PPATK temukan transaksi tunai Rp1,3 triliun di Pilkada 2018
Nilai tersebut berasal dari 1.092 laporan transaksi yang melibatkan penyelenggara pemilu, paslon, keluarga paslon, dan parpol.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat adanya transaksi keuangan secara tunai, yang sangat signifikan pada Pilkada Serentak 2018 lalu. Hal tersebut terungkap dari pemantauan yang dilakukan PPATK selama periode 2017 sampai dengan Kuartal III tahun 2018.
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, ada 1.092 laporan transaksi keuangan tunai yang melibatkan penyelenggara pemilu, pasangan calon (paslon), keluarga paslon, serta partai politik.
"Dengan jumlah total (transaksi) Rp1,3 triliun," katanya di gedung PPATK, Jakarta Pusat, Selasa (18/12).
Selain transaksi tunai, PPATK juga mendapat laporan adanya 143 transaksi keuangan yang mencurigakan. Laporan tersebut melibatkan paslon, keluarga, partai politik, dan pihak penyelenggara Pemilu, dengan jumlah nominal Rp47,2 miliar.
Sebagai lembaga yang memiliki tugas utama mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, Kiagus menuturkan, PPATK bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) secara konsisten berupaya mewujudkan pemilu yang bersih dan berintegritas. Sehingga penyelenggaraan Pemilu bebas dari praktik-praktik kejahatan, khususnya pencucian uang.
Kiagus menyebutkan, upaya pencegahan yang dilakukan PPATK dengan cara mencermati transaksi melalui rekening. Adapun pengawasannya dilakukan melalui pengaduan masyarakat, maupun dengan pro aktif melihat rekening transaksi pihak-pihak yang bersangkutan.
"(Metode pengawasannya) bisa karena pengaduan masyarakat atau pengaduan suatu lembaga," ucapnya.
Sementara itu, anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar, mengatakan temuan PPATK masih bersifat dugaan. Temuan PPATK tersebut akan dikirimkankan ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) untuk diteliti lebih jauh.
"Apabila Sentra Gakkumdu bilang bahwa dugaan itu harus cari buktinya, kami harus kirim surat lagi ke Bank Indonesia, OJK, dan ke bank penyedia dana tersebut, untuk meminta laporan benarkah ada dana dan transaksi seperti itu," kata Fritz menerangkan.
Dia mengaku, ada proses panjang yang harus dilakukan karena terkait dengan dugaan tindak pidana. Proses tersebut diperlukan untuk menghimpun alat bukti yang cukup, agar tindakan hukum terhadap tindak pidana tersebut dapat diproses.
"Itu bukan proses yang simpel, tetapi dapat dilaksanakan dan melibatkan banyak pihak," ucapnya.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Potret kebijakan stunting dan pertaruhan Indonesia Emas 2045
Senin, 27 Nov 2023 16:01 WIB
Euforia tanggal kembar: Bertabur diskon dan bebas ongkir di e-commerce
Kamis, 23 Nov 2023 14:19 WIB