sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Keterlibatan TNI atasi terorisme bertabrakan dengan BIN, BNPT, dan Polri

Komnas HAM merekomendasikan pelibatan TNI hanya pada penindakan.

Herzha Gustiansyah S
Herzha Gustiansyah S Jumat, 20 Nov 2020 07:23 WIB
Keterlibatan TNI atasi terorisme bertabrakan dengan BIN, BNPT, dan Polri

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) M Choirul Anam mengatakan, Komnas HAM telah mengirimkan surat kepada presiden, Komisi I DPR dan Komisi III DPR yang isinya meminta penundaan pembahasan Perpres Tugas TNI Dalam Mengatasi Terorisme.

Komnas HAM menilai, ada sejumlah substansi yang bermasalah dalam pembahasan perpres tersebut. Salah satunya pada Pasal 2 Perpres soal penangkalan, karena bisa terjadi tumpang tindih dengan lembaga lain yaitu BIN, BNPT, Polri. 

"Fungsi penangkalan jika dilakukan TNI dalam penanganan terrorisme berpotensi dapat mengganggu profesionalitas TNI itu sendiri," kata dia dalam webinar dengan tema "Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan Pelibatan TNI dalam Penanganan Kontra Terorisme" pada Kamis (19/11).

Apalagi sebenarnya hal ni merupakan kewenangan lembaga negara lainnya, yaitu BNPT dan LPSK yang melindungi korban teror dan lainnya. Tidak heran jika Komnas HAM menilai Perpres ini terlihat seperti 'sapu jagat'. Di mana mengurusi semua persoalan yang sebenarnya sudah ada lembaga yang berwenang dalam soal penangkalan dan pemulihan.

Itulah sebabnya Komnas HAM merekomendasikan pelibatan TNI hanya pada penindakan, karena TNI memiliki kapasitas dengan pasukan khususnya dalam melakukan tindakan koersif pada kelompok teroris. Artinya pelibatan TNI hanya bersifat terbatas pada skala tertentu dan batas waktu tertentu.

Sementara Direktur Pascasarjana Diplomasi Universitas Paramadina Shiskha Prabawaningtyas, meminta menunda pemberlakuan Perpres tentang Tugas TNI Dalam Mengatasi Aksi Terorisme, karena masih ada hole atau belum selesainya pembahasan RUU Perbantuan TNI dan Peradilan Militer.

“Ditunda. Selesaikan RUU Perbantuan Militer dan Peradilan Militer terlebih dahulu untuk menjamin kepercayaan publik,” ujar Phil.

Ia juga mengemukakan potensi masalah baru atas hubungan pusat dan daerah, karena pada pasal Pasal 14 Perpres menyebutkan pendanaan operasi militer bisa dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN,) anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan sumber pendanaan lain. Sedangkan TNI saat ini dibiayai oleh APBN sesuai UU yang berlaku.

Sponsored

Sementara akademisi Prodi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Tadulako M Nur Alamsyah mengatakan, karakteristik militer sebagai alat kekerasan negara apapun caranya menjadi pilihan negara.

Implikasi sebagai alat kekerasan inilah bisa menerobos beberapa hal yg bisa saja keluar dari kontek demokrasi dimana ada sebagai landasan masyarakat sipil. Karena itulah hal inilah menjadi tantangan terberat soal keberadaan Perpres ini. Karena semestinya dimensi tugas pokok tidak keluar dari koridornya.

Berita Lainnya
×
tekid