sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kejagung mengaku telah geledah kantor pusat Perum Perindo

Penggeledahan dilakukan guna mencari alat bukti tambahan terkait dugaan tindak pidana korupsi pada Perum Perindo.

Ayu mumpuni
Ayu mumpuni Selasa, 31 Agst 2021 09:15 WIB
Kejagung mengaku telah geledah kantor pusat Perum Perindo

Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penggeledahan di Kantor Pusat Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo).

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Supardi menyebut, penggeledahan dilakukan guna mencari alat bukti tambahan terkait dugaan tindak pidana korupsi pada Perum Perindo. Penggeledahan tersebut dilakukan pada Jumat (27/8).

“Sudah geledah, Jumat (27/8) kemarin,” kata Supardi kepada Alinea.id, Senin (30/8) malam.

Supardi menerangkan, penyidik menyita sejumlah laporan keuangan untuk dilakukan penelitian. Dia memastikan, seluruh pihak yang terlibat dalam dugaan korupsi Perum Perindo akan diproses hukum untuk mengembalikan kerugian negara hingga ratusan miliar.

“Dokumen yang disita,” ucapnya.

Untuk diketahui, perkara dugaan tindak pidana korupsi itu terjadi pada 2017. Perum Perindo menerbitkan Medium Tern Notes (MTN) atau hutang jangka menengah. 

MTN tersebut adalah salah satu upaya untuk mendapatkan dana dengan cara menjual prospek usaha. Adapun prospek usaha yang dijual Perum Perindo dalam hal penangkapan ikan, selanjutnya Perum Perindo mendapatkan dana MTN itu Rp200 miliar.

Pencairan dana MTN terbagi menjadi dua pencairan, yaitu pada Agustus 2017 telah cair Rp100 miliar dengan return 9% dibayar per triwulan dan jangka waktu tiga tahun atau pada bulan Agustus 2020. Pencairan kedua pada Desember 2017 sebesar Rp100 miliar dengan return 9,5% dibayar per triwulan dan dalam jangka waktu tiga tahun atau Desember 2020. 

Sponsored

Perum Perindo menggunakan sebagian besar dananya untuk modal kerja perdagangan. Kemudian, pendapatan Perum Perindo mengalami peningkatan sebesar Rp223 miliar pada 2016.

Selanjutnya pada 2017 meningkat menjadi Rp603 miliar. Selanjutnya pada 2018 mencapai Rp1 triliun.

Pencapaian itu dilakukan dengan menjalankan seluruh unit kerja sehingga menyebabkan tidak terkontrolnya pengelolaan. Akhirnya, diduga terjadi kemacetan kredit pada mitra usaha meski transaksi masih berjalan.

Berita Lainnya
×
tekid