sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kasus Perindo, Kejagung periksa 2 direktur perusahaan swasta

Pemeriksaan kepada ketiga saksi terkait pengelolaan keuangan Perum Perindo.

Ayu mumpuni
Ayu mumpuni Rabu, 01 Sep 2021 19:46 WIB
Kasus Perindo, Kejagung periksa 2 direktur perusahaan swasta

Penyidik bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa dua direktur perusahaan swasta dalam kasus dugaan korupsi Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak menerangkan, pemeriksaan dilakukan kepada Lalam Sarlam selaku Direktur PT Kemilau Bintang Timur. Kemudian, pemeriksaan dilakukan kepada Nabil M. Basyuni selaku Direktur PT Prima Pangan Madani.

"Pemeriksaan keduanya dalam kapasitas sebagai saksi," katanya dalam keterangan resmi, Rabu (1/9).

Menurut Leonard, penyidik juga memeriksa seorang wiraswasta bernama Renyta Purwaningrum. Pemeriksaan dilakukan guna mencari fakta hukum dan alat bukti tindak pidana korupsi di Perum Perindo.

"Pemeriksaan ketiga saksi terkait dengan pengelolaan keuangan Perum Perindo," ucap Leonard.

Untuk diketahui, perkara dugaan tindak pidana korupsi itu terjadi pada tahun 2017. Perum Perindo menerbitkan Medium Tern Notes (MTN) atau hutang jangka menengah. 

MTN tersebut adalah salah satu upaya untuk mendapatkan dana dengan cara menjual prospek. Adapun prospek yang dijual Perum Perindo dalam hal penangkapan ikan, selanjutnya Perum Perindo mendapatkan dana MTN itu Rp200 miliar.

Pencairan dana MTN terbagi menjadi dua pencairan, yaitu pada Agustus 2017 telah cair Rp100 miliar dengan return 9% dibayar per triwulan dan jangka waktu 3 tahun atau pada bulan Agustus 2020. Pencairan kedua pada Desember 2017 sebesar Rp100 miliar dengan return 9,5% dibayar per triwulan dan dalam jangka waktu 3 tahun atau Desember 2020. 

Sponsored

Perum Perindo menggunakan sebagian besar dananya untuk modal kerja perdagangan. Kemudian, pendapatan Perum Perindo mengalami peningkatan sebesar Rp223 miliar pada 2016. Selanjutnya pada 2017 meningkat menjadi Rp603 miliar. Selanjutnya pada 2018 mencapai Rp1 triliun.

Pencapaian itu dilakukan dengan menjalankan seluruh unit kerja sehingga menyebabkan tidak terkontrolnya pengelolaan. Akhirnya, diduga terjadi kemacetan kredit pada mitra usaha meski transaksi masih berjalan.

Berita Lainnya
×
tekid