Sebuah pesawat penumpang turboprop Antonov An-24 milik maskapai regional Angara jatuh dan terbakar di wilayah terpencil Distrik Tynda, Rusia Timur Jauh, pada Kamis (waktu setempat). Seluruh 48 orang di dalam pesawat dipastikan tewas. Tragedi ini memicu duka nasional dan sorotan terhadap ketergantungan Rusia pada pesawat-pesawat tua era Soviet.
Pesawat tersebut membawa 42 penumpang—termasuk lima anak-anak—serta enam awak. Menurut pernyataan resmi Gubernur Amur, Vasily Orlov, tidak ada korban selamat. “Dengan berat hati saya sampaikan bahwa, menurut data awal, tidak ada korban selamat dari kecelakaan pesawat An-24 di Distrik Tynda. Tim penyelamat telah mencapai lokasi kecelakaan,” ujarnya.
Orlov menyatakan tiga hari berkabung dan memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang di seluruh wilayah.
Hilang dari radar, ditemukan terbakar di lereng bukit
Pesawat milik maskapai swasta Angara ini sedang terbang dari Blagoveshchensk menuju Tynda—sebuah kota terpencil yang menjadi simpul penting jalur kereta api Trans-Siberia. Pesawat dikabarkan hilang dari radar saat sedang bersiap mendarat.
Rekaman video dari helikopter penyelamat menunjukkan pesawat jatuh di kawasan hutan lebat dan terbakar, dengan asap putih mengepul dari reruntuhan. Lokasi kecelakaan berada sekitar 15 kilometer dari Tynda, tanpa akses jalan. Tim penyelamat yang berjumlah lebih dari 100 orang harus menggunakan alat berat untuk membuka jalur ke lokasi.
Menurut nomor ekor pesawat, Antonov An-24 tersebut diproduksi pada tahun 1976 dan awalnya dioperasikan oleh maskapai nasional Aeroflot sebelum keruntuhan Uni Soviet. Ini menjadikannya salah satu pesawat tertua yang masih digunakan untuk penerbangan komersial di Rusia.
Investigasi dipercepat, Putin diberi laporan langsung
Komite Investigasi Rusia telah membuka kasus pidana atas dugaan pelanggaran peraturan lalu lintas udara yang menyebabkan kematian lebih dari dua orang karena kelalaian. Pemerintah federal Rusia membentuk komisi khusus untuk menangani dampak kecelakaan dan mengumumkan penyelidikan menyeluruh terhadap penyebab jatuhnya pesawat.
Kantor Presiden Kremlin menyebutkan bahwa Presiden Vladimir Putin telah menerima laporan langsung mengenai insiden tersebut. Dari pihak Tiongkok, Presiden Xi Jinping turut menyampaikan belasungkawa kepada Putin karena setidaknya satu warga negara Tiongkok dilaporkan ikut menjadi korban dalam penerbangan itu.
Ketergantungan pada “traktor terbang” tua
Angara, maskapai berbasis di Irkutsk, Siberia, dikenal mengoperasikan sejumlah rute di kawasan terpencil Siberia dan Rusia Timur. Saat ini mereka memiliki 10 unit Antonov An-24 yang diproduksi antara tahun 1972 dan 1976.
Pesawat An-24, yang oleh sebagian kalangan dijuluki “traktor terbang”, dikenal tangguh dan cocok untuk medan ekstrem seperti Siberia. Ia dapat beroperasi dalam suhu sangat rendah dan mendarat di landasan pacu tidak beraspal—kemampuan yang masih belum bisa digantikan oleh banyak pesawat modern.
Namun, keberlanjutan pengoperasian armada tua ini kini menghadapi tantangan serius. “Biaya perawatan Antonov—yang merupakan sebagian kecil dari armada Rusia yang berjumlah lebih dari 1.000 pesawat penumpang—telah meningkat,” ungkap laporan Reuters. Sanksi ekonomi dari negara-negara Barat akibat perang Rusia di Ukraina juga membuat akses suku cadang semakin sulit.
Pada 2023, Angara dan satu maskapai Siberia lainnya sempat meminta pemerintah Rusia memperpanjang masa pakai pesawat Antonov karena kekosongan produksi pesawat pengganti. Proyek pesawat Ladoga—yang digadang-gadang sebagai pengganti An-24—baru dijadwalkan masuk produksi massal paling cepat tahun 2027.
Tragedi di Tynda ini tak hanya menyisakan duka, tetapi juga memperkuat kekhawatiran atas keselamatan penerbangan sipil Rusia yang masih bergantung pada teknologi penerbangan usang dan keterbatasan industri aviasi nasional di tengah tekanan geopolitik global.(Reuters)