Tim penyidik Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) menyerahkan tersangka penggelapan pajak dan pencucian uang kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). Tersangka berinisial RK diserahkan kepada jaksa penuntut umum (JPU) pada Kamis (27/10).
Kasubdit Forensik Digital dan Barang Bukti Direktorat Penegakan Hukum DJP, Machrijal Desano, mengungkapkan, RK merupakan petinggi PT LMJ, yang bergerak di bidang penyedia jasa keamanan perusahaan.
"Tim penyidik Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Pajak menyerahkan tersangka dan barang bukti penggelapan pajak dan pencucian uang kepada jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia di kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," kata Machrijal dalam keterangannya.
Disampaikan Machrijal, RK diduga kuat sengaja tak menyetorkan pajak yang telah dipungut dengan cara tidak melampirkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Selain itu, sengaja tak menyetorkan sebagian pajak yang telah dipungut sehingga hanya melaporkan sebagian penyerahan jasa kena pajak dalam SPT perusahaan.
"Serta hanya membayar pajak ke kas negara atas sebagian dari pajak yang telah dipungut oleh perusahaannya," ujar Machrijal.
Machrijal menyebut, penggelapan pajak yang dilakukan RK merugikan negara puluhan miliar. "Atas perbuatan tersebut, negara dirugikan sebesar Rp26,9 miliar."
Tidak hanya itu, RK juga diduga kuat melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Machrijal mengatakan, hal itu dilakukan untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan yang diperoleh dari hasil penggelapan pajak perusahaan.
"RK membelanjakan uang tersebut melalui pembayaran uang muka ke pihak dealer dan pelunasan cicilan ke perusahaan-perusahaan pembiayaan atas pembelian armada bus pariwisata atas nama PT RMJ, yang juga merupakan perusahaan miliknya," papar Machrijal.
Lebih jauh, jelasnya, RK menggunakan uang hasil mengemplang pajak untuk membayar pembelian 2 apartemen di Depok, Jawa Barat (Jabar). Kemudian, membeli bahan material dan biaya tukang untuk pembangunan di atas beberapa bidang tanah miliknya di Bogor dan Cianjur, Jabar.
"Penyidik telah melakukan penyitaan dan pemblokiran aset milik RK, yang nantinya akan dijadikan sebagai jaminan untuk pemulihan kerugian negara pada pendapatan negara," jelas dia.
Adapun aset-aset milik RK yang disita penyidik di antaranya uang tunai Rp613 juta, 8 bus pariwisata, 2 apartemen, dan beberapa bidang tanah yang tersebar di sejumlah wilayah.
Atas perbuatannya, RK dijerat pasal 39 ayat (1) c, d, dan i UU KUP dengan ancaman pidana paling lama 6 tahun dan ancaman denda maksimal 4 kali dari nilai pajak yang belum dibayar. "Dia juga dijerat Pasal 3 dan atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU," pungkas Machrijal.