Gen Z stare bukan sekadar protes terhadap milenial
Debat antargenerasi pecah di TikTok selama beberapa hari terakhir. Pemicunya kaum milenial. Dalam unggahan-unggahan yang viral, mereka menceritakan pengalaman mereka saat bertemu pegawai atau petugas dari kalangan gen Z di restoran, kafe, atau ruang publik lainnya.
Pengalaman umumnya begini: bayangkan kamu seorang milenial. Kamu datang ke sebuah restoran burger dan dilayani pegawai dari kalangan gen Z. Sang pegawai tak menyapa duluan sebagaimana lazimnya pelayan restoran. Ia hanya menunggu kamu memesan.
Kamu lantas memesan cheeseburger. Tetapi, kamu tak mau ada keju di cheeseburger itu. Si pelayan lantas hanya menatap kamu dengan pandangan kosong. Di kepalanya, ia mungkin sedang berpikir cheeseburger tanpa cheese tak masuk akal.
Ada pula yang bercerita mengenai pengalaman mereka saat merasakan gen Z stare di dunia kerja. Sang bos, misalnya, meminta pegawai mereka dari kalangan gen Z untuk mengerjakan tugas-tugas tertentu. Sang pegawai "menolak" perintah itu hanya dengan tatapan kosong.
Banyak kaum milenial di TikTok menyebut gen Z stare sebagai perilaku kasar dari kalangan pegawai gen Z. Namun, Tiktokers dari kalangan gen Z tak setuju. Gen Z berdalih itu hanya cara mereka "berkomunikasi" saat menemukan hal-hal yang tak mereka pahami atau tak sesuai dengan apa yang mereka percayai.
"Pada dasarnya, gen Z stare adalah cara kami mengatakan bahwa para konsumen tak selalu benar," kata Efe Ahworegba, Tiktoker berusia 19 tahun yang konten-kotennya sudah ditonton belasan juta orang, seperti dikutip dari New York Times.
Menurut Ahworegba, generasi Z punya nilai-nilai yang mereka percaya yang terkadang kontradiktif dengan nilai-nilai atau "tradisi" turun-temurun kalangan milenial atau generasi yang lebih tua.
Itulah kenapa momen-momen gen Z stare terjadi di ruang publik. "Mereka hanya tidak ingin berkomunikasi dengan seseorang yang tidak mau menggunakan sel-sel otaknya," sindir Ahworegba.
Tidak jelas bagaimana terminologi gen Z stare lahir. Namun, sejumlah pengguna media sosial menyebut istilah itu viral di TikTok sejak beberapa minggu lalu. Siapa yang mempopulerkan? Hingga kini, tak ada yang benar-benar tahu.
Kaum gen Z punya teori kenapa mereka kerap mempratikkan gen Z stare. Ada yang menyebut perilaku itu berakar dari kecemasan. Banyak gen Z tak tahu bagaimana menghadapi orang asing karena "terkurung" selama dua tahun akibat pandemi Covid-19.
"Rasanya seperti kemunculan kembali rasa bahaya yang aneh. Seperti, orang-orang tak tahu bagaimana cara berbasa-basi atau berinteraksi dengan orang yang tak mereka kenal," kata Jordan MacIsaac, seorang bartender berusia 24 tahun.

Perbedaan nilai
Dalam sebuah opini di CNBC, Suzy Welch, Direktur NYU Stern Initiative on Purpose and Flourishing, sepakat perbedaan nilai-nilai antara kaum gen Z dan generasi yang lebih tua menjadi penyebab maraknya momen-momen gen Z stare.
Saat ini, Welch melakoni riset berbasis survei yang melibatkan ribuan gen Z dan milenial. Dari data sementara yang ia kumpulkan, mayoritas gen Z punya pegangan nilai yang berbeda ketimbang generasi yang lebih tua.
Dari 15 jenis nilai, mayoritas Gen Z, misalnya, menempatkan pencapaian (achievement) pada peringkat ke-11. Kaum milenial lazimnya menempatkan pencapaian sebagai nilai utama yang harus dipegang supaya sukses dalam kehidupan.
"Ketimbang pencapaian, mereka cenderung condong pada nilai-nilai seperti eudaimonia atau voice. Menurut riset awal kamu, sebanyak 85% responden dari kalangan gen Z menempatkan dua nilai itu di jajaran lima teratas," jelas Welch.
Eudaimonia, kata Welch, didefinisikan sebagai kepercayaan mengenai pentingnya merawat diri dan keseimbangan hidup. Voice adalah terminologi untuk menyebut ekspresi pribadi dan keotentikan di kalangan gen Z.
"Tak hanya tidak termotivasi oleh keinginan untuk menang, berkompetisi, mencapai status—generasi Z secara aktif justru menjauhi nilai-nilai itu," ujar Welch.
Jean Twenge, penulis buku Generations: The Real Differences Between Gen Z, Millennials, Gen X, Boomers and Silents — And What They Mean for America’s Future membenarkan pandemi mungkin menjadi salah satu faktor yang mendorong perilaku gen Z stare.
Gen Z, kata dia, kurang pengalaman dalam interaksi tatap muka.
"Perilaku sosial butuh waktu ribuan jam untuk dikuasai dan masa remaja adalah periode krusial untuk mengembangkannya. Gen Z menghabiskan waktu yang lebih sedikit dengan rekan sebaya mereka pada tahap krusial itu," ujar Twenge.


