close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi sengketa tanah. Alinea.id/Firgie Saputra.
icon caption
Ilustrasi sengketa tanah. Alinea.id/Firgie Saputra.
Peristiwa
Sabtu, 24 Mei 2025 15:27

Adu kuat BMKG vs GRIB Jaya dalam sengketa lahan di Pondok Betung

BMKG melaporkan ormas GRIB Jaya karena diduga menduduki lahan milik mereka di Tangerang Selatan.
swipe

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) resmi melaporkan organisasi masyarakat Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya kepada Polda Metro Jaya. BMKG menuding ormas yang dipimpin Hercules Rosario Marshal itu menduduki lahan seluas 127.780 meter persegi milik BMKG di Pondok Betung, Tangerang Selatan, Banten. 

Laporan itu tercatat dalam surat bernomor e.T/PL.04.00/001/KB/V/2025. Dalam laporannya, BMKG memohon bantuan pengamanan terhadap aset tanah itu. 

"BMKG memohon bantuan pihak berwenang untuk melakukan penertiban terhadap ormas GRIB Jaya yang tanpa hak menduduki dan memanfaatkan aset tanah negara milik BMKG," kata Plt Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG Akhmad Taufan Maulana, Jumat (23/5) lalu. 

Surat itu ditembuskan kepada Satgas Terpadu Penanganan Premanisme dan Ormas di bawah Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam), Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Polres Tangerang Selatan, serta Polsek Pondok Aren. 

Taufan mengklaim gangguan keamanan terhadap lahan tersebut telah berlangsung hampir dua tahun dan menghambat rencana pembangunan Gedung Arsip BMKG. Kader-kader GRIB Jaya disebut Taufan mendirikan pos di lokasi dan memaksa pekerja menghentikan aktivitas konstruksi gedung. 

Menurut Taufan, lahan tersebut sah dimiliki negara berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) No. 1/Pondok Betung Tahun 2003. Kepemilikan tanah tersebut dikuatkan oleh sejumlah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, termasuk putusan Mahkamah Agung RI No. 396 PK/Pdt/2000 tanggal 8 Januari 2007.

"Ketua Pengadilan Negeri Tangerang juga telah menyatakan secara tertulis bahwa putusan-putusan tersebut saling menguatkan sehingga tidak diperlukan eksekusi," jelas Taufan. 

Taufan mengatakan pihak GRIB Jaya tak menerima penjelasan hukum yang disampaikan BMKG. Dalam satu pertemuan, pimpinan GRIB Jaya disebut mengajukan tuntutan ganti rugi senilai Rp 5 miliar sebagai syarat penarikan massa dari lokasi proyek.

Tuntutan tersebut, kata Taufan, ditolak BMKG. Ia juga menekankan Gegung Arsip BMKG urgen untuk segera dibangun. "Fasilitas ini mendukung akuntabilitas dan transparansi BMKG sebagai institusi pemerintah," kata Taufan. 

Apa sikap pemerintah? 

Polda Metro Jaya sudah turun tangan menyelidiki kasus itu. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan laporan dari BMKG diterima Polda Metro Jaya sejak 3 Februari 2025.

"Dugaan tindak pidana memasuki pekarangan tanpa izin dan/atau penggelapan hak atas benda tidak bergerak dan/atau perusakan secara bersama-sama," kata Ade kepada wartawan Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (23/5). 

Ade mengatakan ada enam orang anggota GRIB Jaya yang dilaporkan pegawai BMKG, yakni J, H, AV, K, B, dan MY. "Berdasarkan informasi dari tim penyelidik yang kami dapatkan adalah bahwa untuk terlapor AV, K, B, dan MY ini diduga adalah anggota ormas, dari sebuah ormas dengan inisial GJ diduga," kata dia. 

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid turut angkat suara. Ia mengatakan akan mengecek legalitas kepemilikan lahan yang diperebutkan BMKG dan ahli waris berinisial R bin S yang didampingi GRIB Jaya. 

"Pola-pola semacam ini, proses kedudukan seperti ini oleh ormas apa pun dan oleh siapa pun tidak boleh, apalagi itu menyangkut BMN atau barang milik negara, atau menyangkut kepemilikan orang lain pun enggak boleh,” ujar Nusron. 

Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila, KPH Japto S Soerjosoemarno, dan Ketua Umum GRIB JAYA, H. Hercules Marshall, mengadakan pertemuan di markas Pemuda Pancasila (PP), Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 23 Januari 2024. /Foto Instagram @Gribjaya_id

Bagaimana sanggahan dari GRIB Jaya? 

Ketua Tim Hukum dan Advokasi GRIB Jaya Wilson Colling membantah ada penguasaan lahan di Pondok Betung. Menurut dia, GRIB Jaya hadir di lokasi sengketa lahan semata-mata dalam kapasitas sebagai pendamping hukum dan advokasi atas permintaan resmi dari para ahli waris.

"GRIB Jaya menerima kuasa hukum dari para ahli waris pada tahun 2024, setelah mereka selama bertahun-tahun berjuang sendiri dan berganti-ganti pengacara tanpa hasil yang berpihak pada keadilan," kata Wilson dalam siaran pers yang diterima Alinea.id, Jumat (23/5) malam. 

Menurut Wilson, tanah yang dipersoalkan merupakan milik ahli waris secara turun-temurun, sebagaimana dibuktikan dalam sertifikat girik. Pada dekade 1970-an, BMKG mengeluarkan uang untuk membebaskan lahan di sekitar itu.

"Karena BMKG sudah merasa mengeluarkan uang, dia minta tanah itu untuk dikosongkan. Tetapi karena ahli waris tak kunjung mengosongkan tanah itu, BMKG tidak bisa memanfaatkan tanah itu," ujar Wilson. 

Berdasarkan keterangan ahli waris, menurut Wilson, BMKG menggugat ahli waris di pengadilan di wilayah Tangerang pada dekade 1980-an. Tetapi, gugatan itu kalah di pengadilan negeri. Saat banding di pengadilan tinggi pun, gugatan BMKG ditolak. Dia kasasi di Mahkamah Agung. Dia kasasi, dia kalah lagi," imbuh Wilson. 

Setelah kalah di kasasi, BMKG mengajukan peninjauan kembali (PK) kasus sengketa lahan itu. Pada 2007, keluar putusan PK yang menyatakan mengabulkan sebagian gugatan BMKG. Namun, dalam putusan PK itu, tidak ada perintah untuk menyerahkan girik dari ahli waris kepada BMKG. Selain itu, tidak ada perintah eksekusi. 

Pada 2016, menurut Wilson, permohonan eksekusi lahan yang diajukan BMJKG ditolak pengadilan negeri. Dua tahun berselang, BMKG mengajukan banding untuk meminta permohonan eksekusi yang juga ditolak pengadilan. Pada 2020, langkah kasasi pun tak membuahkan hasil.  

Wilson mengatakan BMKG lantas meminta surat penjelasan dari ketua pengadilan. Oleh ketua pengadilan setempat, surat itu dibalas. Isinya tanah sengket bisa diambil oleh BMKG tanpa perlu ada lagi surat perintah eksekusi.

"Yang perlu diingat, surat yang dikeluarkan ketua pengadilan itu bukan sebuah keputusan hukum. Itu pendapat pribadi dari ketua pengadilan," kata Wilson. 

Oleh BMKG, isi surat itu dipasang di sebuah plang di lahan sengketa. Menurut Wilson, isi surat tak cukup untuk jadi dasar bagi BMKG mengeksekusi lahan. "Dasar kita adalah undang-undang. Dasar BMKG adalah pendapat ketua pengadilan. Pertanyaan saya, lebih kuat undang-undang atau pendapat ketua pengadilan?" imbuhnya. 

Wilson juga menyanggah ada permintaan ganti rugi sebesar Rp5 miliar kepada BMKG. "Silakan sebut namanya siapa, orangnya siapa, disampaikannya di mana dan buktinya apa. Tangkap kalau memang ada," kata dia. 

 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan