sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Deras kritik lompatan karier politik trah Jokowi

Karier politik anak-anak Jokowi melesat dalam waktu cepat, seperti Gibran menjadi cawapres dan Kaesang menahkodai PSI.

Immanuel Christian
Immanuel Christian Senin, 13 Nov 2023 07:31 WIB
Deras kritik lompatan karier politik trah Jokowi

Berbagai kritik atas lompatan karier politik anak-anak Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus berdatangan, termasuk dari elite politik. Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, salah satunya. 

Walaupun tidak secara eksplisit merujuk Gibran Rakabuming Raka, Surya Paloh buka suara atas keputusannya tidak mencalonkan putranya, Prananda Surya Paloh, menjadi calon wakil presiden (cawapres) pada 2024. Pernyataan itu menjawab pertanyaan kader NasDem Jawa Timur (Jatim).

"Saya punya kesempatan mencalonkan dia, tapi saya berpikir pantas atau enggak," katanya di sela-sela Peringatan HUT ke-12 Partai NasDem di NasDem Tower, Jakarta, pada Sabtu (11/11). Prananda Paloh merupakan anggota DPR sejak 2014 dan menjabat Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) NasDem.

Gibran merupakan cawapres Prabowo Subianto, yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM), pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Adapun NasDem, yang tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), menjagokan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) atau Amin.

Sebagai informasi, karier politik Gibran dimulai dengan menjadi kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sekaligus kandidat Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surakarta 2020. Ia bersama pasangannya, Teguh Prakosa, keluar sebagai pemenang karena meraih 225.451 suara (86,5%).

Surya Paloh melanjutkan, ingin Prananda melewati berbagai proses politik dahulu sebelum mengisi jabatan yang lebih tinggi. Artinya, melalui jatuh-bangun dan pengalaman yang cukup.

"Kalau anak saya berani tanya pada saya, saya pasti akan katakan, 'Tunggu dulu, akan tiba saatnya'," jelasnya.

Sebelumnya, kritik juga dilontarkan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto. Namun, ia menyinggung Kaesang Pangarep yang langsung menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tanpa proses panjang kaderisasi.

Sponsored

Mulanya, Hasto mengamini pidato Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ma'mun Murod, tentang urgensi Pancasila dan kelembagaan partai. Lalu, menekankan pentingnya kaderisasi. Seperti Surya Paloh, ia juga tidak mengutarakannya secara eksplisit.

"Apa makna kelembagaan partai? Ya, kalau baru 2 hari jadi anggota partai, jangan jadi ketua umum. Kira-kira seperti itu," ucapnya dalam sambutannya atas pengukuhan Ma'mun sebagai Guru Besar UMJ di di Kampus UMJ, Banten, pada Kamis (9/11).

Kaesang resmi menjadi kader seiring diserahterimakannya kartu tanda anggota (KTA), 23 September 2023. Dua hari berselang, putra bungsu Jokowi itu memimpin PSI.

Seperti sang kakak, Kaesang juga nihil pengalaman politik praktis. Ia justru lama menekuni bisnis yang banyak berfokus di bidang kuliner, seperti Sang Pisang, Ternakopi, Mangkokku, Chili Pari, Markobar, Goola, dan Siapmas.

"Campur tangan" Jokowi
Pengamat politik Demos Institute, Usni Hasanudin, memaklumi jika lompatan karier politik trah Jokowi menuai kritik. Pangkalnya, sulit diterima secara logika.

"Kalau ada yang bilang Gibran menjadi cawapres dan Kaesang jadi ketua umum partai karena kompetensi, punya kapasitas, atau capable, ya, enggak masuk akal sehat. Ini tentu tidak lepas dari 'campur tangan' Jokowi," tuturnya kepada Alinea.id.

Usni menerangkan, kekuasaan itu "nikmat" lantaran memberikan akses besar terhadap berbagai hal, termasuk ekonomi. Mengingat Jokowi tidak bisa lagi menjabat, maka ia "mengutus" kedua anaknya "turun" ke gelanggang politik.

"Ada beberapa faktor yang mungkin menjadi latar belakang Jokowi berbuat demikian. Pertama, masih ingin berperan dalam percaturan politik nasional. Kemudian, memastikan legacy-nya selama memerintah berjalan baik. Bisa juga karena untuk memastikan benefit-benefit lain yang didapatkan saat berkuasa tidak hilang begitu saja," urainya.

"Perpanjangan tangan Jokowi di percaturan politik ini juga melalui menantunya karena memiliki hubungan langsung," sambungnya. Usni merujuk dengan Wali Kota Medan, Bobby Nasution, yang menikahi putri Jokowi, Kahiyang Ayu, November 2017.

Menurut Kepala Prodi Ilmu Politik FISIP UMJ ini, apa yang dilakukan Jokowi bukan contoh baik dalam politik. Apalagi, legitimasi majunya Gibran pada Pilpres 2024 kian cacat secara sosial setelah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 menuai polemik dan membuat Anwar Usman lengser dari kursi pimpinan.

"Walaupun putusan MKMK tidak memuat pemecatan Anwar Usman sebagai hakim konstitusi, tetapi jelas putusan MK itu (Perkara Nomor 90, red) bermasalah. Artinya, memperkuat opini publik bahwa ada nepotisme di balik ini bahkan MK, Mahkamah Konstitusi, pun dipelesetkan menjadi 'Mahkamah Keluarga'," terangnya.

Peluang Gibran maju sebagai cawapres 2024 terbuka seiring disahkannya sebagian permohonan Perkara Nomor 90 sebab bisa menjadi kandidat pilpres sekalipun belum berusia 40 tahun karena berpengalaman menjadi kepala daerah. Adapun Anwar Usman merupakan paman Gibran setelah menikahi adik Jokowi, Idayati, pada Mei 2022.

Di sisi lain, Usni menepis pernyataan Jokowi menyangkut dinasti politik. Bekas Gubernur DKI Jakarta itu menjawab diplomatis ketika disinggung berupaya membangun dinasti dengan menjawab "serahkan masyarakat saja."

"Tidak sesederhana itu. Kan, 'tiket' menjadi capres-cawapres terbatas karena presidential threshold (ambang batas). Artinya, ada kompromi politik hingga akhirnya ditetapkan para partai pengusung dan ditetapkan KPU (Komisi Pemilihan Umum) sebagai capres-cawapres," ucapnya.

Berita Lainnya
×
tekid