close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Perbatasan Azerbaijan-Iran. Foto: APA
icon caption
Perbatasan Azerbaijan-Iran. Foto: APA
Peristiwa
Rabu, 18 Juni 2025 20:36

Ada keresahan politis di balik pembukaan perbatasan Azerbaijan-Iran

Padahal sejak Maret 2020, Azerbaijan menutup semua perbatasan darat demi menekan penyebaran COVID-19.
swipe

Di tengah ketegangan geopolitik yang meningkat setelah serangan rudal Israel ke Iran, perbatasan darat Azerbaijan yang selama lebih dari lima tahun ditutup rapat-rapat tiba-tiba terbuka—setidaknya sebagian. Kali ini, bukan untuk turis atau pedagang, melainkan atas nama kemanusiaan.

Pemandangan tak biasa pun muncul di gerbang perbatasan yang biasanya sepi. Ribuan orang—kebanyakan bukan warga Iran—melintasi jalur darat dari wilayah Iran menuju Azerbaijan. Sebagian datang dengan harapan menemukan perlindungan, sebagian lain mencari jalan pulang.

Padahal sejak Maret 2020, Azerbaijan menutup semua perbatasan darat demi menekan penyebaran COVID-19. Penutupan itu diperpanjang berkali-kali, dan kini dijadwalkan berlangsung hingga Juli 2025. Selama itu pula, tak sedikit suara-suara dari masyarakat yang merasa terkunci di negeri sendiri—secara harfiah dan sosial.

Di daerah-daerah perbatasan, warga mengeluh kerugian ekonomi akibat lumpuhnya perdagangan lintas batas. Para pekerja migran yang menggantungkan hidup di Rusia dan negara tetangga lainnya juga terjebak di luar negeri, tanpa kepastian kapan bisa pulang.

Namun kini, dalam suasana tegang yang melibatkan Israel dan Iran, Azerbaijan memberikan celah.

Ketika jalur darat kembali ditempuh
Pada 17 Juni, juru bicara Kementerian Luar Negeri Azerbaijan, Aykhan Hajizadeh, mengungkapkan bahwa lebih dari seribu permohonan masuk telah diterima dari 51 negara. Dalam beberapa hari saja, puluhan orang berhasil menyeberang dan langsung dibawa ke Bandara Baku, sebelum diterbangkan kembali ke negara asal mereka.

Tak hanya warga asing, setidaknya 41 warga Azerbaijan, termasuk staf kedutaan dan keluarganya, juga berhasil keluar dari Iran melalui jalur darat. Mereka yang berada di Israel pun difasilitasi untuk keluar lewat Yordania dan Mesir.

Menurut laporan Agence France-Presse (AFP), sejak 13 Juni, lebih dari 600 warga dari 17 negara telah menyeberangi perbatasan Iran-Azerbaijan. Sebuah gelombang kemanusiaan kecil di tengah pusaran konflik besar.

Namun di dalam negeri, gelombang lain tengah membentuk arus kritik.

Kenangan pahit di perbatasan
Di media sosial Azerbaijan, banyak warga yang mengingat kembali masa-masa sulit saat pandemi, ketika ribuan pekerja migran Azerbaijan tertahan berbulan-bulan di perbatasan Rusia. Kala itu, pos-pos perbatasan seperti Yarag-Kazmalyar dipenuhi warga yang mengantre untuk pulang, tanpa fasilitas memadai dan sering kali di tengah cuaca ekstrem.

Mereka yang mencoba menerobos, berakhir ditindak oleh aparat. Protes dibubarkan, puluhan ditangkap, bahkan ada laporan korban jiwa yang tak pernah dikonfirmasi resmi.

Warga kini mempertanyakan: mengapa bantuan cepat dan sistematis bisa diberikan pada pengungsi asing, sementara warga sendiri dulu harus menunggu dalam ketidakpastian?

Retorika keamanan dan kritik sipil
Pemerintah tetap bersikeras bahwa penutupan perbatasan adalah demi keamanan nasional. Presiden Ilham Aliyev menegaskan bahwa kebijakan ini melindungi rakyat dari ancaman luar. Namun, bagi sebagian warga dan aktivis, penutupan ini kini lebih terlihat sebagai kebijakan politik ketimbang medis.

Vafa Nagi, seorang aktivis masyarakat sipil, menyebut bahwa "ketakutan" telah dijadikan alasan untuk terus membatasi mobilitas warga. Menurutnya, “pandemi telah lama berlalu, tapi batasan tetap dipertahankan.”

Aspirasi untuk membuka kembali perbatasan sempat muncul dalam bentuk protes di Baku, Juli 2022. Seruan “Jangan tutup perbatasan, jangan tangkap rakyat!” digaungkan oleh tokoh oposisi Tofig Yagublu. Aksi itu berujung pada penangkapan 28 orang, termasuk Yagublu sendiri, yang kini menjalani hukuman sembilan tahun penjara.

Peristiwa baru-baru ini menunjukkan bahwa di tengah krisis, pintu-pintu yang selama ini tertutup bisa dibuka—dengan alasan kemanusiaan. Namun bagi banyak warga Azerbaijan, ini sekaligus menimbulkan pertanyaan: apakah hak untuk pulang dan melintasi batas hanya berlaku saat krisis internasional? (jam-news)

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan