sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPK dalami hubungan Nurhadi dengan Eddy Sindoro

Nurhadi dipersika sebagai saksi untuk tersangka Eddy Sindoro pada hari ini.

Rakhmad Hidayatulloh Permana
Rakhmad Hidayatulloh Permana Selasa, 06 Nov 2018 20:26 WIB
KPK dalami hubungan Nurhadi dengan Eddy Sindoro

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami peran mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Agung Nurhadi Abdurrachman, dalam kasus pengurusan perkara terkait Lippo Grup. Ini dilakukan dalam pemeriksaan Nurhadi sebagai saksi untuk tersangka Eddy Sindoro, dalam penyidikan kasus suap terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (6/11).

"Penyidik mendalami sejumlah fakta-fakta persidangan yang pernah muncul di perkara Edy Nasution sebelumnya. Peran-peran Nurhadi didalami penyidik dalam pengurusan perkara yang terkait Lippo Group di pengadilan dalam kapasitas Nurhadi saat itu sebegai Sekretaris MA," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Selasa (6/11).

Selain itu, Febri menjelaskan, tim penyidik KPK juga berusaha mendalami hubungan antara Nurhadi dengan Eddy Sindoro.

Menurut Febri, kasus Nurhadi tersebut juga berkaitan dengan kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi yang juga sedang ditangani KPK saat ini.

"Jadi, jika dalam kasus dugaan suap terkait proyek Meikarta, KPK mendalami dugaan suap terkait proses perizinan, dalam kasus ini KPK mendalami dugaan suap terkait dengan proses perkara di pengadilan. Dalam dua perkara ini, kami duga ada kaitan dengan kepentingan pihak Lippo Group," tuturnya.

Namun saat para wartawan meminta konfirmasi kepada Nurhadi soal hubungan tersebut, dia memilih pergi begitu saja. 

Perlu diketahui, Eddy Sindoro diduga kuat memberikan suap kepada mantan Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Edy Nasution, melalui perantara Doddy Ariyanto. Diduga jumlah yang diterima Edy pada April 2015, sebesar Rp100 juta. Namun setelah pemberian berturut-turut, jumlah totalnya mencapai Rp1,5 milliar. 

Uang tersebut dimaksudkan agar Edy mau melakukan revisi redaksional jawaban PN Jakarta Pusat, untuk menolak pengajuan eksekusi lanjutan Raad Van Justice No 232/1937 tanggal 12 Juli 1940.

Sponsored

Edy pun terbukti menerima US$50 ribu dan Rp50 juta untuk mengurus pengajuan Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL), meski sebetulnya masa pengajuan PK telah habis. Edy akhirnya divonis delapan tahun penjara. 

Namun sejak April 2016, Eddy Sindoro melarikan diri ke Singapura. Lucas, yang merupakan pengacara Eddy, juga dijadikan tersangka oleh KPK karena diduga ikut membantu menghalangi proses hukum bos Lippo ini. Tetapi pada 12 Oktober 2018, Eddy menyerahkan diri ke KPK.

Berita Lainnya
×
tekid