sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Motif di balik pemalakan terhadap sopir truk

Pengamat menyebut, ada motif yang lebih besar selain ekonomi dari aksi pemalakan terhadap sopir truk di beberapa titik di Jakarta.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Minggu, 14 Jan 2024 06:32 WIB
Motif di balik pemalakan terhadap sopir truk

Samijan, 42 tahun, seorang sopir truk angkut susu kemasan yang berasal dari Tangerang, Banten, merasa tak tenang jika melintasi jalanan di wilayah Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat. Sebab, ia kerap diperas sekelompok orang.

“Sepanjang jalan bisa ada 10 orang,” ujar Samijan kepada Alinea.id, Jumat (12/1).

Bukan cuma di daerah Kapuk. Ia mengaku, pemalakan juga terjadi di daerah Tomang, Jakarta Barat. Biasanya, pemerasan itu terjadi pada malam hari.

“Kalau di (daerah) Kapuk minta kadang Rp5.000 satu orang. Kalau enggak ngasih (uang), suka ngancem pecahin kaca atau ambil barang kita. Di Tomang juga sama,” ujar Samijan.

Bahrun, 29 tahun, seorang sopir truk lainnya, juga mengaku baru beberapa hari lalu dipalak di sekitar Semper, Cilincing, Jakarta Utara. Ia terpaksa harus mengeluarkan uang Rp20.000 karena dua kali dapat pemerasan.

“Saya terpaksa ngasih karena mereka pegang besi. Takutnya mecahin kaca, berabe,” tutur Bahrun, Jumat (12/1).

Menurut Bahrun, aksi pemalakan makin menggila setidaknya sejak tiga bulan terakhir. Karena hal itu, Bahrun merasa khawatir dan enggan melintasi setiap perempatan lampu lalu lintas di sekitar Jakarta Barat dan Jakarta Utara.

“Kalau kirim barang ke arah sana, pasti minimal Rp50.000 habis buat ngasih gitu doang,” ucap Bahrun.

Sponsored

Aksi pemalakan sekelompok orang memang terjadi di beberapa titik di Jakarta. Bahkan, sudah berlansung lama. Yang paling menjadi sorotan adalah saat sopir kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Juni 2021 mengadu kepada Presiden Joko Widodo karena kerap diperas. Keluhan itu pun direspons Jokowi dengan menelepon Kapolri Listyo Sigit Prabowo. Namun, seiring berjalannya waktu, aksi pemalakan terhadap sopir truk terus terjadi.

Sementara itu, dosen ilmu kepolisian dari Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubharajaya), Edi Saputra Hasibuan mengatakan, praktik pemalakan terhadap sopir truk di beberapa titik di Jakarta Barat dan Jakarta Utara memang sedang meningkat. Menurutnya, aksi premanisme yang meningkat itu berhubungan erat dengan pengangguran yang bertambah.

“Di sisi lain, polisi saat ini terlalu fokus kepada pengamanan hajatan pemilu,” kata Edi kepada Alinea.id, Jumat (12/1).

Mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) itu mengingatkan, aksi pemalakan yang terjadi belakangan ini bisa semakin bahaya dan menjurus pada praktik premanisme yang menguat. Karenanya, ia mendesak anggota Polda Metro Jaya merespons aksi pemalakan yang terjadi.

“Jajaran Polda Metro Jaya jangan diam saja dan mengabaikan. Hal ini (kejahatan pemerasan terhadap sopir truk) terjadi karena terlalu fokus dengan pemilu,” tutur Edi.

Terpisah, kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Arthur Josias Simon Runturambi memandang, praktik pemalakan sopir truk yang meningkat di Jakarta kemungkinan bukan lagi urusan ekonomi. Lebih dari itu, ia melihat, sedang ada kelompok preman yang tumbuh untuk menjadi semakin besar.

“Karena terbiasa (setoran kecil menjadi lebih besar) terbentuk kelompok-kelompok lebih besar dan lama-lama semakin sulit dilakukan penegakan hukum,” ujar Josias, Jumat (12/1).

Menurut Josias, polisi harus segera menindak pelaku pemalakan terhadap sopir truk, yang sudah mengarah ke tindak premanisme. Tujuannya, agar mereka tak menjelma menjadi kelompok kriminal yang lebih besar.

“Melakukan gakum (penegakan hukum) bila ada pelanggaran dan pembinaan (kolaborasi dengan lembaga terkait) agar tidak menjadi potensi ke arah kelompok kriminal,” tutur Josias.

Berita Lainnya
×
tekid