sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Indonesia urutan ke-6 di ASEAN soal keterwakilan perempuan di parlemen

Masih ada 26 provinsi yang angka keterwakilan perempuan masih di bawah angka nasional.

Hermansah
Hermansah Selasa, 24 Okt 2023 08:54 WIB
Indonesia urutan ke-6 di ASEAN soal keterwakilan perempuan di parlemen

Kepemimpinan perempuan esensial bagi kesejahteraan bangsa, sehingga harus terus didorong dan digelorakan agar menjadi persepsi baru di masyarakat.

Staf Ahli Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Titi Eko Rahayu, mengungkapkan kunci utama agar keterwakilan perempuan dan kepemimpian perempuan terutama dalam politik dapat tercapai, yakni sesama perempuan harus saling mendukung.

“Kuncinya antarsesama perempuan harus terus saling mendukung, memotivasi dan menginspirasi. Perempuan harus berani. Jangka panjangnya bukan hanya angka terpenuhinya kuota 30% tetapi munculnya kebijakan-kebijakan dan program yang berprespektif gender,” tutur Staf Ahli Menteri PPPA, Titi Eko, dalam keterangan resminya, Selasa (24/10).

Sudah sepatutnya ruang partisipasi dan representasi politik perempuan harus terfasilitasi dengan baik. Sebab, sistem politik demokrasi Indonesia menuntut adanya, kehadiran sistem perwakilan yang mewakili semua kelompok salah satunya dari segi gender. Selain itu Indonesia juga telah ikut menekan komitmen mendukung target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SDGs dan kampanye dunia planet 50:50 atau gender equality.

“Melihat keterwakilan perempuan di parlemen pada tingkat ASEAN, Indonesia ada di posisi 6 dibanding negara-negara lain di ASEAN. Secara nasional, proporsi keterwakilan perempuan menurut data BPS 2023 adalah 21,74 %, ada kenaikan dibanding data sebelumnya. Namun sayangnya, masih ada 26 provinsi yang angka keterwakilannya masih di bawah angka nasional. Yang menggembirakan di DPD RI, dari data yang diolah KemenPPPA keterwakilan perempuan 2019 sudah memenuhi kuota di angka 30,14%,” tutur Titi.

Padahal, kuota keterwakilan perempuan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Di mana pada Pasal 55 menegaskan bahwa daftar bakal calon anggota DPR, DPD, dan DPRD memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan. Selain itu, pada tingkat kepengurusan partai politik, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 pada Pasal 2 Ayat 2 menyebutkan, pendirian dan pembentukan partai politik menyertakan 30% keterwakilan perempuan. Didukung aturan bahwa kepengurusan Partai Politik tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota disusun dengan menyertakan paling sedikit 30% keterwakilan perempuan (Pasal 2 Ayat 5 dan Pasal 20).

Menurut Titi alasan penting perempuan terlibat dalam politik dan pengambil keputusan, di antaranya karena jumlah penduduk perempuan hampir 50%, perempuan dan laki-laki memiliki hak sama termasuk dalam politik, serta perempuan berhak memperjuangkan haknya.

“Perempuan berhak berperan dalam mengambil keputusan yang menyangkut dirinya, karena perempuan-lah yang mengetahui permasalahannya, kebutuhan, dan solusi atas persoalan yang dihadapi. Apalagi di era digital, perempuan memiliki kualitas dan kemampuan yang sama dengan laki-laki dan ini bisa dibuktikan,” tambah Titi.

Sponsored

KemenPPPA tentu harus terus memastikan bahwa proses politik ini responsif gender, artinya proses politik harus partisipatif dan inklusif terhadap perempuan dan laki-laki, baik dari perumusan, penetapan kebijakan maupun pelaksanaanya dilaksanakan secara demokratis. Proses politik yang mengintegrasikan isu-isu gender, keterlibatan semua kelompok termasuk perempuan.

Sementara Sekretaris Jenderal Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Lis Dedeh menuturkan, peluang terpilihnya calon legislatif perempuan dalam pemilu menyangkut dengan partisipasi pemilih, penyelenggara pemilu, peran partai politik yang masih patuh pada Undang-Undang Pemilu 2017, kelompok perempuan peserta pemilu, dan kelompok masyarakat sipil.

“Tantangan budaya menjadi salah satu yang paling besar. Masih ada budaya patriarki, politik yang maskulin bahwa laki-laki lebih dari perempuan itu terjadi di daerah-daerah terutama yang kental dengan adat istiadat atau agama. Butuh strategi khusus untuk menghadapi tantangan-tantangan yang bagi perempuan di politik termasuk soal kepercayaan perempuan pada potensi dan kemampuan perempuan di politik,” tutur Lis Dedeh.

Berita Lainnya
×
tekid