sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Membaca akhir kisah cinta Jokowi dan PDI-P

Hubungan Jokowi dan PDI-P dianggap kian kritis setelah Jokowi dikabarkan tak hadir di HUT PDI-P yang ke-51.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Selasa, 09 Jan 2024 13:58 WIB
Membaca akhir kisah cinta Jokowi dan PDI-P

Presiden Joko Widodo (Jokowi) hampir pasti tak akan menghadiri hari perayaan ulang tahun PDI-Perjuangan (PDI-P) ke-51 yang dihelat di sekolah partai PDI-P, kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (10/1) besok. Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengungkapkan Jokowi akan berada di Filipina saat ulang tahun PDI-P digelar. 

"Jadi, sangat clear bahwa Bapak Presiden sudah ada tugas. Beliau ke Filipina (untuk menjalankan) tugas yang penting," kata Hasto dalam konferensi pers di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (8/1). 

Hasto mengaku mendapat informasi itu dari salah satu juru bicara (jubir) presiden di Istana Negara. Namun, Hasto tak mau mengungkap siapa jubir tersebut. 

Jokowi dijadwalkan untuk berkunjung ke sejumlah negara di Asia Tenggara, pekan ini. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana sempat mengungkap kemungkinan Jokowi tak menghadiri HUT PDI-P karena tugas kenegaraan. 

Jokowi sendiri tak menjawab tegas ketika ditanya soal itu. Ia hanya menyebut PDI-P belum mengirimkan undangan kepadanya. "Belum dapat," kata Jokowi dalam keterangan kepada wartawan usai meresmikan Jalan Tol Pamulang-Cinere-Raya Bogor, Senin (9/1). 

Guru besar ilmu politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi menilai absennya Jokowi di perayaan hari jadi PDI-P menunjukkan hubungan Jokowi dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri sudah semakin kritis. Secara khusus, Muradi menyoroti ultah PDI-P yang digelar sederhana. 

Menurut Muradi, itu merupakan gelagat PDI-P tak berniat mengundang Jokowi. Di lain sisi, Jokowi pun menunjukkan gelagat tak bakal hadir meskipun diundang PDI-P. "Saya melihat dua-duanya ge-er (gede rasa) aja," ucap Muradi kepada Alinea.id, Minggu (7/1).

Jokowi berkonflik dengan PDI-P setelah merestui putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Padahal, PDI-P telah resmi mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Sponsored

Sebagai sanksi melanggar aturan partai, Gibran--yang juga kader PDI-P seperti Jokowi--telah dicabut keanggotannya. Namun, PDI-P tak berani memberikan sanksi tegas kepada Jokowi. Hingga kini, Jokowi juga tak pernah berkomunikasi terbuka dengan PDI-P. 

Muradi berpendapat hubungan Jokowi dan Megawati sudah sulit diperbaiki. Lambat laun, ia meyakini Jokowi bakal pisah jalan dengan PDI-P. 

"Saya melihat dua-duanya tidak bisa bersama lagi. Kecuali, memang ada tsunami politik atau situasi politik yang pada akhirnya membuat mereka merapat, semisal karena ada lawan bersama," jelas dia. 

Muradi berharap Jokowi dan PDI-P segera menunjukkan sikap tegas. Menurut dia, sikap ambigu kedua belah pihak membingungkan publik. "Simbolik-simbolik yang khas Jawa itu pelan-pelan harus ditanggalkan. Jangan naik-turun dan membuat publik akhirnya tidak paham soal politik praktis," imbuhnya. 

Jokowi tercatat bergabung menjadi kader PDI-P sejak 2004. Mulanya, Jokowi didapuk jadi salah satu pengurus DPC PDI-P Solo. Pada 2005, ia maju menjadi pendamping FX Hadi Rudyatmo di Pilwalkot Solo dan memenangi kontestasi dengan raupan suara hinga 36%. 

Pada 2012, Jokowi "naik kelas" setelah memenangi Pilgub DKI Jakarta. Namun, Jokowi tak lama jadi gubernur. Pada 2014, Jokowi diusung jadi capres oleh PDI-P dan sejumlah parpol. Bersama Jusuf Kalla, Jokowi memenangi pilpres dengan perolehan suara sebanyak 53,15%. Menggandeng Ma'ruf Amin, Jokowi kembali jadi pemenang di Pilpres 2019.

Dalam dua pemilu, Jokowi berkontribusi besar membantu mendongkrak elektabilitas PDI-P. Sebagai balas jasa, PDI-P "membolehkan" dan memudahkan putra dan kerabat Jokowi duduk di kursi kepala daerah. Saat ini, Gibran masih menjabat sebagai Wali Kota Surakarta. Bobby Nasution, menantu Jokowi kini jadi Wali Kota Medan. 

Oktober lalu, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengungkapkan PDI-P memberikan banyak hak istimewa bagi Jokowi sebagai kader. "Kami begitu mencintai dan memberikan privilege yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, tapi kami ditinggalkan," kata dia. 

Masih mungkin rujuk? 

Guru besar ilmu politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan sepakat sikap dan pernyataan Jokowi dan elite-elite PDI-P membingungkan publik. Menurut dia, kedua belah pihak seharusnya menyelesaikan friksi secara dewasa. 

"Kalau mau tegas, ya, PDI-P bisa memanggil dan minta diklarifikasi atau Pak Jokowi sendiri dengan Gibrannya menyatakan mundur dari PDI-P. Ini enggak. Ini kan seperti saling tunggu," ucap Cecep kepada Alinea.id

Namun demikian, menurut Cecep, Jokowi dan PDI-P masih mungkin rujuk. Cecep menerka kedua belah pihak tengah menunggu progres Pilpres 2024. Ia memprediksi akan ada komunikasi politik antara kedua belah pihak jika Pilpres 2024 berlangsung dua putaran. 

"Tapi, ada kemungkinan kedua. Kemungkinan kedua adalah hubungan seperti ini. Jadi, hubungan tidak membaik. Ada juga kemungkinan ketiga, yaitu ada peristiwa politik apa yang kita belum tahu yag memungkinkan keduanya mencair lagi," ucap Cecep. 

Cecep meyakini peluang rujuk antara Jokowi dan PDI-P besar. Ia membandingkan konflik keduanya dengan perseteruan Megawati dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2004. Ketika itu, SBY maju sebagai calon presiden meskipun masih berstatus sebagai pembantu Megawati di kabinet. 

"Waktu Bu Mega dan SBY itu sama-sama bersaing di pilpres, SBY kan jadi Menkopolhukam. Jadi, posisinya beda. Pak SBY bikin partai sendiri. Jokowi tidak mendirikan partai kecuali keluar dari mandat dari PDI-P. Dari segi peluang, kalau mereka ini nanti bisa cair lagi. Peluang rujuk itu masih terbuka lebar," ucap Cecep.

 

Berita Lainnya
×
tekid