sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Penyelesaian pelanggaran HAM berat absen dalam Ranham V

"Seharusnya 12 pelanggaran HAM berat yang masih menjadi PR bagi pemerintah memiliki porsi sebagai salah satu fokus Ranham 2021-2025."

Marselinus Gual
Marselinus Gual Jumat, 06 Agst 2021 18:52 WIB
Penyelesaian pelanggaran HAM berat absen dalam Ranham V

Setara Institute menyayangkan absennya isu penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dalam Rancangan Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (Ranham) Generasi V (2021-2025) yang diluncurkan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kamis (5/8).

Ranham V yang disahkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2021 fokus terhadap pemajuan HAM bagi empat kelompok sasaran, yaitu perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat.

"Seharusnya 12 pelanggaran HAM berat yang masih menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi pemerintah memiliki porsi sebagai salah satu fokus Ranham 2021-2025," kata Direktur Riset Setara, Halili Hasan, dalam keterangannya kepada Alinea.id, Jumat (6/8).

Dia menegaskan, Indonesia telah menyetujui rekomendasi yang diberikan Universal Periodic Review (UPR) untuk menguatkan komitmen dan meneruskan usaha melawan impunitas. Sejauh ini, nyaris tidak progres dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat di Indonesia.

Menurutnya, stagnasi dalam isu pelanggaran HAM berat di Indonesia mestinya bisa mendorong  Ranham V. Harapannya, menjadi salah satu jembatan bagi pemerintah dalam mengoptimalkan kembali upaya penyelesaiannya dan menghentikan situasi impunitas.

Selain itu, lanjut Halili, pemerintah luput dalam mengakomodasi salah satu prinsip HAM terhadap masyarakat adat, prinsip transparansi dalam Ranham 2021-2025. Prinsip ini tidak tecermin dalam sasaran strategis terhadap kelompok masyarakat adat sebagaimana dalam Lampiran I Perpres 53/2021.

"Padahal, transparansi merupakan prinsip penting untuk meminimalisasi bias informasi yang berpotensi menderogasi hak masyarakat adat, khususnya berkaitan dengan konflik lahan. Selain itu, pemerintah hanya fokus terhadap peningkatan penyelesaian konflik lahan tanpa menyebut adanya jaminan terhadap keberlanjutan lingkungan (environmental sustainability) yang merupakan nilai sentral bagi masyarakat adat dalam menikmati hak-hak konstitusionalnya," tuturnya.

Kendati demikian, Setara Institute mengapresiasi langkah pemerintah mengesahkan Perpres 53/2021 tentang Ranham 2021-2025. Sayangnya, terlambat dalam perumusan, yang seharusnya dapat disahkan pada 2020 pasca-berakhirnya Ranham IV pada 2019.

Sponsored

Baginya, keterlambatan tersebut menunjukkan kurang kuatnya komitmen pemerintah dalam menjadikan Ranham sebagai pedoman pemajuan HAM yang bersifat berkesinambungan setiap 5 tahun sekali.

Selain itu, Setara mencatat, Ranham V merefleksikan keseriusan pemerintah untuk lebih berfokus pada upaya pemajuan HAM bagi kelompok perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat. Secara objektif,  keempat kelompok ini rentan dan kerap menjadi korban pelanggaran HAM.

Dalam konteks itu, Setara menekankan beberapa langkah. Pertama, mendesak pemerintah berkomitmen dalam memublikasikan laporan capaian pelaksanaan Ranham secara konsisten sebagai wujud akuntabilitas publik.

Kedua, mendorong pemerintah segera menghapus produk hukum diskriminatif yang selama ini menjadi pemicu terjadinya diskriminasi dan derogasi hak asasi, khususnya terhadap perempuan. Ketiga, mendorong pemerintah meningkatkan komitmennya terhadap instrumen HAM baik nasional maupun internasional yang berkaitan dengan isu-isu perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat.

Keempat, mendesak pemerintah memastikan jalannya pengarusutamaan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang inklusif sebagai pintu masuk pemajuan dan penghormatan HAM. Terakhir, mendesak pemerintah mengambil tindakan yang lebih progresif untuk memastikan adanya kemajuan dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

Berita Lainnya
×
tekid