sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Surat terbuka para ekonom untuk Presiden Jokowi tentang KPK

Korupsi menghambat investasi dan memperburuk ketimpangan. Bahkan dapat menciptakan instabilitas ekonomi makro.

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro Kamis, 17 Okt 2019 10:20 WIB
Surat terbuka para ekonom untuk Presiden Jokowi tentang KPK

Sejumlah ekonom dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga mengirimkan surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo. Mereka menyoroti ihwal pemberlakuan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi  DPR dan pemerintah, yang pada hari ini, Kamis (17/10) mulai berlaku. 

Dalam surat terbuka itu yang berisi tiga halaman itu, para ekonom menilai berlakunya UU KPK hasil revisi akan membuat kondisi ekonomi semakin sulit. Hasil kajian para ekonom menyebut, korupsi malah menghambat investasi dan memperburuk ketimpangan. Bahkan dapat menciptakan instabilitas ekonomi makro. 

Surat terbuka itu ditandatangani oleh 41 ekonom. Sejumlah nama mulai dari Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah, Lincolin Arsyad dari Universitas Gadjah Mada, Didin S. Damanhuri dari Institut Pertanian Bogor hingga Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri. Surat terbuka itu dilampiri naskah akademik sepanjang 48 halaman.

Salah seorang penggagas surat terbuka ini, Arief Anshory Yusuf dari Universitas Padjajaran Bandung, mengatakan dukungan terhadap rekomendasi tetap terbuka bagi para ekonom hingga Kamis 17 Oktober 2019 jam 23.59.

Berikut isi surat terbuka para ekonom tersebut:

Surat Terbuka

Rekomendasi Ekonom Terkait Dampak Pelemahan Penindakan dan Pencegahan Korupsi terhadap Perekonomian

Kepada Yth.
Presiden Republik Indonesia
Bapak Ir. H. Joko Widodo 

Sponsored

Bapak Presiden yang kami hormati, Amanah konstitusi seperti termaktup dalam Pembukaan UUD 1945 alinea empat, tidak akan tercapai jika korupsi marak di Indonesia. Pembentukan KPK adalah amanah reformasi sekaligus amanah Konstitusi. RUU KPK lebih buruk daripada UU KPK 2002 karena RUU KPK melemahkan fungsi penindakan KPK, dan membuat KPK tidak lagi independen. Dampak pelemahan ini akan meningkatkan korupsi di Indonesia dan menurunkan kredibilitas KPK dalam melaksanakan program-program pencegahan sehingga mengancam efektivitas program pencegahan korupsi.

Ilmu Ekonomi mengajarkan optimalisasi dan efisiensi alokasi sumber daya, namun korupsi menciptakan mekanisme sebaliknya. Kami para ekonom, sebagai akademisi, berkewajiban memaparkan dan memisahkan mitos dari fakta terkait dampak pelemahan penindakan korupsi terhadap perekonomian (naskah akademik terlampir). Sebagai ekonom, kami memfokuskan rekomendasi kami untuk mengoptimalkan kesejahteraan rakyat.

Hasil telaah literatur yang kami lakukan menunjukkan: a) korupsi menghambat investasi dan mengganggu kemudahan berinvestasi; b) korupsi memperburuk ketimpangan pendapatan; c) korupsi melemahkan pemerintahan dalam wujud pelemahan kapasitas fiskal dan kapasitas legal; d) korupsi menciptakan instabilitas ekonomi makro karena utang eksternal cenderung lebih tinggi daripada penanaman modal asing. Studi kami juga menunjukkan: a) argumentasi korupsi sebagai pelumas pembangunan mengandung tiga kelemahan mendasar dan tidak relevan untuk Indonesia; dan b) argumentasi penindakan korupsi menghambat investasi tidak didukung oleh hasil kajian empiris.

Hasil telaah literatur menunjukkan, korupsi mengancam pencapaian visi pembangunan nasional karena korupsi berdampak buruk terhadap pembangunan infrastruktur, menghambat pembangunan SDM, membebani APBN dan menyuburkan praktik aktivitas ilegal (shadow economy). Pencapaian tujuh agenda pembangunan dalam RPJMN 2020-2024 terancam akibat korupsi dan lemahnya aspek kelembagaan. 

Bapak Presiden yang kami hormati, Penindakan dan pencegahan korupsi bukan bersifat substitutif namun bersifat komplementer. Pencegahan korupsi oleh KPK tidak akan efektif ketika fungsi 2 penindakan KPK dimarginalisasikan. KPK telah memperbaiki transparansi, akuntabilitas dan tata kelola di sektor-sektor strategis seperti: kesehatan, pendidikan, pertambangan, perkebunan, kehutanan, perikanan, peningkatan integritas pejabat negara dan membangun korporasi berintegritas. Peningkatan penerimaan negara meningkat akibat program-program pencegahan tersebut. 

Pelemahan KPK akan mengancam kinerja berbagai program pencegahan korupsi tersebut. Selain korupsi berdampak negatif terhadap ekonomi, dampak lain korupsi adalah : a) mengancam eksistensi pemerintah, b) menyuburkan terorisme dan ekstrimisme, c) mendorong kerusakan lingkungan dan sumber daya alam, d) menyuburkan budaya egois dan tidak jujur; e) meningkatkan kejahatan lain yang terkait dengan korupsi. Hasil kajian kami menunjukkan tingkat korupsi berkorelasi negatif dengan kualitas kelembagaan. Kendala utama pembangunan di Indonesia adalah aspek kelembagaan yang belum dibangun dengan seksama. 

Pelemahan fungsi penindakan KPK akibat RUU KPK akan menghambat kinerja program-program pencegahan KPK. Dampak pelemahan KPK ternyata tidak banyak membebani KPK, namun justru membebani DPR, pemerintah dan masyarakat.

Didasarkan pada hasil telaah literatur tersebut, kami para ekonom yang bertandatangan di bawah ini mendukung Bapak Presiden melanjutkan komitmen meneruskan amanah reformasi untuk mencapai tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia seperti tertuang pada Pembukaan UUD 1945 alinea 4. Didasarkan hasil kajian, kami merekomendasikan sebagai berikut:

a) Memohon kepada Bapak Presiden untuk memimpin reformasi di berbagai sektor, mengingat sejarah menunjukkan keberhasilan reformasi di berbagai negara; 

b) Memohon kepada Bapak Presiden untuk mengeluarkan Perppu untuk membatalkan RUU KPK atau semakin memperkuat KPK. 

Atas perhatian yang diberikan diucapkan terimakasih. 

Jakarta, 16 Oktober 2019

Ttd

Daftar Ekonom Pendukung Rekomendasi:

1. Piter Abdullah (CORE)
2. Arti Adji (FEB UGM)
3. Vid Adrison (FEB UI)
4. Evi Noor Afifah (FEB UGM)
5. Prof. Lincolin Arsyad (FEB UGM)

6. Rumayya Batubara (FEB UNAIR)
7. Faisal Basri (FEB UI)
8. Meilani Butenzorgi (WSU,Australia)
9. Teguh Dartanto (FEB UI)
10. Prof. Didin S. Damanhuri (FEM IPB)
11. Sahara (FEM IPB)
12. Wuri Handayani (FEB UGM)
13. Lukman Hakim Hasan (FE UNS)
14. Tony Irawan (FEM IPB)
15. Prof. Hariadi Kartodihardjo (IPB)
16. Prof. Saiful Mahdi (FE Unsyiah)
17. Evita Pangaribowo (F Geografi UGM)
18. Arianto A. Patunru (ANU, Australia)
19. Yudistira Hendra Permana (Vokasi UGM)
20. Rimawan Pradiptyo (FEB UGM)
21. Prof. Sonny Priyarsono (FEM IPB)
22. BM Purwanto (FEB UGM)
23. Hengki Purwoto (FEB UGM)
24. Prof. Budy Resosudarmo (ANU, Australia)
25. Prof. Bambang Riyanto (FEB UGM)
26. Gumilang Aryo Sahadewo (FEB UGM)
27. Kresna Bayu Sangka (FKIP UNS)
28. Elan Satriawan (FEB UGM)
29. Prof. Hermanto Siregar (FEM IPB)
30. Martin Daniel Siyaranamual (FEB UNPAD)
31. Maman Setiawan (FEB UNPAD)
32. Ni Made Sukartini (FEB UNAIR)
33. Zulfan Tadjoeddin (WSU, Australia)
34. Martua Sirait
35. Prof. Catur Sugiyanto (FEB UGM)
36. Akhmad Akbar Susamto (FEB UGM)
37. Basuki Wasis (IPB)
38. Putu Sanjiwacika Wibisana (FEB UGM)
39. Prof. Tri Widodo (FEB UGM)
40. Firman Witoelar (ANU, Australia)
41. Prof. Arief Anshori Yusuf (FEB UNPAD)

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid