close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Rocky Gerung. Foto: facebook.com/FansRockyGerung/photos
icon caption
Rocky Gerung. Foto: facebook.com/FansRockyGerung/photos
Nasional
Kamis, 10 Agustus 2023 18:17

Kritikan Rocky Gerung harus dilihat dari konteks hukum dan demokrasi

Perlu diperhatikan apakah kritiknya tersebut ada kesalahan atau tidak, misalnya ada kebohongan, melanggar etika dan sebagainya.
swipe

Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia Komaruddin Hidayat menilai, kritikan Rocky Gerung yang dianggap telah menghina Presiden Joko Widodo karena ada umpatan kasar, setidaknya harus ada tiga aspek yang harus diperhatikan: pertama, dilihat dari profesinya, kemudian cara dan substansi kritik, serta bahasanya.

“Kalau kritik Rocky Gerung salah, maka silakan lanjutkan ke proses hukum. Namun jika substansinya benar, harus didengarkan. Buat saya ada beberapa aspek dari kritik (Rocky). Ini juga sebagai pendewasaan demokrasi,” ujar Komaruddin dalam tayangan kanal podcast Nusantara2045 bertema Kontroversi Rocky Gerung, Kebebasan atau Hasutan.

Komaruddin menuturkan, ada bagian menarik dari kritik Rocky sebagai penciptaan demokrasi. Tetapi juga perlu diperhatikan apakah kritiknya tersebut ada kesalahan atau tidak, misalnya ada kebohongan, melanggar etika dan sebagainya.

Ia menambahkan, negara seharusnya tidak boleh kalah hanya oleh perbuatan seorang Rocky Gerung dan seluruh masyarakat menantikan bagaimana akhir dari frasa kritik disampaikannya.

“Indonesia punya banyak ahli hukum, bahasa, ayo saling berdebat ilmiah tentang frasa kritik Rocky. Kalau salah, tunjukkan, namun jika benar, bagaimana menyikapinya. Jadi Indonesia punya kualitas dalam kehidupan demokrasinya,” imbuh Komaruddin.

Ahli hukum pidana UI Chudry Sitompul berpendapat, terkait bahasa yang diucapkan Rocky dalam kritiknya perlu memperhatikan konteks kehidupan demokrasi suatu negara.

Jika Rocky mengkritik menggunakan kalimat menghina pada demokrasi Amerika, maka ia tidaklah salah sebab di negara itu tidak ada ketentuan menghina kepala negara atau presiden.

“Namun berbeda dengan demokrasi Indonesia. Di Indonesia tetap masih ada, meski sudah diuji materiil ke Mahkamah Konstitusi dan dituntut dihapus. Sekarang jadi delik materiil, akibat dari perbuatan dilakukan. Masalahnya apakah presiden merasa terhina dan tersakiti atai tidak dari ucapan Rocky, itu subyektif pribadi,” papar Chudry.

Pemandu podcast Imron Cotan mengemukakan, kritik Rocky cukup menyedot perhatian dari sisi penggunaan frasa kasar yang harus diakui telah melampaui batas dan juga menimbulkan provokasi agar massa bertindak bertentangan dengan hukum.

Imron menyebutkan, kasus-kasus sekarang, seperti dilakukan Rocky Gerung, maupun yang lalu akan membuat bangsa Indonesia menjadi lebih dewasa berdemokrasi tanpa menutup ruang kritik membangun.

Sebelumnya, akademisi Rocky Gerung mengkritik Presiden Joko Widodo dengan melontarkan kata bajingan yang tolol saat pertemuan dengan organisasi buruh dan sebagai pembicara podcast.
Kritik itu menuai protes dari sebagian masyarakat hingga melaporkannya ke kepolisian. Namun ada juga kalangan menilai apa yang disampaikan Rocky wajar dalam demokrasi.

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan