sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

PB PMII serukan aksi nasional tolak UU Cipta Kerja

PMII tak segan menginstruksikan aksi di tengah pandemik Covid-19.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Rabu, 07 Okt 2020 09:54 WIB
PB PMII serukan aksi nasional tolak UU Cipta Kerja

Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) menginstruksikan kepada seluruh kader di seluruh Indonesia melakukan aksi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja.

"PB PMII menolak keras UU Cipta Kerja dan mengintruksikan PMII Se-Indonesia untuk melakukan aksi penolakan UU Cipta Kerja," ujar Ketua Umum PB PMII Agus Mulyono Herlambang, dalam keterangannya, Rabu (7/10).

Dia mengatakan, PMII tak segan menginstruksikan aksi di tengah pandemik Covid-19. Sebab, pemerintah dan DPR juga telah menciderai nurani dengan membahas secara senyap undang-undang sapu jagat itu.

"PB PMII tidak takut menginstruksikan PMII se-Indonesia untuk melaksanakan aksi," ujar Agus.

Selain itu, Agus menuntut agar Presiden Joko Widodo tidak menandatangani RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang.

"Biarkanlah UU Cipta Kerja menjadi UU yang tidak ditanda tangani oleh presiden," ucapnya.

Dia menilai, undang-undang berkonsep Omnibus Law itu tidak mencerminkan pemerintahan yang baik atau good governance. Sebab, dalam tataran proses pembahasan sudah menimbulkan kecurigaan publik.

"Apalagi saat melaksanakan UU Cipta Kerja, bisa jadi rakyat akan diakal-akali dengan UU Cipta Kerja," ucapnya.

Sponsored

Kendati demikian, PB PMII berencana melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"PB PMII akan melakukan uji materi (judicial riview) UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi," katanya.

PB PMII menganggap DPR dan pemerintah telah memfasilitasi kepentingan monopoli ekonomi korporasi dan oligarki yang dilegalkan dalam UU Cipta Kerja. Dalihnya, mendorong pemulihan ekonomi nasional dan membawa Indonesia memasuki era baru perekonomian global untuk mewujudkan masyarakat yang makmur, sejahtera, dan berkeadilan.

Penolakan Undang-Undang Cipta Kerja ini, didasari lantaran proses pembentukan tidak partisipatif dan eksklusif. Seharusnya, proses pembahasan dilakukan dengan para pekerja untuk menyerap aspirasi pihak pekerja yang diatur.

"Proses pembentukannya melanggar prinsip kedaulatan rakyat sesuai Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 dan tidak mencerminkan asas keterbukaan sesuai Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Terlebih, pembentukan dan pengesahannya dilakukan di tengah pandemik Covid-19," terangnya.

Berita Lainnya
×
tekid