sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

ICW desak LPSK lindungi pelapor korupsi dana desa di Jabar

Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Cirebon setelah dirinya melaporkan dugaan korupsi dana desa.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Rabu, 23 Feb 2022 10:50 WIB
ICW desak LPSK lindungi pelapor korupsi dana desa di Jabar

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendampingi Nurhayati yang merupakan pelapor kasus korupsi dana desa. ICW menilai proses hukum terhadap Nurhayati akan menjadi preseden buruk bagi peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

"Sebab, mengacu konsideran UU PSK, untuk meningkatkan upaya pengungkapan secara menyeluruh suatu tindak pidana, khususnya tindak pidana transnasional yang terorganisasi, perlu diberikan perlindungan terhadap saksi pelaku, pelapor, dan ahli. Jadi, LPSK harus pro aktif mendampingi Nurhayati," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya kepada Alinea.id, Rabu (23/2).

Sebagai informasi, Nurhayati merupakan Bendahara Keuangan di Desa Citemu, Cirebon, Jawa Barat. Wanita itu ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Cirebon setelah dirinya melaporkan dugaan tindak pidana korupsi Dana Desa anggaran 2018-2020 yang dilakukan oleh Kepala Desa Citemu. 

Dalam catatan ICW, kata Kurnia, kasus seperti ini bukan kali pertama terjadi. Pada akhir 2020, seorang mahasiswa di Universitas Negeri Semarang juga menerima skorsing selama enam bulan setelah melaporkan rektor kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

"Kejadian ini sungguh sangat disayangkan, sebab, ke depan masyarakat akan selalu merasa dalam ancaman ketika ingin melaporkan dugaan tindak pidana korupsi ke aparat penegak hukum," tuturnya.  

Kurnia menegaskan, peran serta masyarakat dalam melaporkan dugaan korupsi telah dilindungi sejumlah peraturan perundang-undangan. Masyarakat memiliki hak untuk menjalankan fungsi kontrol terhadap kinerja para penyelenggara negara. 

Hal ini dilakukan agar memastikan penyelenggaran negara dapat berjalan bersih dan bebas dari korupsi. 

Setidaknya, kata Kurnia, terdapat tiga peraturan perundang-undangan yang menjamin peran serta masyarakat, antara lain, Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK), Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sponsored

Merujuk pada persoalan tersebut dan kaitannya dengan penetapan tersangka terhadap Nurhayati, Kurnia menegaskan, ada sejumlah isu yang perlu dicermati. 

Pertama, pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporannya. Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) dan (2) UU PSK menegaskan bahwa jika ada tuntutan hukum terhadap pelapor atas laporannya tersebut, maka tuntutan hukum itu wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan telah diputus oleh Pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap. 

"Atas dasar ini, seharusnya Polres Cirebon tidak kemudian gegabah dalam mengambil langkah untuk menetapkan Nurhayati sebagai tersangka atas inisiatifnya melaporkan dugaan korupsi," tuturnya. 

Kedua, pemberangusan peran serta masyarakat berpotensi besar melanggengkan praktik korupsi. Dalam konteks korupsi dana desa misalnya, berdasarkan catatan tren penindakan korupsi ICW semester I tahun 2021, sektor dana desa paling rawan dikorupsi dengan nilai kerugian negara mencapai Rp35,7 miliar. 

Menurut Kurnia, hal ini sejalan dengan data yang menyatakan bahwa lembaga paling sering ditangani oleh aparat penegak hukum adalah pemerintahan desa. Selain itu, aparatur desa juga masuk dalam 10 besar aktor paling banyak terjerat kasus korupsi. 

"Atas kondisi buram ini, bukan tidak mungkin sektor dana desa akan semakin menjadi ladang basah korupsi," katanya.

Berita Lainnya
×
tekid