Polri, Ja
icon caption
Aktivis HAM yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet (ketiga kiri) didampingi Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo (ketiga kanan) memberikan keterangan pers usai menjalani pemeriksaan di Bareskirm Mabes Polri, Ja
Nasional
Selasa, 12 Maret 2019 14:50

Kasus penghinaan TNI oleh Robertus Robet naik ke penyidikan

Robet dianggap melakukan tindak pidana menyebarkan informasi yang tujuannya untuk menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan.
swipe

Kasus dugaan penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum yang menjerat aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet akan naik ke penyidikan. Naiknya status kasus tersebut diketahui setelah Kejaksaan Agung RI menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dari Direktur Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri.

Surat itu bernomor: B/32/III/2019/Dittipidsiber, tertanggal 11 Maret 2019 itu diterima kejaksaan pada Senin, (11/3). Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI, Mukri, mengatakan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung telah menerbitkan surat perintah penunjukan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang beranggotakan tiga orang.

“Namun, saat ini masih menunggu pengiriman berkas perkara dari Penyidik Direktorat Tipidsiber Bareskrim Polri,” kata Mukri berdasarkan keterangan resmi yang diterima di Jakarta pada Senin, (12/3).

Mukri menjelaskan, Robet telah melakukan tindak pidana menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian, permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Selain itu, Robet telah menyebarkan berita bohong atau hoaks dan melakukan penghinaan terhadap penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia.

Akibat perbuatannya, Robet disangkakan melanggar Pasal 45 A ayat (2) Juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 14 ayat (2) Juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan Pasal 207 KUHP.

Seperti diketahui, kasus yang menjerat Robertus Robet bermula ketika aktivis HAM itu turut berpartisipasi dalam Aksi Kamisan di depan Istana Negara, Jakarta pada 28 Februari 2019. Dalam kesempatan tersebut, menyanyikan Mars ABRI yang diplesetkan. 

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia 
Tidak berguna bubarkan saja 
Diganti Menwa (Resimen Mahasiswa), kalau perlu diganti pramuka 
Naik bus kota enggak pernah bayar 
Apalagi makan di warung Tegal

Demikianlah penggalan lirik lagu yang diplesetkan Robertus Robet yang terekam dalam sebuah video.  Video orasi Robet tersebut kemudian beredar luas. Pada Kamis (7/3), Robertus Robet ditangkap di rumahnya tanpa perlawanan. Ia dijerat melanggar UU ITE.

Tak lama setelah video yang menampilkan dirinya tengah bernyanyi, Robet kemudian memberikan klarifikasi terkait orasinya itu lewat video. Robet menegaskan, bahwa lagu itu bukan dibuat oleh dirinya, melainkan lagu yang populer di kalangan gerakan mahasiswa 1998.

Lagu itu ditujukan sebagai bentuk kritik terhadap ABRI di masa lampau, bukan TNI di masa kini. Selain itu, ia mengatakan lagu itu tidak dimaksudkan untuk menghina profesi dan institusi TNI.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan