close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Seekor harimau sumatra terpantau melintasi di lanskap Kerumutan, Riau. Dokumentasi Pemprov Riau
icon caption
Seekor harimau sumatra terpantau melintasi di lanskap Kerumutan, Riau. Dokumentasi Pemprov Riau
Nasional
Kamis, 10 Februari 2022 06:18

Korban harimau bertambah, Presiden didesak cabut izin konsesi di Kerumutan

Sebanyak 7 orang meninggal di lanskap Kerumutan akibat konflik harimau sumatra dengan manusia sejak 2018.
swipe

Seorang warga Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau, Tugiat (42), ditemukan tewas di dalam hutan, tepatnya di areal hutan tanaman industri PT Satria Perkasa Agung (SPA), Desa Simpang Gaung, Inhil, pada 6 Februari 2022. Korban disinyalir tewas diterkam harimau.

Jaringan Kerja Penyelemat Hutan Riau (Jikalahari) pun mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut izin HTI korporasi, termasuk PT SPA. Pangkalnya, insiden tewasnya Tugiat menunjukkan operasional anak perusahaan Asia Pulp and Paper (APP) itu merusak habitat harimau sumatra.

"Pemerintah harus segera mencabut izin PT SPA dan mengevaluasi seluruh perusahaan HTI dan perkebunan sawit yang merusak habitat harimau sumatra yang terancam punah serta merevitalisasi lanskap Kerumutan," ucap Wakil Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setiyo.

"Langkah ini harus dilakukan agar tidak ada lagi korban jiwa akibat konflik manusia dengan satwa," sambungnya dalam keterangan tertulis, Rabu (9/2).

Berdasarkan data Jikalahari, sebanyak tujuh orang meninggal dunia di lanskap Kerumutan akibat konflik harimau sumatra dengan manusia sejak 2018. Sebanyak empat orang di antaranya ditemukan di wilayah konsesi grup APP.

Perincian empat korban jiwa di wilayah konsensi grup APP, yakni Tugiat ditemukan di areal PT SPA (2022), Darmawan di konsesi PT Bhara Induk (2019), MS (12) di konsesi PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa, dan Wahyu Kurniadi di konsesi PT Riau Indo Agropalma.

Okto menambahkan, rusaknya habitat harimau sumatra akibat deforestasi oleh korporasi HTI dan perkebunan sawit yang mengepung lanskap Kerumutan. Dampaknya, terjadi konflik manusia-harimau hingga mengancam keselamatan warga setempat dan buruh.

"Korban meninggal akibat konflik harimau dan manusia di konsesi HTI APP group terus bertambah. Mau berapa korban lagi baru pemerintah mencabut dan mengevaluasi seluruh perizinan di blok Kerumutan?" tuturnya.

"Presiden Jokowi harus melihat kepentingan keselamatan warga dan kelestarian habitat asli harimau sumatra dalam mencabut izin korporasi, tak melulu soal produktivitas ekonomi semata," imbuhnya.

Dirinya mengungkapkan, terdapat 13 korporasi pemegang izin HTI dan hak penguasahaan hutan (HPH) di lanskap Kerumutan, detailnya PT Selaras Abadi Utama, PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Taninusa Sejati, dan PT Merbau Pelalawan Lestari.

Lalu, PT Mitra Kembang Selaras, PT Arara Abadi, PT SPA, PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa, PT Bina Duta Laksana, PT Sumatera Riang Lestari, PT Riau Indo Agropalma, PT Bina Daya Bentara, dan PT Inhil Hutani Permai.

Selain itu, terdapat tujuh korporasi perkebunan kelapa sawit, yakni PT Tabung Haji Indo Plantation/PT MGI, PT Gandaerah Hendana, PT Guntung Hasrat Makmur, PT Guntung Idaman Nusa, PT. Bhumireksanusa Sejati, PT Riau Sakti Trans Mandiri, dan PT Riau Sakti United Plantation dengan dua konsesi sawit.

Pada 2005, ungkap Okto, luas hutan alam di lanskap Kerumutan mencapai 512.972 hektare. Namun, sekarang tersisa sekitar setengahnya, 285.659 hektare.

Apalagi, merujuk red list International Union for Conservation of Nature (IUCN), harimau sumatra termasuk ke dalam klasifikasi satwa kritis yang teracam punah (critically endangered).

"Artinya, populasi satwa liar ini sudah sangat terancam punah atau telah menghadapi risiko kepunahan yang tinggi dalam waktu dekat. KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) bahkan memperkirakan jumlah harimau sumatra di alam liar kurang lebih 603 ekor yang tersebar dalam 23 lanskap di Sumatra dengan jumlah masing-masing berkisar dari 1 hingga 185 individu," tuturnya.

Oleh karena itu, bagi Okto, tewasnya Tugiat dan enam orang lainnya mestinya lebih dari cukup bagi pemerintah untuk mencabut izin dan mengevaluasi seluruh konsesi HTI serta perkebunan sawit di lanskap Kerumutan.

"Bukan karena tidak aktif, tidak membuat rencana kerja ataupun ditelantarkan, [tetapi] aktivitas korporasi HTI yang menebang hutan alam untuk dijadikan akasia dan sawit telah mengancam keselamatan warga dan merusak habitat harimau sumatra hingga menimbulkan korban jiwa," bebernya.

Jikalahari pun mendorong Presiden Jokowi agar memerintahkan Menteri LHK merevitalisasi lanskap Kerumutan sebagai upaya melindungi habitat harimau sumatra dan menghentikan konflik manusia-satwa. Lalu, menginstruksikan Menteri ATR/Kepala BPN mencabut hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit di lanskap Kerumutan.

Terakhir, memerintahkan Gubernur Riau, Bupati Inhil, dan Bupati Pelelawan mengevaluasi izin usaha pertambangan (IUP) dan izin lingkungan perkebunan di lanskap Kerumutan.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan