sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ongkos capres Rp9 T, Gatot Nurmantyo: Tak ada yang punya kecuali oligarki

Gatot Nurmantyo menilai kondisi demokrasi Indonesia saat ini tidak sehat.

Dave Linus Piero
Dave Linus Piero Minggu, 14 Nov 2021 22:34 WIB
Ongkos capres Rp9 T, Gatot Nurmantyo: Tak ada yang punya kecuali oligarki

Gatot Nurmantyo menilai kondisi demokrasi Indonesia saat ini tidak sehat. Menurut data yang ia peroleh, dukungan DPR terhadap pemerintah saat ini 82%. “Sedangkan DPR, yang dengan jelas dilucuti kewenangan dan hak konstitusional hanya berdiam diri karena bergabung dengan presiden dalam koalisi yang gemuk,” kata mantan Panglima TNI itu, dalam webinar via Zoom, Minggu (14/11).

“Sehingga dukungan DPR kepada Presiden saat ini 82%. Kondisi demikian tentu tidak baik terlebih diwarnai politik biaya mahal, akibat ketetapan threshold dalam pemilihan DPR dan eksekutif,” lanjutnya.

Gatot menilai, sistem pemerintahan dan politik Indonesia dewasa ini tidak berjalan secara efektif dan efisien. Bahkan MPR, katanya, seolah-olah angkat tangan pada tanggung jawab dan amanah yang diemban.

"Kondisi MPR saat ini unik, karena perpaduan antara nilai-nilai lokal dengan demokrasi arah Barat. Meskipun banyak yang belajar di Eropa, tapi banyak yang tidak mengadopsi sistem pemerintahan Eropa,” ujar Gatot.

Ia menambahkan, untuk mendapatkan dukungan sebagai calon presiden (capres), perlu mengeluarkan biaya yang besar mencapai Rp9 triliun. “Tiap-tiap provinsi mengumpulkan Rp300 miliar, dan jika 34 provinsi, Rp9 triliun, dan pasti, calon-calon Indonesia tidak ada yang punya seperti itu, kecuali oligarki,” ujar Gatot.

Di sinilah, jelas Gatot, menjadi peluang parpol untuk mencari oligarki dan rakyat diabaikan. Ia mencontohkan, saat ini, parpol yang bisa memiliki kursi terbanyak dan yang bisa mengusung presiden adalah PDI Perjuangan dengan 128 kursi dari 115 kursi.

“Demikian pembelahan sosial-politik yang semakin tinggi,” bebernya.

Menurutnya, jika tidak ada ambang batas yang tinggi dan tidak hanya mengedepankan popularitas saja, maka bangsa ini menjadi hebat. “Seorang pemimpin di daerah maupun pusat harus berpikir untuk rakyat, untuk rakyat, untuk rakyat,” pungkasnya.

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid