sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bayang-bayang penularan Covid-19 di lokasi pengungsian banjir Jakarta

Tahun ini, pengungsian warga terdampak banjir di Jakarta dibayangi risiko penularan Covid-19.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Kamis, 25 Feb 2021 14:24 WIB
Bayang-bayang penularan Covid-19 di lokasi pengungsian banjir Jakarta

Sembari membetulkan letak maskernya, Kasiman memperingatkan anaknya agar tak mondar-mandir di salah satu ruang SD 03 Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat yang disulap menjadi lokasi pengungsian korban banjir. Sudah dua hari Kasiman dan keluarganya bermalam di sana.

“Rumah saya mulai banjir sejak Sabtu malam,” ujar pria berusia 37 tahun itu saat berbincang dengan reporter Alinea.id, Minggu (21/2).

“(Tingginya) sekitar sepinggang orang dewasa.”

Kasiman mengatakan, sekitar 70% warga di sekitar tempat tinggalnya di RW03 Kelurahan Rawa Buaya, terpaksa mengungsi ke SD 03 Rawa Buaya karena rumah mereka terendam banjir. Hal itu membuat lokasi pengungsian padat. Ruang kelas sebesar lapangan voli dipenuhi para pengungsi.

“Jadi sumpek. Ya mau gimana, lagi darurat,” kata Kasiman.

Ia juga sadar, kondisi ini rawan terjadi penularan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Namun, ia hanya bisa mencegah penularan itu sebisanya.

“Sebisa mungkin jaga jarak,” ujarnya.

Ia mengaku tak ada perlengkapan protokol kesehatan, seperti masker dan penyanitasi tangan, yang dibagikan oleh petugas tanggap bencana.

Sponsored

Rawan penularan

Pengungsi lainnya, Sri Sabda menyatakan hal serupa. Sri yang juga mengungsi di SD 03 Rawa Bunga mengatakan, tak bisa terus menerus berada di dalam ruang kelas yang disediakan untuk pengungsi karena terlalu padat.

“Agak susahlah untuk jaga jarak,” ujar pria berusia 50 tahun itu.

Di malam hari, ia bersama istri dan anaknya harus rela berbagi tikar untuk tidur dengan pengungsi lain. Meski ia sadar, itu berisiko terjadi penularan virus. Ia mengatakan, tak ada antisipasi yang dilakukan petugas berwenang untuk mencegah penularan.

Di kolong jembatan layang Rawa Buaya, terpal dan tikar digunakan warga terdampak banjir yang mengungsi untuk beristirahat. Salah seorang warga, Rohani, mengaku sama sekali belum ada bantuan dari petugas penanggulangan bencana.

Suasana pengungsian di SD 03 Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat, Minggu (21/2). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin.

“Padahal, saya sudah dari hari Jumat (19/2) di sini,” kata perempuan berusia 70 tahun itu saat berbincang, Minggu (21/2).

Menurut Ketua Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) RW 03 Kelurahan Rawa Buaya, Hikmah, ada 110 kepala keluarga atau sekitar 500 orang yang terdampak banjir dan mengungsi ke SD 03 Rawa Buaya. Dari 110 kepala keluarga, kata Hikmah, dibagi ke dalam tujuh ruang kelas.

“Itu sudah kita pertimbangkan soal jaga jarak,” kata dia, Minggu (21/2).

Hikmah khawatir, jumlah pengungsi akan semakin banyak karena aliran Kali Angke terus meningkat akibat kiriman air dari Bogor. Ia juga mengaku tak bisa berbuat banyak untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19 di lokasi pengungsian.

Air bah mulai menggenangi beberapa titik di Kelurahan Rawa Buaya pada Jumat (19/2) dan Sabtu (21/2). Hujan ekstrem yang terjadi sejak Kamis (18/2) menjadi pangkalnya. Merujuk data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta hingga Sabtu (21/2), terdapat 33 RW di seluruh wilayah DKI yang tergenang, dengan luas area genangan mencapai 4 kilometer kubik.

Tak seperti tahun-tahun sebelumnya, musibah banjir di Jakarta kali ini dibayang-bayangi penularan Covid-19 di lokasi pengungsian.

Menurut Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Lilik Kurniawan, warga terdampak bencana yang mengungsi ditampung di tempat pengungsian yang sudah disiapkan pemerintah daerah. Ada dua jenis tempat pengungsian.

“Pertama, tempat evakuasi sementara, yang merupakan tempat pengungsian terdekat dan mudah dijangkau masyarakat. Terletak di desa atau kelurahan setempat,” kata Lilik saat dihubungi, Rabu (24/2).

Ia menjelaskan, biasanya tempat evakuasi sementara memanfaatkan fasilitas terbatas. Maka, akan sedikit sukar mengatur jarak antarpengungsi.

Kedua, tempat evakuasi akhir, yang merupakan lokasi evakuasi skala besar yang disiapkan pemerintah kabupaten/kota atau provinsi. “Tempat evakuasi akhir ini diatur dengan standar protokol kesehatan Covid-19 dan pemenuhan persyaratan infrastruktur,” kata dia.

Antisipasi penularan

Dihubungi terpisah, pelaksana tugas (Plt) Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta Sabdo Kurnianto mengklaim, sudah melakukan berbagai upaya mengantisipasi penularan virus di pengungsian warga terdampak banjir.

“Mulai dari mengatur jaga jarak dan pembagian masker kepada pengungsi,” tutur Sabdo saat dihubungi, Rabu (24/2).

Bahkan, ia menyebut, pihaknya sudah melakukan rapid test antigen kepada warga yang mengungsi di lokasi cukup padat, seperti di Universitas Borobudur dan beberapa lokasi di Rawa Buaya. Sabdo menyadari, ada potensi penularan virus dalam penanganan korban banjir. Sehingga ia mengklaim sudah memitigasi potensi penularan itu.

"Kami punya buku kesiapsiagaan masyarakat di tempat pengungsian dalam menghadapi banjir di tengah pandemi ini," ucapnya.

"Bahkan yang terindikasi sedang melakukan isolasi mandiri pun kita lakukan evakuasi dengan protokol kesehatan.”

Beberapa warga berusaha melintas genangan air banjir di Rawa Buaya, Cingkareng, Jakarta Barat, Minggu (21/2). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin.

Bencana banjir di tengah pandemi yang membutuhkan penanganan ekstra, membuat BPBD DKI meningkatkan kerja sama dengan petugas di akar rumput, seperti kelurahan dan RT/RW. Ia mengakui, potensi penularan virus di tempat pengungsian menjadi salah satu beban dalam penanganan banjir tahun ini.

“Butuh kesadaran banyak pihak agar pengungsian tidak menjadi klaster penularan,” ucapnya.

"Bencana ini, enggak (urusan) BPBD saja. Ini perlu banyak kolaborasi dan bekerja secara kolosal.”

Sementara itu, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan, penanganan pengungsi banjir tak semestinya mengabaikan pencegahan penularan Covid-19.

“Teman-teman SAR, BNPB, dan relawan bencana agar juga mampu memiliki kesadaran berperilaku mencegah risiko bencana nonalam,” ujarnya saat dihubungi, Senin (22/2).

Ia menuturkan, perilaku antisipasi penyebaran virus harus dimulai dari petugas lantaran tak bisa dipaksakan ke warga yang sedang menghadapi repot bencana banjir. Hermawan menegaskan, yang perlu diingat dari bencana banjir saat ini bertepatan dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro. Sehingga, semestinya penanganan Covid-19 bisa seiring dengan penanggulangan bencana banjir.

"Seharusnya kesadaran ini mulai dari aparat RT/RW. Naik ke desa atau kelurahan," ujar Hermawan.

Aparat di kelurahan dan kecamatan setempat, kata dia, semestinya sudah dapat mempersiapkan tempat yang bakal dijadikan lokasi pengungsian korban banjir, yang memenuhi syarat pencegahan penularan.

“Jangan sampai kita merasa bisa selama dari bencana alam, malah bencana nonalam yang menanti,” katanya. “Keduanya harus dilakukan secara menyeluruh dan paralel oleh petugas yang paling penting.”

Menurut Hermawan, titik potensi banjir seharusnya bisa dipetakan sejak awal karena sudah lazim terjadi di wilayah Jakarta. Sehingga, antisipasi penularan virus di tempat pengungsian pun bisa dilakukan.

Tempat pengungsian, ujarnya, tak cukup hanya mempersiapkan ruang dan kapasitas. Namun juga perlu memperhatikan tata barang, orang, dan ruang.

Infografik banjir Jakarta. Alinea.id/Bagus Priyo.

“Jangan lupa, sekarang ini bukan lagi protokol kesehatan yang diterapkan. Tapi juga yang disebut BOR protokol—protokol barang, orang, dan ruang,” kata dia.

Hermawan mengatakan, tempat pengungsian juga harus dibuat tidak terlalu tertutup. Sebab, ruangan tertutup rawan penularan virus. Besar ruangannya juga harus dilihat berdasarkan jumlah keluarga atau individu yang mengungsi.

Setelah itu, warga baru bisa diedukasi atau diarahkan untuk menjaga protokol kesehatan Covid-19. Dengan catatan, aparat dan segala fasilitas penunjang di pengungsian memadai untuk mencegah penyebaran Covid-19.

“Jadi, jangan kita terus menyalahkan masyarakat karena mereka tidak akan sempat berpikir jauh,” ucap Hermawan.

“Tapi petugaslah yang berperan aktif untuk menyiapkan mitigasi agar tidak menambah bebas warga.”

Berita Lainnya
×
tekid