sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Janji-janji 'surga' Prabowo, Ganjar, dan Anies

Pasangan kandidat kian berani mengumbar janji politik yang tak masuk akal jelang Pilpres 2024.

Kudus Purnomo Wahidin Afrizal Kurnia
Kudus Purnomo Wahidin | Afrizal Kurnia Jumat, 17 Nov 2023 17:34 WIB
Janji-janji 'surga' Prabowo, Ganjar, dan Anies

Menjelang masa kampanye Pilpres 2024, pasangan kandidat kian berani mengumbar janji politik yang tak masuk akal. Teranyar, capres Prabowo Subianto menjanjikan bakal menggratiskan biaya kuliah bagi para mahasiswa perguruan tinggi negeri jika ia dan Gibran Rakabuming Raka memenangi Pilpres 2024. 

"Universitas negeri benar-benar harus kita bikin kalau bisa semuanya enggak bayar... Saya di Kemenhan, saya kasih sekarang (mahasiswa) S1 itu full scholarship," kata Prabowo di acara 'Sarasehan 100 Ekonom 2023' di Jakarta, Rabu (8/11).

Di kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Cak Imin dan politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) jadi pendengung janji-janji bombastis. September lalu, Cak Imin menjanjikan bakal mendongkrak besaran dana desa hingga Rp5 miliar per desa jika pasangan AMIN memenangi pilpres. 

Sebelumnya, ia juga mengamini pernyataan Wakil Sekretaris Jenderal PKB Syaiful Huda yang mengungkap rencana menggratiskan bahan bakar minyak bagi pengguna sepeda motor. Ia menyebut akan ada subsidi khusus bagi pemotor. 

"Jadi, kalau rakyat yang bekerja di level paling bawah tidak bisa keluar rumah dan tidak mendapatkan transportasi publik yang memadai, mereka bisa menggunakan motor dengan subsidi BBM khusus," ujar Cak Imin. 

Sebelum resmi jadi capres, Ganjar Pranowo juga sempat memicu kontroversi dengan "angan-angan" mengerek gaji guru hingga Rp30 juta per bulan. Ia menyebut itu bisa dilakukan dengan terlebih dahulu menggandakan APBN. 

Meskipun tanpa angka pasti, angan-angan kenaikan gaji guru dan dosen kini tertuang dalam dokumen visi-misi Ganjar-Mahfud bertajuk "Menuju Indonesia Unggul". Peningkatan upah pengajar bakal dijalankan sepaket dengan program "Satu Keluarga Miskin, Satu Sarjana."  

Juru kampanye Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Tama S Langkun mengatakan rencana mendongkrak gaji guru dan dosen bukan sekadar pepesan kosong. Jika Ganjar-Mahfur memenangi pilpres, menurut dia, peningkatan gaji pengajar bakal masuk jadi salah satu komponen  alokasi anggaran pendidikan yang besarannya 20% dari APBN. 

Sponsored

"Kita butuh sumber daya dosen yang memang kredibel dan unggul. Untuk  mendapatkan dosen yang terbaik tidak mungkin kita tidak membicarakan soal kesejahteraan mereka," kata Tama kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.

Sekalipun berisiko membebani anggaran, Tama optimistis janji itu bisa direalisasikan. Apalagi, Ganjar-Mahfud sudah punya skema terukur untuk melipatgandakan APBN dan pendapatan per kapita. 

"Ini salah satu cara  bagian dari upaya peningkatan kapasitas. Kalau dia enggak punya kapasitas, maka dia tidak bisa mencapai kesejahteraan," kata Tama.

Koordinator Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA) Satria Unggul Wicaksana pesimistis rencana meningkatkan gaji pengajar ala Ganjar-Mahfud bakal terwujud. Ketimbang mengumbar janji yang tak realistis, ia menyarankan agar pasangan itu mendorong dan menjamin pembentukan serikat pekerja di kampus-kampus. 

"Dosen sendiri harus berserikat untuk strategi perjuangan meningkatkan gaji dosen. Jadi, mereka tidak berharap dari belas kasihan janji- janji politik karena janji-janji itu cukup sulit untuk dipegang dan dilaksanakan," ucap Satria kepada Alinea.id.

Ketimbang janji yang tak masuk akal, Satria mengatakan akan lebih baik jika pasangan capres-cawapres fokus membenahi proyek-proyek "gagal" di bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan. Ia mencontohkan pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang bikin arah dan kebijakan riset menjadi sentralistik serta sarat politik. 

"Ini contoh betapa satu hal yang tidak ideal dijanjikan dalam kampanye. Dengan fakta-fakta yang ada itu, jadi kadang (janji politik pasangan capres-cawapres) bertolak belakang," kata Satria. 

Bidik swing voters

Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menyebut janji-janji populis Prabowo cs tak inovatif. Menurut dia, janji-janji itu sudah dan sedang terus diupayakan pemerintahan yang berkuasa sekarang. 

"Kuliah gratis direalisasikan sekarang lewat beasiswa Bidik Misi dan gaji guru dinaikkan secara berkala. Jadi, kalau dijanjikan oleh capres, itu sudah bukan hal baru," ujar Esther saat dihubungi Alinea.id, Kamis (16/11).

Meski begitu, Esther membenarkan perlu ada keberpihakan pemerintah kepada dunia pendidikan. Ia mencontohkan biaya sekolah atau kuliah gratis bisa diberlakukan untuk mendongkrak jumlah lulusan perguruan tinggi. 

"Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik), masyarakat Indonesia yang berpendidikan tinggi sebesar 12% dari total penduduk yang ada. Human resource development (pengembangan SDM) memang harus dilakukan untuk bisa mendorong pertumbuhan ekonomi," kata dia.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayat sepakat tak ada hal yang baru dalam janji-janji politik yang diumbar para kandidat. Ia mencontohkan program kuliah gratis bagi pelajar miskin yang jadi salah satu program Anies ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta. 

"Kenaikan guru ini juga sebenarnya bukan hal baru. Itu sudah dilakukan di DKI Jakarta. Jadi semua kembali lagi ke anggaran, apakah nanti anggarannya cukup untuk tingkat nasional?" ujar Cecep kepada Alinea.id.

Menurut Cecep, para kandidat sebenarnya sadar ada banyak janji politik yang bakal sulit direalisasikan. Namun, mereka harus mengumbar janji-janji populis itu demi kepentingan elektoral. Sasaran Prabowo cs ialah swing voters yang populasinya masih tergolong besar.

"Rata-rata 70% masyarakat sudah memiliki pilhannya sendiri. Dari hasil survei, sisa 30% yang belum menentukan pilihan. Janji-janji seperti ini mungkin memang bisa dipakai untuk mendapatkan suara masyarakat yang belum menentukan pilihan," jelas dia. 

 

Berita Lainnya
×
tekid