sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bagaimana gen Z dan milenial menyikapi pencalonan Gibran? 

Dengan jumlahnya yang besar, generasi Z dan kaum milenial akan menjadi penentu hasil Pilpres 2024.

Cindy Victoria Dhirmanto Maulida Alfi Syahrani
Cindy Victoria Dhirmanto | Maulida Alfi Syahrani Sabtu, 11 Nov 2023 18:00 WIB
Bagaimana gen Z dan milenial menyikapi pencalonan Gibran? 

Santika Azizah, 22 tahun, mahsasiswi Institut STIAMI, sudah hakul yakin bakal memilih Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Alih-alih melemah, keyakinan Santika untuk mencoblos Prabowo justru menebal setelah Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, didapuk jadi pendamping Prabowo, akhir Oktober lalu. 

"Enggak ada rasa bimbang. Malah saya setuju sekali kalau Gibran menjadi cawapres Prabowo. Era saat ini sudah didominasi oleh gen Z dan milenial. Mau sampai kapan Indonesia dipimpin dengan gen X atau baby boomers terus? Lalu, kapan anak muda bisa mendapat kesempatan?" ujar Santika saat berbincang dengan Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.  

Sempat menolak pinangan sebagai cawapres karena alasan pengalaman dan regulasi, Gibran mendadak memenuhi syarat sebagai cawapres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) merilis putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, Oktober lalu. Putusan itu merevisi syarat usia bagi calon capres-cawapres yang tertuang dalam UU Pemilu. 

Dalam putusannya, MK membolehkan calon yang belum berusia 40 tahun untuk berkompetisi menjadi capres dan cawapres. Syaratnya, sang calon harus pernah dipilih atau menjabat menjadi kepala daerah. Saat putusan itu diketok Ketua MK Anwar Usman, Gibran masih berusia 36 tahun. Anwar ialah paman Gibran. 

Isu politik dinasti menyeruak pascaputusan itu. Sejumlah pengamat menilai Jokowi ikut 'cawe-cawe' mempengaruhi putusan MK. Tujuannya tak lain untuk memastikan Gibran bisa mendampingi Prabowo. Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Roesan Roslani bahkan sempat menyebut Gibran adalah stempel arah dukungan Jokowi di Pilpres 2024. 

Santika tak mempersoalkan embel-embel dinasti politik yang melekat pada Gibran. Menurut dia, penguasa yang lahir dari dinasti politik belum tentu "bermasalah". Di lain sisi, ia menyebut Jokowi dan Gibran juga belum terbukti melakukan kejahatan atau kecurangan yang terkait dengan Pemilu 2024. 

"Jika dirasa dan terlihat beliau (Gibran) mampu dan punya action, jangan pungkiri itu dengan mencari kelemahannya dan menganggap kalau Gibran masih terlalu muda untuk menjadi cawapres. Dengan diusungnya Gibran menjadi cawapres Prabowo, keyakinan saya untuk memilih prabowo semakin bertambah," ujar dia.

Suara Santika bisa dikata mewakili persepsi mayoritas gen Z saat ini. Hasil survei Poltracking yang dirilis Sabtu (11/11), menemukan mayoritas generasi pemilih muda lebih mendukung pasangan Prabowo-Gibran. Yang dikategorikan pemilih muda ialah gen Z yang usianya di bawah 22 tahun dan milenial muda yang kisaran usianya 22-30 tahun. 

Sponsored

Di kalangan Gen Z, misalnya, elektabilitas Prabowo-Gibran mencapai 45,9%. Pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD hanya memperoleh 26,2% dan pasangan Anies Baswedan Muhaimin Iskandar hanya mengantongi 24,6% elektabilitas. Pada kalangan milenial muda, Prabowo-Gibran  juga unggul dengan elektabilitas 42,1%, diekor Ganjar-Mahfud (27,2%) dan Anies-Imin (26,1%). 

Tak semua semakin cinta Prabowo. Azka Avicena Fauzy, misalnya. Mahasiswa Universitas Islam Jakarta itu mengaku tak mau memilih Prabowo karena didampingi Gibran. Ia menyebut Gibran contoh yang buruk bagi generasi muda. 

"Dengan memilih Prabowo yang tetap dengan Gibran, sama aja ngasih peluang untuk lahirnya dinasti Jokowi yang bakal mencederai semangat demokrasi yang adil serta terhindarnya sejumlah orang dari partai-partainya koalisi ini yang sebenarnya terjerat korupsi," kata Azka kepada Alinea.id. 

Azka mengikuti perkembangan pencalonan Gibran. Ia paham Gibran mendadak memenuhi syarat lantaran ada revisi aturan secara kilat di MK. Alih-alih membuka peluang bagi anak muda untuk unjuk gigi di dunia politik, menurut Azka, proses pencalonan Gibran justru merusak tatanan demokrasi yang dibangun dengan susah payah sejak era-Reformasi. 

"Selain itu, anak muda juga mestinya lebih memahami arti bersaing secara sehat tanpa harus membengkokkan aturan secara kilat. Ini justru akan jadi preseden yang buruk, yakni menggambarkan tentang bagaimana ia (Gibran) akan membuat kebijakan nantinya ketika berkuasa," ujar Azka. 

Azka juga mengkritik Prabowo yang menerima Gibran sebagai pendampingnya meskipun punya banyak kandidat lain yang justru jauh lebih matang dan punya pengalaman di birokrasi pemerintahan. Menurut dia, Gibran semata-mata dipilih untuk memastikan kemenangan di Pilpres 2024. 

"Pertama, agar sesuai dengan rebranding yang lagi dia (Prabowo) lakukan dari stigma lama yang patriotik dan militeristik ke arah baru yang moderat, dekat dengan kaum muda. Dengan begitu, ia memilih wakil yang muda," kata Azka. 

Selain itu, ia menyebut Prabowo juga ingin meraup suara dari kalangan kelompok-kelompok relawan pro-Jokowi yang cukup besar. "Ketiga, mungkin dia udah enggak terlalu percaya kalau orang-orang yang dianggap bohir itu menjamin kemenangannya. Ia tahu bahwa ia kalah di dua pilpres sebelumnya meski membawa wakil yang bohir," kata dia. 

Pada Pilpres 2014, Prabowo berpasangan dengan Hatta Rajasa, seorang pengusaha yang pernah menjabat sebagai Menteri Perhubungan era Susilo Bambang Yudhoyono. Pada Pilpres 2019, Prabowo menggandeng Sandiago Uno, rekan separtai yang juga pengusaha besar. Di dua pilpres itu, Prabowo "dipecundangi" Jokowi.  

Yanindra Aribah, mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta, menyikapi pencalonan Gibran secara diplomatis. Terpilihnya Gibran sebagai cawapres Prabowo, kata dia, menghapus stigma bahwa anak muda tidak boleh memegang jabatan tertentu di dunia politik. 

"Dia bisa jadi salah satu idola atau aktivis yang berhasil menentang adanya birokrasi bahwa kalau mau jadi cawapres itu lo harus umur sekian. Jeleknya, stigma masyarakat akan adanya politik dinasti itu makin kuat," kata Yanindra. 

Berita Lainnya
×
tekid