close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden ke-7 RI Joko Widodo. /Foto Instagram Jokowi
icon caption
Presiden ke-7 RI Joko Widodo. /Foto Instagram Jokowi
Peristiwa
Jumat, 25 April 2025 17:17

Perang narasi ijazah Jokowi

Muncul orang-orang yang bersaksi Jokowi benar-benar pernah kuliah dan lulus dari UGM.
swipe

Polemik dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) memasuki babak baru. Sekelompok advokat yang tergabung dalam organisasi Peradi Bersatu melaporkan pakar telematika Roy Suryo, Tifauzia Tyassuma alias Dokter Tifa, dan pakar forensik digital Rismon Sianipar ke Bareskrim Polri. 

Roy dan kawan-kawan dituding bikin kegaduhan karena menuduh Jokowi memakai ijazah palsu. Jokowi konon lulus dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1985. Namun, Jokowi tak pernah menunjukkan ijazahnya di depan publik. 

"Kami akan melaporkan terkait tudingan ijazah palsu, dugaan penghinaan, penghasutan, dan membuat gaduh," kata Sekretaris Jenderal Peradi Bersatu Ade Darmawan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (24/4). 

Roy, Dokter Tifa, dan Rismon merupakan sosok-sosok yang paling vokal mempersoalkan ijazah Jokowi. Dalam sebuah diskusi "Gaduh Ijazah Palsu Jokowi, Fakta atau Fitnah?" di TV One, belum lama ini, Roy menyebut "kelulusan" Jokowi dipenuhi kejanggalan, mulai dari font lembar pengesahan skripsi yang menggunakan jenis font Times New Roman, salah ketik pada nama dosen pembimbing, dan foto wisuda yang diduga direkayasa. 

Dalam diskusi itu, Roy sempat adu mulut dengan loyalis Jokowi yang juga Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina. Silfester memancing agar mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu berani terang-terangan menyatakan ijazah Jokowi palsu. 

"Dengar Pak Pengacara (Firman). Karena gini, dia (Roy) yang menuduh palsu nih. Sudah kita bisa jerat dia nih sekarang," kata Silfester. Dalam debat itu, Silfester didampingi Firman Pangaribuan, anggota tim hukum Jokowi dalam kasus dugaan fitnah ijazah palsu Jokowi. 

Penggunaan format Times New Roman dalam pengesahan skripsi Jokowi sempat diulas tuntas Rismon dalam sebuah siniar di akun Youtube @RISMONSIANIPAROFFICIAL. Rismon mengatakan lembar pengesahan Jokowi tak mungkin menggunakan format Times New Roman. Pasalnya, jenis huruf itu baru resmi dipakai di Indonesia pada 1992. 

April lalu, Firman dan tim kuasa hukum sudah mewacanakan gugatan hukum kepada para penuding ijazah palsu Jokowi. Namun, hingga kini wacana itu tak terealisasi. Teranyar, kuasa hukum menyebut sudah mengantongi empat nama untuk dilaporkan ke polisi. 

Meski terancam dilaporkan, Rismon masih rutin mengunggah konten terkait dugaan ijazah palsu Jokowi di akun Youtube-nya. Teranyar, Rismon menyoroti beredarnya lembar pengesahan skripsi "konco-konco" Jokowi yang sama-sama menggunakan font Times New Roman di media sosial. Ia menduga ada rekayasa "terstruktur, sistematis, dan masif." 

Roy Suryo dan Dokter Tifa pun demikian. Di media sosial dan di berbagai forum diksusi publik, keduanya rutin menuntut agar dugaan penggunaan ijazah palsu oleh Jokowi dibawa ke ranah hukum. Mereka mengklaim tak takut dipidanakan. 

Upaya pembelaan juga muncul dari konco-konco Jokowi. Dalam siaran pers yang diunggah di laman resmi UGM, April lalu, Dekan Fakultas Kehutanan UGM Sigit Sunarta menegaskan Jokowi pernah berkuliah dan lulus dari Fakultas Kehutanan UGM. 

Dalam siaran pers yang sama, ada pula keterangan dari Frono Jiwo, Komisaris Independen PT Perkebunan Nusantara XIV. Frono mengaku teman Jokowi saat berkuliah di Fakultas Kehutanan UGM. Ia mengatakan sering berbincang dengan Jokowi saat kuliah.  "Kami seangkatan dengan Pak Jokowi, masuk tahun 1980," kata Frono.

Dalam berbagai siniar, Rismon mengatakan bantahan dan klaim dari orang-orang dekat Jokowi tak ada artinya. Yang dibutuhkan publik ialah uji saintifik untuk membuktikan bahwa ijazah yang dipegang Jokowi benar-benar asli. 

Analis politik dari Universitas Medan Area, Sumatera Utara, Khairunnisa Lubis menilai sedang ada perang narasi pro-kontra dalam kasus dugaan ijazah palsu Jokowi. Ada yang menyerang dan ada yang merasa diserang. 

"Tentu pihak yang diserang ini bisa diklaim pihak Jokowi. Dari sudut pandang penyerang tentu ini menjadi penting mengingat kekeliruan gelar Jokowi dari masa kepala daerah hingga jadi kepala negara selalu berubah- ubah," kata Nisa kepada Alinea.id, Kamis (24/4). 

Nisa mengatakan kasus-kasus dugaan ijazah palsu yang melibatkan pejabat negara rutin terjadi. Namun, kasus-kasus semacam itu biasanya menguap begitu saja. Di luar asli atau palsu, Nisa menduga ada kepentingan politik di balik polemik ijazah palsu Jokowi. 

"Legitimasi kualitas pribadi Jokowi dipertaruhkan saat ini. Jelas keadaan ini memiliki motif politik bagi masing-masing pihak, baik dari pihak Jokowi dan lawannya," kata Nisa.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai kegaduhan soal dugaan ijazah palsu Jokowi sudah "tak lagi penting". Apalagi, Jokowi sudah tak lagi menjabat sebagai presiden. 

Dedi curiga polemik ijazah palsu tersebut merupakan hanya bagian dari propaganda untuk menyudutkan Jokowi, tetapi juga untuk menciptakan kesan Jokowi terzalimi. Bukan tidak mungkin polemik itu diangkat untuk mengalihkan kasus yang lebih krusial.

"Jokowi sendiri banyak menerima tekanan hukum, mulai dari isu kolusi, nepotisme dan korupsi. Termasuk soal isu lingkungan. Lainnya, ada isu soal kebijakan Jokowi yang memungkinkan melanggar UU, dan isu Ijazah ini bisa saja untuk mengalihkan isu tersebut," kata Dedi kepada Alinea.id, Kamis (24/4). 

Ketimbang mempersoalkan keaslian ijazah, menurut Dedi, publik sebaiknya menyoroti kebijakan-kebijakan Jokowi yang bermasalah saat dia menjabat. "Aneh jika ada yang mendesak keaslian Jokowi lebih semangat dibanding mendesak untuk isu lainnya," tegasnya. 

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan