sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kesempatan terakhir Jokowi gagalkan revisi UU KPK

Ada dua wilayah yang masih bisa dilakukan Jokowi untuk menolak pembahasan RUU KPK.

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro Sabtu, 14 Sep 2019 23:11 WIB
Kesempatan terakhir Jokowi gagalkan revisi UU KPK

Presiden Joko Widodo masih memiliki kesempatan terakhir kalinya untuk menggagalkan revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenal Arifin Mochtar, mengatakan meski Jokowi telah menerbitkan surat presiden (surpres) terkait usulan RUU KPK, bekas Wali Kota Solo itu masih memiliki peluang untuk menggagalkan RUU itu bisa lolos menjadi UU.

"Undang-Undang itu kan dibahas ada lima tahapan, yakni pengajuan, pembahasan, persetujuan, pengesahan, pengundangan. Nah masih ada dua wilayah, presiden masih bisa menolaknya kalau dia mau," kata Zaenal dalam diskusi di Kantor Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Yogyakarta.

Dari lima tahapan itu, kata Zaenal, presiden masih memiliki kewenangan untuk menentukan pasal mana yang bisa dibahas atau sama sekali menolak pembahasan bersama DPR. Untuk menentukan pasal-pasal tertentu yang bisa dibahas, Jokowi dapat meminta Menpan RB dan Menkum HAM untuk mengawalnya.

"Problemnya seberapa kuat ini dipesankan pada Pak Yasonna (Menkum HAM) dan Menpan RB untuk mengawal atau untuk mengatakan 'eh Pak Yasonna dan Pak Menpan RB kalau mereka (DPR) memaksakan (pasal) ini, kita cabut tidak jadi pembahasan,” ujar Zaenal mencontohkan.

Selain itu, meski telah dibahas, lanjut Zaenal, Presiden Jokowi juga masih memiliki peluang untuk menolak menyetujui bersama RUU KPK. "Dia bisa menolak mengatakan saya tidak menyetujui," kata dia.

Oleh sebab itu, ia berharap Presiden Jokowi berani menolak membahas bersama dan menyetujui bersama, sebelum memasuki proses pengesahan RUU menjadi UU.

Sebab, apabila Presiden baru menolak saat pengesahan atau tidak menandatangani, maka dalam waktu 30 hari RUU itu dengan sendirinya akan menjadi UU dan wajib diundangkan. Hal itu mengacu Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Sponsored

"Saya tidak berhenti berharap Presiden berani untuk menolak membahas bersama dan menolak menyetujui bersama," kata Zaenal.

Berita Lainnya
×
tekid