sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

"Kata anakku, enggak usah disuntik vaksin..."

Capaian program vaksinasi Covid-19 untuk kalangan lanjut usia masih tergolong rendah.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Sabtu, 11 Des 2021 14:05 WIB

Dari pinggir jalan, Maryanto, 73 tahun, tertegun menyaksikan keriuhan acara vaksinasi yang digelar di sebuah lapangan bulu tangkis di Jalan Gelagah, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Sabtu (27/11) pagi itu. Meskipun berhak untuk turut diimunisasi, Maryanto harus berpuas diri jadi sekadar penonton saja.

“Kata anakku, enggak usah (ikut disuntik vaksin Covid-19). Katanya, sudah lewat umur, ya. Sebenarnya, aku mau aja kalau divaksin. Cuma anak bilang begitu,” ucap Pak Le, sapaan akrab Maryanto, saat berbincang dengan Alinea.id, belum lama ini. 

Selain dilarang sang anak, Pak Le juga punya riwayat penyakit darah tinggi. Seingat Pak Le, kadar darahnya pernah mencapai di atas angka 180/120 milimeter air raksa (mmHg). Itu tergolong berbahaya bagi orang seusia Pak Le. 

Meski belum divaksin, Pak Le yakin tak akan terinfeksi virus Sars-Cov-2 penyebab Covid-19. Masker tiga lapis menjadi andalan pria asal Trenggalek, Jawa Timur itu untuk menghalau ancaman virus. "Umur saya juga sudah tua. Ya, sudah. Mau gimana lagi?" imbuh dia. 

Lain hal dengan Pak Le, Endang Sutisna, 50 tahun, ogah divaksin lantaran "termakan" hoaks soal efek suntik vaksin Covid-19. Kepercayaan itu lahir setelah salah satu tetangganya meninggal dunia usai disuntik vaksin dosis pertama. 

“Takut (divaksin). Lagi itu pernah tetangga divaksin, ada yang meninggal langsung. Apa dia ada penyakit bawaan? Enggak tau dah. Langsung meninggal sih habis vaksin,” kata Endang saat berbincang dengan Alinea.id, Rabu (8/11).

Kabar tersebut juga sempat dipercayai istri dan anak Endang yang tinggal Desa Kasturi, Kuningan, Jawa Barat. Mereka baru bersedia diimunisasi setelah dipaksa aparat desa. 

Kini, hanya tinggal Endang yang belum disuntik vaksin di keluarganya. Pasalnya, saat petugas vaksinasi datang ke rumah Endang, ia sedang berada di Jakarta untuk menjaga usaha warung kopinya. 

Sponsored

“Jadi, kalau ada vaksin lagi, saya mau nyoba. Ya, kan saya usaha di Jakarta. Kalau saya ditegor sama Pak RT, gimana? Enggak enak. Takutnya gitu doang,” tutur Endang.

Endang sebenarnya sudah beberapa kali mencari sentra pelayanan vaksinasi yang terdekat dari tempat usahanya. Namun, ia selalu kecele. “Nanti kalau udah pulang, baru langsung nyari vaksin. Yang penting, jangan sampai disamperin lagi sama petugas kecamatan," tuturnya. 

Presiden Joko Widodo (kiri) memantau kegiatan vaksinasi untuk kalangan lansia di Puskesmas Ge'tengan, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Utara, Maret 2020. /Foto Instagram @jokowi

Capaian masih rendah 

Hingga kini, masih banyak warga lanjut usia (lansia) yang belum tersentuh program vaksinasi pemerintah. Berdasarkan data Kemenkes per 10 Desember 2021, tercatat baru ada 12.190.752 (56,56%) warga lansia yang menerima dosis pertama vaksin Covid-19. Padahal, pemerintah menargetkan mendistribusikan vaksin Covid-19 kepada 21.553.118 warga lansia. 

Suntikan dosis kedua pun tercatat baru diterima 7.922.588 orang lansia atau 36,76% dari total target nasional. Provinsi-provinsi yang capaian terburuk dalam distribusi dosis pertama, semisal Papua (12,30% dari target provinsi), Papua Barat (24,07%), Aceh (24.14%), Maluku Utara (24,49%), dan Maluku (29,99%). 

Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi mengakui ada banyak kendala dalam mengakselerasi program vaksinasi untuk lansia. Ketakutan dan mispersepsi terkait vaksin menjadi hambatan utama bagi pemerintah dalam memvaksinasi kelompok rentan seperti wreda.

“Kemudian halal-haram (terkait vaksinasi) itu juga yang menjadi kendala. Ada (lansia) yang takut juga, kan? Anaknya juga ada yang takut karena orang tuanya sudah berusia. Itu mispersepsi, ya,” tutur Nadia, saat dihubungi Alinea.id, Kamis (9/12).

