

Trump-Musk, akhir kebersamaan duet eksentrik

Di awal dekade 2020-an, hubungan antara Elon Musk dan Donald Trump sempat menjadi simbol kemesraan antara kekuatan bisnis dan kekuasaan politik di Amerika Serikat. Keduanya, yang sama-sama gemar mengacak-acak tatanan lama dan bermain di batas-batas kontroversi, tampak seperti pasangan yang serasi dalam menghadirkan gaya kepemimpinan yang tidak konvensional. Namun, apa yang dimulai sebagai kolaborasi penuh semangat akhirnya runtuh dalam benturan ego, intrik kekuasaan, dan — secara harfiah — pertarungan fisik di jantung Gedung Putih.
Fase Awal: Flirtasi Politik dan Teknokrasi
Saat Trump kembali mencalonkan diri untuk masa jabatan keduanya, Elon Musk adalah salah satu pendukung vokal yang, meski tidak secara resmi berkampanye, memberikan pengaruh melalui cuitan dan proyek ambisiusnya. Musk melihat peluang untuk mewujudkan visinya tentang efisiensi pemerintahan dan eksplorasi luar angkasa dengan Trump sebagai pelindung politiknya. Di balik layar, keduanya menjalin komunikasi intens, dengan Trump menjanjikan peran strategis untuk Musk jika ia menang.
Usai kemenangan Trump di pemilu, Musk ditunjuk sebagai Kepala Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE), sebuah lembaga baru yang diciptakan Trump untuk memangkas birokrasi, mengekspos pemborosan, dan — dalam retorika Trump — "menjalankan pemerintah seperti bisnis."
DOGE menjadi ladang eksperimen Musk. Ia mengusulkan sistem AI untuk menggantikan proses tender federal, menghapus ribuan jabatan administratif, dan meluncurkan audit nasional terhadap pengeluaran negara. Namun, banyak dari janji tersebut tidak pernah terealisasi, memicu kecurigaan di kalangan pejabat senior dan bahkan di kalangan loyalis Trump sendiri.
Perbedaan Visi dan Benturan Ambisi
Seiring berjalannya waktu, gesekan mulai muncul. Trump merasa Musk semakin ingin mencuri panggung dan menjadikan DOGE sebagai alat personal branding. Sementara itu, Musk mulai frustrasi dengan manuver politik yang menghambat reformasinya.
Ketegangan memuncak saat Musk secara terbuka mulai menyindir “korupsi yang sistemik” di Gedung Putih—komentar yang dipandang Trump sebagai penghinaan langsung. Orang dalam menyebut bahwa dinamika ini berubah dari sekutu menjadi persaingan diam-diam.
Keretakan menjadi tak terbendung ketika Musk menolak mendukung calon Internal Revenue Service (IRS) pilihan Trump dan justru mendorong kandidat alternatifnya sendiri, yang ia klaim lebih “anti-pemborosan”. Ini memicu pertikaian di internal kabinet, terutama dengan Menteri Keuangan Scott Bessent, orang kepercayaan Trump.
Segalanya meledak pada pertengahan April, ketika Musk dan Bessent terlibat dalam pertengkaran sengit setelah melobi Trump secara terpisah. Saat keduanya berjalan menyusuri lorong Gedung Putih, Bessent mengejek Musk dengan menyebutnya “penipu” karena gagal membuktikan janji penghematan US$1 triliun.
Menurut laporan The Washington Post, yang mengutip Steve Bannon, Musk membalas dengan menyeruduk Bessent "seperti pemain rugby", hingga keduanya baku hantam di dekat kantor penasihat keamanan nasional. Musk akhirnya diusir dari West Wing, dengan memar dan mata lebam yang sempat ia salahkan pada “kecelakaan dengan anaknya.”
Presiden Trump disebut bereaksi dingin, hanya berkata, “Ini terlalu berlebihan,” tapi insiden tersebut menjadi sinyal bahwa hubungan keduanya telah putus total.
Perang Terbuka di Dunia Maya
Tak lama setelah insiden fisik tersebut, perang terbuka terjadi di media sosial. Musk melontarkan tuduhan serius, termasuk bahwa Trump terlibat dalam dokumen Epstein yang masih dirahasiakan pemerintah, bahkan menyerukan pemakzulan sang presiden.
Trump tak tinggal diam. Ia menuduh Musk telah “kehilangan akal sehat,” dan menyindirnya sebagai “pecandu narkoba berat.” Di balik layar, menurut sumber internal, Trump mempertimbangkan untuk membubarkan DOGE dan mencabut semua wewenang Musk dalam pemerintahan.
Akhir yang Tragis: Mundur dari DOGE
Beberapa hari setelah saling serang di media sosial, Musk mulai menarik diri. Ia menghapus sejumlah cuitan, termasuk yang menyebut Trump terkait Epstein, dan mengisyaratkan niat untuk "meredakan konflik." Namun, kerusakan sudah terjadi.
Dalam pernyataan singkat namun tajam, Elon Musk mengumumkan pengunduran dirinya dari DOGE, menyebutnya sebagai “eksperimen yang layak dicoba, tapi gagal karena dominasi ego dan ketakutan terhadap perubahan.”
DOGE dibubarkan tidak lama kemudian. Gedung Putih mengeluarkan pernyataan yang menyalahkan Musk atas kegagalan lembaga tersebut, sementara Musk menghilang dari panggung publik selama beberapa minggu.
Apa yang dimulai sebagai duet eksentrik penguasa dan teknokrat kini berakhir sebagai peringatan keras akan bahayanya ego dalam pemerintahan. Musk dan Trump, dua nama besar yang pernah menebar ilusi sinergi, kini menjadi simbol disintegrasi antara visi pribadi dan kepentingan publik.
Saat ini, belum jelas apakah Musk benar-benar akan meluncurkan partai baru, atau apakah Trump akan menggandeng sekutu baru yang lebih mudah dikendalikan. Namun satu hal pasti: Amerika telah menyaksikan bagaimana dua tokoh besar bisa saling menghancurkan — bukan karena lawan, tapi karena mereka tak bisa lagi menjadi sekutu.(washingtonpost,indiatoday)


Tag Terkait
Berita Terkait
Trump marah, Gubernur California ungkap kondisi mengenaskan pasukan peredam kerusuhan
Label harga digital mulai diterapkan di supermarket AS, konsumen cemas harga gampang ditinggikan
Chicago dilanda badai debu pertama dalam 90 tahun, mengandung kimia beracun
Pemerintahan Trump cabut izin Harvard untuk terima mahasiswa internasional

