Penyimpangan di dunia pengadilan bersumber dari administrasi
70% lebih dari persoalan peradilan di Indonesia ada pada administrasi.
Konsep administrasi peradilan ini harus dirombak total. Sebab, menurut mantan Ketua Komisi Yudisial (KY), Suparman Marzuki, sebagian besar praktik penyimpangan di dunia pengadilan bersumber dari administrasi peradilan.
"Saya mengatakan, 70% lebih dari persoalan peradilan di Indonesia itu awal ujungnya ada pada administrasi peradilan," tegas Suparman, dalam sebuah diskusi yang digelar secara virtual, Minggu (26/4)
Dia mencontohkan, mulai dari pendaftaran perkara, pencatatan perkara, distribusi perkara, dan bagaimana dengan surat panggilan sidang. "Semua aspek itu punya implikasi," ucap Suparman.
Suparman menilai, konsep administrasi peradilan di Indonesia kurang baik, salah satunya sumber daya manusia yang dipunggawai oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS). Karena itu, adopsi tata kelola yang ajeg dengan administrasi lembaga negara, pada umumnya membuat polemik ini tidak akan terurai.
Dia mengaku, tidak tahu seperti apa seharusnya administrasi peradilan itu dibangun. Karena itu, Sumber Daya Manusia (SDM) seperti apa juga yang harusnya duduk sebagai penyelenggara administrasi peradilan. "Karena, ini administrasi peradilan yang menuntut kerahasian dan menuntut integritas yang tinggi. Jadi, tidak bisa diberikan kepada sembarang orang," tutur dia.
Di tempat yang sama, peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, administrasi yang buruk menjadi salah satu celah korupsi di dunia peradilan. Celah praktik koruptif itu, berpotensi dalam setia administrasi mulai dari pendaftaran perkara hingga putusan.
Misalnya, pada saat mendaftarkan perkara ada yang menjanjikan bisa menentukan susunan majelis hakim. "Inilah problem yang sampai hari ini, belum bisa dituntaskan oleh Mahkamah Agung (MA), sebagai payung lembaga peradilan di Indonesia," ujar Kurnia.