Hasil survei Median yang digelar pada 21-26 Juni 2021 menunjukkan beragam alasan kelompok lansia menolak divaksin, di antaranya takut vaksin tak ampuh, khawatir terkena efek samping dari vaksin, dan menganggap Covid-19 bagian dari konspirasi. 

Dalam survei tersebut, peneliti Median melibatkan1.089 responden. Tercatat, ada sebanyak 37,5% kelompok usia di atas 60 tahun dan 12,5% kelompok usia 51-60 tahun tidak ingin divaksin. Jika dikalkulasi, lebih dari separuh warga lansia menolak diimunisasi pada periode itu. 

Nadia mengatakan Kemenkes sudah menggelar beragam upaya untuk meluruskan persepsi para warga lansia dan keluarga mereka terkait vaksin. Kemenkes, kata dia, sudah menggandeng berbagai komunitas untuk aktif mengedukasi warga terkait keamanan vaksin dan melibatkan aparat lingkungan untuk menjemput kaum wreda. 

“(Upaya) door to door (vaksinasi lansia) dilakukan. Kita juga meminta misalnya RT, RW untuk mendata lansia di lingkungannya agar dilakukan vaksinasi pada hari tertentu sehingga lansia tidak perlu jauh-jauh jalan ke pelayanan kesehatan,” tutur Nadia.

Lebih jauh, Nadia berharap warga lansia yang belum divaksin mau proaktif mendatangi sentra pelayanan vaksinasi Covid-19 untuk diimunisasi. Menurut dia, vaksinasi terutama amat penting bagi warga lansia karena rentan terinfeksi virus SARS CoV-2. 

Pada saat varian Delta mengamuk Juli lalu, kata Nadia, tingkat keparahan penyakit dan angka kematian warga lansia bahkan bisa empat kali lipat jika dibandingkan dengan data pasien pada kelompok berusia muda.  

“Jadi, (vaksinasi) itu menjadi penting. Itulah mengapa kemudian kita terus mendorong lansia untuk segera divaksin. Ini karena kelompok lansia itu rentan," jelas Nadia. 

Ilustrasi edukasi keamanan vaksin Covid-19 kepada kalangan warga lansia. /Foto dok. Covid19.go.id

Benahi strategi 

Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman meminta pemerintah membenahi strategi komunikasi dalam upaya menggenjot tingkat vaksinasi bagi warga lansia. Pembenahan dapat dimulai dengan membuat percaya warga akan keamanan vaksin lewat edukasi dan sosialisasi dengan bahasa yang mudah dipahami.

“Tidak bisa one message for all, all for one. Itu enggak bisa. Harus sesuai dengan bahasa setempat, sesuai dengan adat istiadat setempat. Itu namanya bagian strategi komunikasi risiko. Nah, ini yang harus diperbaiki karena ini yang akan meningkatkan trust,” ujar Dicky kepada Alinea.id, Kamis (9/12).

Langkah lainnya, kata Dicky, ialah menggelar jajak pendapat  untuk memetakan beragam alasan para warga lansia berkukuh menolak program vaksinasi. Itu bisa dilakukan pemerintah pusat dengan menggandeng pemerintah daerah. 

"Ini (capaian pemerintah) luar biasa mengkhawatirkan. Bagaimanapun kita tahu bahwa lansia ini adalah kelompok yang memberikan kontribusi besar dalam hunian rumah sakit maupun kematian. Karena itu, ini harus menjadi prioritas setiap daerah, didukung semua sektor, dan juga masyarakat," kata Dicky. 

Infografik Alinea.id/Aisya Kurnia

Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo sepakat agar masyarakat--khususnya keluarga kalangan lansia--perlu dilibatkan dalam upaya menggenjot tingkat vaksinasi bagi warga lansia. Menurut dia, bujukan dari pihak keluarga akan jauh lebih efektif mengubah mispersepsi warga lansia terkait vaksin. 

“Menurut kajian ilmiah, kan sudah terbukti efektif, ya. Jadi, ini bukan politis vaksin. Disarankan sekali (kelompok lansia diimunisasi). Jadi, begitu pentingnya tubuh kita mendapat vaksin dalam rangka perlindungan dan meningkatkan daya tahan tubuh,” kata Rahmad kepada Alinea.id, Kamis (9/12).

Langkah lainnya, kata Rahmad, ialah dengan mendorong tenaga kesehatan dan aparat setempat di daerah untuk aktif "menjemput bola" via pemberian insentif. Stimulus itu dapat diberikan berupa vitamin atau bonus uang.

“Kita dorong ke pemerintah pusat dan daerah untuk berkolaborasi menggerakan eksponen kita, bidan desa, puskesmas untuk datang door to door, dan komunikasi edukasi secara langsung agar warga mau divaksin,” tutur Rahmad. 

Berita Lainnya
×
tekid