Imparsial angkat bicara mengenai peristiwa kekerasan di Papua yang dilakukan oleh anggota TNI. Dalam peristiwa itu, korban merupakan anak di bawah umur.
Direktur Imparsia, Gufron Mabruri, mendesak Panglima TNI, Andika Perkasa, segera usut tuntas dan proses hukum melalui peradilan umum aparat TNI (anggota Kopassus) terduga pelaku kekerasan terhadap anak.
"Jangan sampai ada impunitas yang semakin memperburuk situasi HAM di Papua," katanya dalam keterangan resmi, Minggu (30/10).
Kemudian, Gufron menuturkan, pemerintah dan DPR segera lakukan evaluasi dan koreksi terhadap kebijakan keamanan di Papua, terutama pengiriman dan pelibatan pasukan nonorganik di dalam berbagai operasi di Papua.
Lebih lanjut dia mengatakan, Imparsial mengutuk keras kekerasan terhadap anak yang diduga dilakukan oleh anggota Kopassus tersebut. Menurutnya, kekerasan tersebut sangat tidak dibenarkan dengan dalih apapun dan jelas-jelas merupakan tindak pidana. Oleh karena itu, kasus tersebut harus diusut tuntas dan para pelakunya tidak boleh dibiarkan tanpa proses hukum.
"Pembiaran terhadap kekerasan tersebut tidak hanya melanggengkan impunitas yang akan semakin memperburuk situasi HAM di Papua, tetapi juga memperdalam sikap anti pati dan ketidakpercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah," ujar dia.
Untuk diketahui, kekerasan oleh anggota TNI kembali terjadi di Papua terhadap tiga orang anak yang dituduh mencuri dua ekor burung Yakob/Kakak Tua Putih di Pos Koppasus, di Kabupaten Keerom. Peristiwa kekerasan tersebut terjadi pada hari Kamis (27 /10) pukul 06.00 WIT di Kampung Yuwanain Arso II, Distrik Arso, Kabupaten Keerom.
Pelaku kekerasan tersebut diduga dilakukan oleh Anggota Satgas Kopassus yang bermarkas di Jalan Maleo, Kampung Yuwanain Arso II, Distrik Arso, Kabupaten Keerom. Adapun korban kekerasan tersebut adalah RF (4), dan BB (13), LK (11).
Keseluruhan anak ini berasal dari Distrik Arso, Kabupaten Keerom. Saat ini tidak diketahui kondisi pasti dari ketiga anak-anak tersebut setelah sebelumnya dikabarkan dirawat di rumah sakit akibat dari penganiayaan yang mereka terima.