Kritik polusi udara yang menjadi komoditas politik
Ada baiknya, masyarakat dan pemerintah fokus pada cara mengatasi masalah polusi udara ketimbang menariknya ke ranah politik.
Dompet Dhuafa mengkritik isu polusi udara yang digiring menjadi isu politik. Hal ini menyusul gugatan yang dilayangkan ke sejumlah pejabat publik terkait indeks polusi kota Jakarta sebagai kota dengan polusi udara tertinggi di dunia.
Manajer Lingkungan dan Keuangan Syariah Dompet Dhuafa Syamsul Ardiansyah menyayangkan, fokus isu polusi udara yang telah ditarik menjadi kepentingan politik. Syamsul menegaskan tidak memiliki kepentingan politik soal polusi udara, sebaliknya fokus pada cara mengatasi masalah polusi udara.
Syamsul menyebut perhatian besar terkait isu polusi udara terjadi karena adanya momentum. Meski begitu, menurutnya saat ini masyarakat butuh ruang yang leluasa untuk membicarakan permasalahan polusi udara tanpa adanya tendensi.
Syamsul menyayangkan apabila saat ini polusi udara justru menjadi ajang masyarakat saling menyalahkan pilihan presidennya. Merujuk pada akun media sosial Facebook, Syamsul mendapati warganet masih merujuk pada pasangan calon tertentu soal polusi udara.
"Orang masih saja menyebut pasangan calon nomor 01 atau nomor 02. Framing tersebut diarahkan ke politik, ini menjadi masalah," kata Syamsul.
Pakar hukum lingkungan Unika Atma Jaya, Kristianto P. Halomoan menambahkan, saat ini adalah momentum yang tepat untuk membicarakan polusi udara. Meski terselip pula unsur politik di dalamnya.
"Apa pun itu, masalah sampah, masalah udara pasti ada bicara politik. Sepanjang hidup di negara moderen tidak akan ada yang lepas dari politik," kata Kristianto. di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (2/8).
Seperti diketahui, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, GreenpeaceIndonesia, dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), serta 31 orang yang tergabung dalam Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) melayangkan gugatan mengenai polusi udara.
Mereka melakukan gugatan warga negara atau citizen law suit (CLS) kepada sejumlah lembaga pemerintahan melalui Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan register perkara nomor : 374/PDT.G/LH/2019/PN.JKT.PST.
Pihak yang tergugat adalah Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur Banten Wahidin Halim.