close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi kesepian. /Foto Unsplash
icon caption
Ilustrasi kesepian. /Foto Unsplash
Sosial dan Gaya Hidup
Rabu, 30 Juli 2025 19:14

Posting, scrolling, dan AI: Kenapa gen Z jadi generasi paling kesepian sepanjang sejarah?

Mayoritas gen Z bahkan takut untuk berbicara langsung dengan rekan mereka via telepon.
swipe

Ironis, tapi nyata. Pada Hari Persahabatan Dunia (Friendship Day) yang dirayakan secara global pada 30 Juli 2025, mayoritas generasi Z justru merasa kesepian. Alih-alih berkumpul bersama teman-teman sebaya, kaum gen Z saling menyemangati via chat atau media sosial. 

Perayaan hari spesial itu hanya digelar lewat Instagram Stories, mengirim stiker lucu di grup WhatsApp, atau membagikan video kenangan dari masa SMA. Itu setidaknya dilakoni Aisha, seorang mahasiswa asal Dubai. 

“Saya bisa chatting 24 jam dengan banyak orang, tapi tetap merasa sendirian,” ujar perempuan berusia 21 tahun itu seperti dikutip dari Gulf News. 

Gen Z merupakan generasi yang paling terkoneksi secara digital. Namun, ternyata generasi itu mengalami krisis kedekatan yang cukup mengkhawatirkan.

Sekitar 80 persen Gen Z—mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012—mengaku pernah merasa sangat kesepian. Jumlah itu jauh lebih tinggi dibanding generasi sebelumnya seperti Baby Boomers, yang hanya sekitar 45 persen melaporkan hal serupa.

Menurut riset dari Baylor University, penggunaan media sosial secara berlebihan, baik aktif (posting, komentar) maupun pasif (scrolling), justru memperburuk rasa kesepian. Gen Z kerap menghabiskan waktu berjam-jam di TikTok, Instagram, atau Snapchat. 

Namun, interaksi interaksi yang dibangun di platform-platform itu dinilai dangkal dan tidak selalu membawa rasa memiliki atau kedekatan emosional yang nyata.

Ironisnya, perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) juga ikut menambah lapisan kompleksitas. Sekitar 70 persen remaja saat ini menggunakan chatbot AI untuk bercerita, mencurahkan isi hati, bahkan sebagai "teman virtual".

Para psikolog memperingatkan bahwa interaksi dengan AI tak bisa menggantikan hubungan manusia yang sesungguhnya.

“Hubungan digital bisa menipu otak kita seolah-olah kita sedang berinteraksi secara sosial, padahal secara emosional kita masih kesepian,” ungkap Jamil Zaki, pakar psikologi sosial dari Baylor University.

Faktor lain yang memperburuk situasi adalah hilangnya ruang sosial netral atau third place—seperti kafe, taman, ruang komunitas—tempat orang biasanya bisa nongkrong santai dan menjalin hubungan sosial tanpa tekanan. Tempat-tempat itu kini mahal, eksklusif, atau bergeser ke ruang digital yang lebih sempit dan transaksional.

Tren ini juga dipengaruhi oleh efek pandemi COVID-19 yang berkepanjangan, di mana interaksi sosial tatap muka selama bertahun-tahun digantikan oleh pertemuan daring. Akibatnya, banyak Gen Z yang tidak terbiasa membangun hubungan langsung di dunia nyata.

Banyak Gen Z juga menghindari komunikasi suara seperti bertelepon langsung. Mereka merasa canggung atau cemas jika harus berbicara langsung, dan lebih memilih teks atau voice note. 

Riset berbasis survei yang dilakoni di Australia pada 2023 menemukan bahwa 90% gen Z mengaku takut berbicara langsung dengan rekan mereka atau bahkan keluarga mereka sendiri. 

Pakar komunikasi Mary Janes Copps pernah mengomentari temuan mengagetkan itu. Copps mengaku baru sadar ternyata mengobrol via telepon adalah sebuah skill. "Dan selama beberapa dekade kita tidak mengetahuinya karena kita semua melakukannya," kata Copps. 

 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan