Ditemui saat meninjau harga bahan pokok di Pasar Rau, Serang, Banten, Rabu (20/8) Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, Perum Bulog dan Bapanas sedang berupaya memastikan beras Stabilitasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) terdistribusi dengan baik ke masyarakat lewat sentuhan aplikasi Klik SPHP, yang dirancang agar penyaluran beras lebih terdata dan tertata.
"Bapanas seizin rakortas dan ratas mengalokasikan 1,3 juta ton sampai dengan akhir tahun untuk Bulog melakukan stabilisasi pasar pasokan dan harga pangan. Bulog diminta atas masukan Menteri Pertanian supaya tepat sasaran dan lain-lain, tidak ada penyalahgunaan, menggunakan aplikasi," kata Arief.
Arief mengunjungi Pasar Rau bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Direktur Utama (Dirut). Selain mereka, tampak ada Gubernur Banten Andra Soni, Wali Kota Serang Budi Rustandi, dan Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan Prita Laura.
Namun, Arief mengatakan, hal yang paling penting dipastikan adalah agar harga beras di tingkat konsumen tidak melampaui harga acuan penjualan (HAP) atau harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan pemerintah. HET beras medium berbeda-beda di setiap wilayah. Misalnya, di Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan, HET beras medium adalah Rp 12.500 per kilogram, sedangkan di Aceh, Sumatera Utara, dan daerah lainnya adalah Rp 13.100 per kilogram.
HET beras premium juga berbeda-beda di setiap wilayah. Di Kalimantan, HET beras premium adalah Rp 15.400 per kilogram, sedangkan di Maluku dan Papua adalah Rp 15.800 per kilogram.
"Selain itu, Pak Presiden tidak mau harga gabah di bawah Rp 6.500, itu konfirm semua penggilingan padi hari ini minimum beli gabah Rp6.500 itu sudah harus,” ucap Arief.
“Kemudian harga ditingkat konsumen juga sama tidak boleh terlalu tinggi karena sesuai HAP, harus sesuai HET.”
Arief juga mengimbau penggilingan yang saat ini berhenti berproduksi, agar kembali berproduksi dan jangan takut mengirim ke outlet atau toko beras. Sepanjang kualitas beras sesuai yang tertera di label kemasan. Menurut Arief, yang harus dihentikan dari perkara beras oplosan adalah penggilingan jangan lagi mengulangi praktik melabeli beras seolah isinya berkualitas premium. Namun, isinya tidak sesuai dengan yang tertulis di label.
"Kami mengimbau kepada seluruh penggiling se-Indonesia tetaplah berproduksi. Jadi jangan tidak produksi, jangan takut untuk mengirimkan ke outlet-outlet sepanjang sesuai apa yang di label, sesuai sama dengan isinya,” ujar Arief.
“Yang kemarin tidak boleh oleh Menteri Pertanian, Satgas Pangan, dan Kejaksaan itu karena label yang menuliskan premium isinya bukan premium. Sehingga diminta untuk menurunkan harga sesuai dengan isi dalam kemasan tersebut,”
Salah seorang pedagang beras, Anis Fuad, bercerita jika beras SPHP cukup diminati meski belum terlalu banyak. Keberadaan beras SPHP membuat masyarakat sudah tidak terlalu panik kelangkaan beras, usai polemik beras oplosan.
Namun, dia mengatakan, jika praktik mencampur beras untuk menyesuaikan harga dan selera masyarakat masih sering dilakukan. Sebab, pedagang beras di tingkat eceran selalu berpacu dengan harga beras yang tinggi dan selisih harga yang bisa menjadi keuntungan.
"Jadi semisal Pandan Wangi kan mahal, tapi ada masyarakat yang mau dengan harga murah, ya sudah kita campur dengan kadar tertentu, dengan harga yang lebih murah," kata Anis.