sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pertaruhan integritas anggota KPU dan Bawaslu di daerah

Diduga, ada beberapa kasus rekrutmen anggota KPU atau Bawaslu di daerah yang kurang profesional.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Selasa, 20 Jun 2023 06:01 WIB
 Pertaruhan integritas anggota KPU dan Bawaslu di daerah

Dalam rapat dengar pendapat bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di DPR, Jakarta, Senin (29/5), Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengingatkan KPU dan Bawaslu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota agar tak melakukan politik transaksional dalam perekrutan calon anggota. Doli mengaku, kerap mendapat informasi terkait hal itu.

“Saya berusaha tidak percaya, tetapi saya mau ingatkan kepada saudara-sadara KPU dan Bawaslu hati-hati,” ucapnya dalam rapat dengan pendapat itu, Senin (29/5).

“Kalau bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian merekrut itu berdasarkan karena kolega teman-teman segala macam mungkin masih bisa kita tolerir. Tapi, kalau pilihan saudara sekalian karena adanya transaksional, saya kira bangsa ini enggak akan memaafkan saudara sekalian.”

Jadi sorotan

Menanggapi pernyataan Doli, Sekjen Komite Independensi Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengungkap, lembaganya menemukan beberapa kejanggalan proses rekrutmen anggota KPU dan Bawaslu di provinsi maupun kabupaten/kota. Pertama, ada tim seleksi yang tak memiliki kepakaran memadai di bidang kepemiluan.

Kedua, soal transparansi. Menurutnya, di daerah ada hasil computer assisted test (CAT) peserta tak dibuka kepada publik. “Kemudian soal kesehatan dan psikotes juga tampaknya tertutup. Apalagi terkait subjektivitas timsel (tim seleksi),” ujarnya kepada Alinea.id, Rabu (14/6).

Gorontalo, menurut Kaka, adalah salah satu contoh provinsi yang proses rekrutmen anggota KPU dan Bawaslu-nya patut dikritisi. Di sana, ungkapnya, terjadi tes kesehatan ulang.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2022-2027 Hasyim Asy’ari saat berbicara pada acara “Serah Terima Jabatan Anggota KPU Periode 2017-2022 dan Anggota KPU Periode 2022-2027” di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/4/2022)./Foto dianR/kpu.go.id

Sponsored

Kaka menjelaskan, KIPP tak bersimpulan apakah tes kesehatan ulang sengaja ingin meloloskan peserta atau sebaliknya. Namun, dengan kondisi itu, KIPP berpandangan ada kejanggalan.

“Kalau seseorang yang dinilai sudah tidak lolos tes kesehatan, tapi kemudian tes ulang dan lolos. Ini kan bisa jadi preseden buruk,” ujar Kaka.

Lalu, ada tim seleksi yang sudah mendapatkan catatan publik sangat kuat, tetapi tidak dikoreksi. “Ada timsel yang dianggap bermasalah waktu itu di (rekrutmen anggota) Bawaslu, di (rekrutmen anggota) KPU masuk lagi,” ucap dia.

Selain itu, Kaka melihat, cukup banyak tim seleksi di Gorontalo yang tak punya latar belakang di bidang pemilu. Hal itu berpotensi pada proses seleksi yang kurang optimal dan partisipasi publik menjadi berkurang.

Di Sulawesi Tenggara, ungkap Kaka, ada pula orang yang sudah ditunjuk sebagai tim seleksi, tetapi dianulir tanpa keterangan jelas. Padahal, anggota tim seleksi itu sudah terbukti independen dan punya pengalaman di kepemiluan.

“Dia sebagai Ketua KIPP Sulawesi Tenggara atas nama Muhammad Nasir. Jadi kan tidak mempunyai afiliasi dengan partai,” katanya.

“Tidak ada masukan kepada kami, misalnya ditengarai simpatisan partai tertentu. Ini tidak ada (penjelasan), langsung di-drop.”

Di Papua Tengah, KIPP menyoroti peninjauan ulang hasil tes kesehatan calon anggota Bawaslu, yang sebelumnya dinyatakan tidak lolos. “Kita (KIPP) tidak melihat siapa yang lolos dan siapa yang tidak (lolos), tapi melihat dari prosesnya itu,” tuturnya.

Temuan-temuan proses rekrutmen anggota KPU dan Bawaslu daerah membuat KIPP mengkhawatirkan independensi anggota terpilih. Di samping itu, jika proses perekrutan disinyalir ada masalah, maka kekhawatiran lainnya beririsan dengan kemampuan penyelenggara pemilu.

“Kalau polanya seperti ini, potensi ketidakpercayaan publik minimal akan besar. Akhirnya kekuatan-kekuatan politik mudah masuk kalau independensinya tidak dijaga oleh KPU dan Bawaslu,” katanya.

“Banyak kejanggalan-kejanggalan yang saya pikir, seleksi ini menjadi semacam puncak gunung es dari problem penyelenggara pemilu sendiri.”

Di sisi lain, apabila anggota KPU dan Bawaslu daerah terpilih dari proses seleksi yang diduga bermasalah, maka yang dipertaruhkan adalah pemilunya itu sendiri. Kaka menegaskan, proses pemilu membutuhkan penyelenggara yang independen.

“Jadi, ini evaluasi untuk teman-teman penyelenggara pemilu saat ini. Saya berharap dalam waktu yang masih ada, lakukan koreksi semaksimal mungkin untuk tidak menjadi bagian dari kepentingan politik siapa pun, partai politik atau pemerintah, tapi menjadi kepentingan demokrasi untuk seluruh warga negara,” ujar Kaka.

Sementara itu, pegiat pemilu sekaligus Direktur Eksekutif Kata Rakyat Alwan Ola Riantoby mengatakan, meski proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu di daerah terlegitimasi, tetapi dalam keberlangsungannya, lembaga Kata Rakyat menemukan beberapa catatan. Misalnya, ada calon anggota yang menurutnya secara moral, integritas, dan hukum tak layak dipilih.

“Ada beberapa catatan, misalnya ada orang yang tidak berpengalaman sama sekali, tapi akhirnya terpilih,” ucap Alwan, Sabtu (17/6).

“Lalu, kita menemukan ada daerah yang memang di situ ada titipan partainya.”

Terkait titipan partai, Alwan mendapati dokumen yang dikeluarkan salah satu partai yang menegaskan orang tertentu harus menjadi anggota komisioner. “Jangan sampai KPU dan Bawaslu di level provinsi, bukan lagi melayani (rakyat), tapi justru menjadi antek-antek dari partai itu sendiri.,” kata dia.

Meski masih asumsi atau dugaan, Alwan mengakui, lembaganya mendapat informasi soal isu transaksional. Ia menyebut, di satu provinsi ada salah seorang tim seleksinya diduga menerima uang dengan nominal lumayan besar.

“Artinya, kalau proses seleksi itu diawali dengan pendekatan transaksional, maka dalam proses pelaksanaan setelah mereka terpilih, independensi dan integritas itu sudah tidak ada,” katanya.

Diketahui, sudah banyak anggota penyelenggara pemilu baru yang dilantik. Pada Jumat (16/6), KPU melantik 130 anggota KPU di 26 kabupaten/kota dan tiga provinsi, yakni Banten, Jambi, dan Sumatera Barat periode 2023-2028.

Perlu evaluasi

Dihubungi terpisah, koordinator Divisi Sumber Daya Manusia, Organisasi, Pendidikan, dan Pelatihan Bawaslu Herwyn J.H. Malonda menyampaikan, saat ini proses seleksi calon anggota Bawaslu provinsi hampir masuk ke tahapan penyerahan laporan dari tim seleksi. Proses seleksi berlangsung di 29 provinsi.

Sedangkan seleksi Bawaslu kabupaten/kota masih dalam tahapan perpanjangan masa pendaftaran. Pedoman bagi tim seleksi mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan peraturan Bawaslu terkait. Bawaslu juga menerbitkan Surat Edaran Nomor 28 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Seleksi Bawaslu Provinsi, Panwaslih Aceh, Bawaslu Kabupaten/Kota, serta Panwaslih Kabupaten/Kota yang Akuntabel dan Berintegritas.

Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)./Foto dokumentasi Bawaslu

Dalam surat edaran ke jajaran internal, menurut Herwyn, sudah ditegaskan proses perekrutan wajib dijalankan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

“Ditegaskan pula larangan untuk melakukan pungutan biaya atas alasan apa pun. Dinyatakan juga dalam edaran terkait larangan menerima pemberian dalam bentuk apa pun dari calon peserta atau pihak lain,” ucap Herwyn, Sabtu (17/6).

Alinea.id sudah menghubungi Ketua KPU Hasyim Asy’ari untuk menanyakan pandangan terkait isu dalam proses seleksi anggota KPU di daerah. Namun, ia belum merespons sampai artikel ini diterbitkan.

Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus menyatakan, lembaganya siap menerima laporan indikasi transaksional dalam proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu di provinisi dan kabupaten/kota.

“Kita menunggu kalau hal itu memang terjadi di dua lembaga yang sangat kita harapkan harus independen, berintegritas (ini),” kata Guspardi, Jumat (16/6).

“Hindari politik uang, jangan sampai ini terjadi. Lembaga ini (KPU dan Bawaslu) adalah lembaga yang sangat diharapkan masyarakat karena dia adalah penyelenggara pemilu.”

Guspardi meminta agar proses rekrutmen anggota KPU dan Bawaslu dilakukan secara profesional dan independen. Ia mengingatkan, kedua lembaga itu bersikap tegas dan tak tunduk terhadap partai politik atau siapa pun yang melakukan intervensi.

Sikap kehati-hatian juga perlu dikedepankan. Sebabnya, di daerah masyarakat tahu apakah seseorang yang terpilih sebagai anggota KPU atau Bawaslu punya warna politik tertentu atau tidak.

“Bagaimana (KPU dan Bawaslu) bisa menghasilkan pemilu yang demokratis, berintegritas, jujur dan adil, transparan, akuntabel, kalau para komisioner itu adalah orang-orang yang tidak independen. Tentu ini tidak kita harapkan,” ucap dia.

Bagi Alwan, proses rekrutmen anggota KPU dan Bawaslu di daerah perlu ditinjau dari waktunya yang bersamaan dengan tahapan pemilu. Menurutnya, dari hal itu saja sudah memberikan dampak besar.

Soal transparansi dan hal lain dalam rekrutmen, Alwan mengatakan, bisa dilihat dari sisi objektivitas dan subjektivitas. Dari sisi objektivitas, setiap proses seleksi harus sesuai pedoman, aturan, dan rujukan.

“Tapi, dari sisi subjektivitas, tentu bahasa saya adalah tidak ada proses seleksi yang tidak punya dimensi politisnya. Dimensi politisnya diukur dari awal menentukan siapa timsel. Tentu timsel punya kepentingan untuk menjadikan si A, B, C, D menjadi anggota komisioner,” ujar Alwan.

Alwan menegaskan, upaya yang bisa dilakukan agar pemilu tetap berintegritas adalah komisioner terpilih harus menjaga dimensi integritasnya. Sedangkan bagi tim seleksi, diharapkan tak memilih orang-orang yang memang tak dibutuhkan.

“Dalam konteks begini, kalau memang orang yang tidak berpengalaman, ya sudah jangan dipilih. Jangan kemudian kita paksakan karena dia titipan A (atau) B, karena punya jaringan dan lobi sana-lobi sini,” ujar dia.

Sementara bagi Kaka, seharusnya KPU dan Bawaslu melakukan koreksi dan audit independen terhadap proses rekrutmen anggota di daerah. Hal itu perlu mendapat perhatian karena publik menengarai seleksi saat ini objektivitasnya diragukan.

Indikasinya, terang Kaka, di beberapa daerah ada perpanjangan waktu pendaftaran anggota KPU maupun Bawaslu. Minimnya partisipasi dalam pendaftaran, disinyalir lantaran publik menduga sudah ada preferensi orang tertentu.

“Akhirnya tidak terjaring orang-orang terbaik yang kita butuhkan,” tuturnya.

Berita Lainnya
×
tekid