close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi beras. Foto: Pixabay
icon caption
Ilustrasi beras. Foto: Pixabay
Peristiwa
Rabu, 16 Juli 2025 17:10

DPR minta kasus beras oplosan diusut tuntas

Menurut Titiek, semua pihak yang terlibat dalam praktik pengoplosan harus diberi sanksi, tanpa memandang besar kecilnya perusahaan.
swipe

Di tengah upaya besar pemerintah membangun ketahanan pangan nasional, publik justru dikejutkan oleh temuan praktik curang dalam perniagaan beras. Modusnya, beras kualitas rendah yang dikemas ulang dan dijual sebagai beras premium. Kasus ini menyulut perhatian banyak pihak, termasuk Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto. Ia menilai persoalan ini sebagai ancaman serius bagi kepercayaan masyarakat terhadap distribusi pangan.

“Kita sedang giat-giatnya membangun ketahanan pangan, terutama swasembada beras. Tapi malah muncul masalah beras oplosan. Ini jelas merugikan masyarakat,” ujar Titiek di Kompleks Parlemen, Rabu (16/7).

Ia meminta Kementerian Pertanian segera menindaklanjuti kasus ini dan memberikan laporan tertulis kepada Komisi IV DPR agar proses pengawasan dapat berjalan lebih terarah. “Kami tidak ingin anggota DPR bicara ngalor-ngidul, perlu data resmi agar semua jelas,” katanya.

Menurut Titiek, semua pihak yang terlibat dalam praktik pengoplosan harus diberi sanksi, tanpa memandang besar kecilnya perusahaan. “Kalau memang terbukti nakal, harus diberi efek jera. Jangan pilih-pilih, perusahaan besar atau kecil tetap harus ditindak,” tegasnya.

Ia juga meminta agar koordinasi antar kementerian dan lembaga diperkuat. Menurutnya, perlu ada langkah terintegrasi agar informasi tidak simpang siur di tengah masyarakat. “Jangan sampai masyarakat bingung karena banyak berita simpang siur. Ini saatnya semua pihak, termasuk Menko, turun tangan,” imbuhnya.

Sementara itu, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menjelaskan bahwa kerugian akibat praktik beras oplosan ini bukan hanya berdampak pada negara, tetapi juga masyarakat luas.

“Kerugian ini kami estimasi mencapai Rp99 triliun. Itu bukan hanya dari satu tahun, tapi kemungkinan sudah terjadi bertahun-tahun. Ini sedang kami dalami bersama tim dan diserahkan kepada penegak hukum,” jelas Amran saat rapat dengar pendapat, di Kompleks Parlemen, Rabu (16/7).

Ia menyebut praktik pengoplosan ini terjadi ketika beras kualitas biasa dikemas ulang dan dijual sebagai beras premium. “Ibaratnya emas 18 karat, diklaim dan dijual sebagai 24 karat. Harganya naik, tapi kualitas tidak,” katanya.

Amran juga mengungkapkan bahwa temuan ini didukung oleh hasil uji dari 13 laboratorium independen, termasuk Sucofindo, yang tersebar di seluruh Indonesia.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan