close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Petugas memadamkan api dari kebakaran rumah di Jalan Kemayoran Gempol, Kelurahan Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2025)./Foto Instagram @humasjakfire
icon caption
Petugas memadamkan api dari kebakaran rumah di Jalan Kemayoran Gempol, Kelurahan Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2025)./Foto Instagram @humasjakfire
Peristiwa - Kebakaran
Senin, 16 Juni 2025 18:00

Solusi jangka panjang kebakaran di permukiman padat

Kebakaran di Jakarta, terutama yang menimpa permukiman padat, sering kali terjadi.
swipe

Kebakaran besar terjadi di permukiman padat Kampung Rawa Indah, Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara pada Jumat (6/6). Akibatnya, sekitar 500 rumah ludes dan kurang-lebih 2.000 orang kehilangan tempat tinggal. Kebakaran di permukiman padat di Jakarta, sudah sering terjadi. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mencatat, ada 302 kebakaran yang terjadi di Jakarta selama periode Januari hingga Mei 2025.

Menurut pakar tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, langkah jangka pendek yang dapat segera dilakukan untuk mitigasi kebakaran di kawasan padat penduduk adalah menyediakan alat pemadam api ringan (apar) dan membentuk relawan kebakaran di kampung-kampung, dengan bekal pelatihan dan simulasi rutin.

Namun, solusi jangka pendek ini, menurut Nirwono, belum menyentuh akar persoalan. Untuk penyelesaian menyeluruh, kata dia, diperlukan lima langkah strategis jangka panjang.

Pertama, dilakukan pemeriksaan regulasi dan status lahan. Banyak kawasan padat penduduk, ternyata berada di atas lahan yang statusnya tidak sesuai peruntukan atau bahkan milik negara maupun kelompok tertentu. Hal ini menjadi penghambat utama dalam penataan kawasan.

“Kalau status lahannya tidak jelas, maka pemerintah tidak bisa melakukan konsolidasi lahan. Rencana penataan kawasan pun jadi terhambat,” ucap Nirwono kepada Alinea.id, Jumat (13/6).

Kedua, konsolidasi lahan yang hanya bisa dilakukan bila status kepemilikan dan peruntukannya sudah jelas. Ketiga, perlu adanya diskusi dan negosiasi intensif dengan warga untuk menyampaikan opsi penataan ulang kawasan, termasuk kemungkinan pemindahan ke hunian vertikal, seperti rumah susun atau rusun.

“Jika peruntukkan kawasan sesuai, maka revitalisasi dapat dilakukan melalui pembangunan rumah susun agar jalur evakuasi, instalasi listrik, air bersih, dan jaringan gas bisa ditata secara sistematis,” tutur Nirwono.

“Ini sekaligus memutus rantai penyebab utama kebakaran, seperti korsleting listrik dan ledakan gas.”

Namun, jika kawasan tersebut tidak sesuai peruntukkan, maka pemerintah harus menjelaskan pilihan secara terbuka kepada masyarakat. Menurut Nirwono, warga yang mmiliki KTP Jakarta dapat dipindahkan ke rusun milik Pemprov DKI Jakarta.

Sedangkan warga yang tak punya KTP Jakarta, diperlukan kerja sama antarpemerintah daerah asal untuk memberikan solusi, seperti uang kerohiman atau dana santunan, agar tidak menyalahi aturan penggunaan APBD Jakarta.

Keempat, sosialisasi dan komunikasi terbuka mengenai status lahan, skema solusi, dan konsekuensinya. Kelima, kata Nirwono, kerja sama yang harmonis antara Pemprov DKI Jakarta dan pemerintah pusat sangat dibutuhkan untuk mengambil keputusan yang tepat.

“Tidak semua bisa dibebankan kepada Pemprov DKI. Apalagi jika lahan yang terbakar bukan milik pemerintah daerah,” ujar Nirwono.

Sebagai contoh, bisa dilihat dari kasus kebakaran di Penjaringan, Jakarta Utara beberapa waktu lalu. Menurut Nirwono, ada indikasi kuat lahan tempat tinggal warga yang mengalami kebakaran bukan milik warga maupun Pemprov DKI Jakarta, sehingga langkah intervensi menjadi terbatas. Jika tidak ditindak tegas, warga akan kembali membangun secara liar, memperbesar risiko kebakaran berulang.

Nirwono mengatakan, kebakaran berulang di wilayah Penjaringan, Tambora (Jakarta Barat), dan Taman Sari (Jakarta Barat) memperlihatkan pola yang sama, yakni wilayah padat penduduk, kumuh, dan status lahan yang tidak jelas. Apalagi, saat musim kemarau puncak pada Juli hingga September, selalu meningkatkan potensi kebakaran besar di wilayah tersebut.

“Kalau akar masalah tidak diselesaikan, maka kebakaran di wilayah padat penduduk akan terus berulang. Butuh keberanian politik dan kejelasan hukum untuk memutus siklus ini,” kata Nirwono.

img
Nofal Habibillah
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan