sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Head to head Jokowi-Maruf versus Prabowo-Sandi

Jokowi-Maruf berpeluang menang lebih besar dibandingkan dengan Prabowo-Sandi pada Pilpres 2019 menurut peneliti Malaysia.

Sukirno
Sukirno Sabtu, 17 Nov 2018 06:35 WIB
Head to head Jokowi-Maruf versus Prabowo-Sandi

Jokowi-Maruf berpeluang menang lebih besar dibandingkan dengan Prabowo-Sandi pada Pilpres 2019 menurut peneliti Malaysia.

Peneliti Institute of Strategic and International Studies Malaysia mengatakan dalam konteks politik saat ini pasangan Joko Widodo- Maruf Amin mempunyai kesempatan lebih besar untuk memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Analis Indonesia Watch yang tergabung dalam Institute of Strategic and International Studies Malaysia Muhammad Sinatra dan Dwintha Maya Kartika mengemukakan hal itu di Kuala Lumpur, Kamis (15/11).

Kedua analis memaparkan hasil penelitian tentang Pilpres 2019 secara objektif dan sistematis dengan menggunakan metode analisis faktor 5P yakni party (partai), personality (kepribadian), pocket (pendanaan), policy (kebijakan) dan preference (pilihan).

Analis menyimpulkan bahwa pasangan Jokowi-Maruf unggul dalam faktor partai dan kepribadian. Sedangkan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno unggul dalam faktor pendanaan.

"Kedua pasangan terlihat seimbang. Faktor partai melihat konteks distribusi kekuasaan dalam dinamika koalisi kedua pasangan calon dan berdasarkan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2018," kata Siantra.

Berdasarkan jumlah partai dalam kedua koalisi, pasangan Jokowi-Maruf diunggulkan oleh sembilan partai dalam gabungan Koalisi Indonesia Kerja.

Sementara itu, pasangan Prabowo-Sandi hanya didukung lima partai dalam Koalisi Indonesia Adil Makmur.

Sponsored

Meskipun begitu, berdasarkan hasil beberapa pemilihan umum yang dilaksanakan dalam beberapa tahun terakhir, jumlah partai tidak serta merta menentukan keunggulan pasangan calon.

"Sebagai contoh, pasangan Prabowo-Hatta yang didukung enam partai kalah dari pasangan Jokowi-Kalla yang hanya didukung lima partai. Akan tetapi, menurut hasil Pilkada 2018, tujuh dari 10 provinsi terpadat di Indonesia diperintah oleh gubernur-gubernur yang simpatik terhadap pasangan Jokowi-Maruf," katanya.

Analis juga berpendapat partai peserta Pemilu 2019 akan menghadapi tantangan untuk membagi usaha dan sumber daya partai untuk memenangkan pemilihan legislatif (Pileg) 2019 dan Pilpres 2019.

"Walapun partai-partai bisa diuntungkan oleh coattail effect melalui aliansi dengan salah satu kandidat, situasi ini juga dapat menimbulkan beberapa masalah," katanya.

Sebagai contoh, kader Partai Demokrat dan PAN dilaporkan ragu-ragu untuk mendukung pasangan Prabowo-Sandi di beberapa daerah pendukung kuat pasangan Jokowi-Maruf, seperti di Manado dan Jawa Timur.

Koalisi partai juga tidak absolut, beberapa kader Partai Demokrat diberikan kebebasan untuk mengkampanyekan pasangan Prabowo-Sandi.

"Alasan yang diberikan untuk memaksimalkan kesempatan Partai Demokrat memenangkan Pileg 2019," katanya.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Meninggalkan Jakarta pagi ini menuju Singapura untuk menghadiri KTT ke-33 ASEAN pada 13-15 November 2018. Di Singapura, Indonesia akan mematangkan proses pengembangan kerja sama Indo-Pasifik. Lalu, sebagai koordinator ASEAN-Rusia, saya akan menyampaikan pernyataan dalam pertemuan ASEAN-Rusia. Dan tentu saja, ada beberapa pertemuan bilateral di sela-sela KTT. Dari Singapura nanti, saya akan melanjutkan kunjungan kerja ke Port Moresby, Papua Nugini. Kali ini, saya menghadiri KTT ke-26 APEC pada 17-18 November 2018. Di Port Moresby ini saya membawa misi Indonesia soal pemanfaatan teknologi digital untuk pembangunan inklusif. Selain itu, saya juga akan melakukan pertemuan bilateral dan dialog dengan 12 pimpinan negara kepulauan Pasifik, untuk membahas kerja sama maritim dan penanggulangan perubahan iklim.

A post shared by Joko Widodo (@jokowi) on

Karakter pribadi

Untuk faktor kepribadian, analis menemukan bahwa kepribadian calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menjadi penentu besar untuk memenangkan hati lebih dari 180 juta pemilih di Indonesia.

Berdasarkan temuan beberapa lembaga survei, secara konsisten elektabilitas Jokowi lebih tinggi daripada Prabowo dalam satu tahun terakhir, bahkan setelah pengumuman cawapres di bulan Agustus 2018.

Beberapa pengamat politik berpendapat bahwa Prabowo akan menjadi pemimpin otoriter jika terpilih menjadi presiden disebabkan oleh citra strongman yang lekat dengan Prabowo.

"Akan tetapi, Presiden Jokowi lah yang telah memperlihatkan kecenderungan dalam menunjukkan karakter otoriter selama masa jabatannya," katanya.

Pencalonan cawapres Maruf Amin dan Sandiaga Uno juga telah mengubah dinamika Pilpres 2019.

Pada awalnya, isu-isu primordial diprediksi akan digunakan oleh kubu Prabowo. Tetapi Jokowi mematahkan peluang tersebut dengan mengusung Maruf Amin sebagai cawapresnya.

"Sayangnya taktik ini juga menunjukkan Jokowi telah mengesahkan keberadaan politik identitas dalam pertarungan Pilpres 2019," katanya.

Pencalonan Sandi juga memperlihatkan kubu Prabowo telah memprioritaskan isu-isu ekonomi sebagai sebuah taktik untuk menyerang kubu Jokowi.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Semoga ini berkah di hari Jum’at menemukan tempe sebesar batako.

A post shared by Sandiaga Salahuddin Uno (@sandiuno) on

Faktor pendanaan

Di tahun 2013 Forbes memprediksi bahwa total pengeluaran seorang kandidat presiden dalam pilpres adalah sekitar Rp7 trilliun atau US$600 juta.

Total kekayaan pribadi Jokowi-Maruf berjumlah sekitar Rp61 miliar, sedangkan Prabowo-Sandi mencapai Rp7 trilliun.

"Dengan figur ini pasangan Prabowo-Sandi terlihat unggul di faktor pendanaan. Di samping itu, kedua pasangan juga telah mengumumkan dana kampanye awal sebanyak Rp11 miliar untuk Jokowi-Maruf dan Rp2 miliar untuk Prabowo-Sandi," katanya.

Analis tersebut memprediksi dana kampanye ini akan naik seiring dengan berjalannya periode kampanye.

Dalam faktor kebijakan, kedua pasangan tidak menunjukkan banyak perbedaan dalam visi-misi mereka.

"Kedua kubu menjanjikan kebijakan populis yang memfokuskan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Visi misi kedua kubu juga tidak menekankan strategi global jika terpilih," ujarnya.

"Dalam masa kampanye pasangan Prabowo-Sandi terlihat menyerang pasangan Jokowi-Maruf dalam isu-isu ekonomi. Pasangan Jokowi-Maruf juga melancarkan serangan balik dengan menyoroti bahwa klaim-klaim pasangan Prabowo-Sandi tidak substantif," katanya lagi.

Dalam faktor pilihan yang menyoroti preferensi masyarakat terhadap kedua pasangan, Analis menyimpulkan kedua kubu terlihat seimbang.

Kedua Analis menekankan pentingnya dinamika neighbourhood politics (politik RT/RW) untuk menentukan pilihan. (Ant).

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Prabowo Subianto (@prabowo) on

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid