close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi memberikan pemaran hasil survei mengenai Media Sosial, Hoaks dan Sikap Partisan Dalam Pilpres 2019 di Jakarta, Selasa (8/1). Foto Antara
icon caption
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi memberikan pemaran hasil survei mengenai Media Sosial, Hoaks dan Sikap Partisan Dalam Pilpres 2019 di Jakarta, Selasa (8/1). Foto Antara
Pemilu
Selasa, 08 Januari 2019 19:09

Isu personal jadi senjata politik

Hoaks dan isu personal yang melekat pada kandidat bisa memengaruhi preferensi politik seseorang.
swipe

Kabar bohong atau hoaks dan isu personal yang melekat kepada calon presiden petahana Joko Widodo (Jokowi) dan penantangnya Prabowo Subianto ternyata signifikan memengaruhi preferensi politik publik. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, hoaks atau isu personal umumnya bertahan lama dan merugikan bagi pemilih.

"Isu personal lebih potensial membangkitkan emosi dan merugikan pemilih. Mereka akan kehilangan kesempatan berharga untuk mendapatkan informasi terkait rekam jejak kedua belah pihak," ujar Burhanuddin saat memaparkan hasil survei bertajuk 'Media sosial, hoaks, dan Pilpres 2019' di Kantor Indikator Politik Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/1).

Dalam surveinya, Indikator merekam pengetahuan publik terhadap isu-isu personal yang menyerang kedua kandidat capres. Jokowi misalnya kerap diisukan memiliki orang tua beragama Kristen. 

Dari 1.200 responden yang disurvei, mayoritas atau sebanyak 80% mengaku tidak mengetahui isu ini dan 57% mengatakan tidak percaya. Namun, masih ada sebanyak 20% warga yang tahu dan percaya Jokowi lahir dari orang tua beragama Kristen. 

Tak hanya itu, sekitar 24% juga percaya Jokowi beretnis China. "Mayoritas tidak percaya 58%. Sekitar 24% percaya dan selebihnya tak bisa menilai 18%," jelas Burhanuddin. 

Di sisi lain, Prabowo diisukan terlibat dalam kasus penculikan aktivis 97/98. Sekitar 30% responden mengaku tahu soal isu itu dan sebanyak 40% percaya Prabowo terlibat. "Selebihnya tidak bisa menilai atau tidak menjawab," imbuh Burhanuddin. 

Isu-isu personal tersebut, kata Burhanuddin, kebanyakan diakses oleh pengguna internet yang sering mengikuti informasi masalah-masalah politik di media sosial terutama Facebook, YouTube dan Instagram. 

Di medsos, isu-isu personal dan hoaks terkait capres beredar dan berkembang hingga gaungnya kerap mengalahkan fakta objektif. "Publik lebih memilih keyakinan pribadinya daripada data yang objektif, sehingga membuat hoaks tumbuh subur di tengah kehidupan masyarakat," kata dia. 

Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Kuskridho Ambardi, hoaks dan serangan terhadap salah satu kandidat menggunakan isu-isu personal merupakan hal yang lazim terjadi di setiap pemilu. Situasi itu muncul karena para elite politik yang menghalalkan segala cara demi mengubah pilihan politik seseorang. 

"Sehingga informasi yang bernuansa hoaks diciptakan untuk merebut atau mengalihkan pilihan seseorang. Ada semacam mitos bahwa informasi itu bisa membentuk pilihan politik pemilih, itu mitos yang dipercaya oleh kalangan elite menjelang pemilu," ujarnya. 

Survei ini digelar pada 16-26 Desember 2018 dan melibatkan 1.220 responden. Metode yang digunakan teknik multistage random sampling dengan teknik wawancara. Margin of error sebesar kurang lebih 2,9% dengan tingkat kepercayaan 95%.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan